Tiga

9 0 0
                                    

Halo readers ....
Di bagian Dua minggu kemarin sudah pada kenalan sama 3 sosok cowo sekaligus ya..
Ada Yuta, Awan dan Pras..
Siapa si mereka? Apa hubungannya dengan Raya? Hemmm... Penasaran kan? Tenang, nanti satu per satu di bongkar kok backstory relationshipnya mereka..
Jangan lupa vote dan komentar nya ya.. Dukungan kalian suntikan semangat buat penulis..
Happy reading guys..
Sincerely yours,
-Penulis-

Dua minggu sebelum keberangkatannya Jepang. Malam ini Raya terlihat bersiap di kamarnya. Ia memasukan beberapa baju, shawl, dan beberapa perlengkapan ke dalam koper besarnya. Ia memandang sekeliling kamarnya. Sedih terbesit di hatinya. Sepertinya dulu ia sangat ingin pergi ke negeri sakura itu. Tapi kini saat semua itu hanya tinggal menghitung jam ia seakan berat meninggalkan ruang pribadinya. Rasa rindu itu kini terbayang di kepalanya. Membayangkan berpisah dengan kedua orang tuanya seakan sudah sekian tahun berada disana.
Raya menghela nafas. Menjatuhkan dirinya ke tempat tidur. Ia memejamkan matanya meyakinkan semuanya akan jauh lebih baik setelah ia buka kembali pandangannya. Raya memiringkan badannya kemudian ia membuka pelan kedua matanya. Ia melihat bungkusan plastik bergambar kartun di atas meja kecilnya. Masih sama seperti saat ia menerimanya. Bahkan ia tak pernah lagi menyentuhnya setelah ia letakkan ditempat yang ia lihat saat ini. Sedikit berdebu.
Raya merangkak bangun mengambil bungkusan itu. Menyapu lembut pembungkusnya untuk membersihkan debu yang menempel. Raya mengeluarkan isi bungkusan itu pelan-pelan. Benda kotak itu terbungkus dengan kertas kado berwarna pink. Raya membolak-balik benda itu. Menggoyangkannya beberapa kali didekat telingannya mencoba menebak wujud sebenarnya dibalik bungkusan itu.
“Apa ya kira-kira isi kado ini”. Raya ragu sejenak sebelum membuka kado itu. Ia meraih ponselnya. Memencet tombol panggilan kemudian menempelkannya di telinga. ‘Nomor yang Anda tuju sedang sibuk. Silahkan coba beberapa saat lagi…’. Raya menghela nafas. Kemudian ia sibuk menulis sebuah pesan dan mengirimnya.

*****

“Halo?”
“Hei. Ehm Listy?” Tanya suara di balik ponsel. Listy mengernyitkan dahinya.
“Iya. Ini siapa?”
“Aku… Ehm Aldi” jawab laki-laki itu ragu.
“Oh Aldi. Kukira siapa”. Listy tertawa. “Ada apa kau menelepon? Kau menanyakan soal Raya?”
“Akh kau ini. memangnya hidupku ini hanya tentang anak cerewet itu?” Listy tertawa lagi mendengar jawaban Aldi.
“Lantas? Jarang sekali kau meneleponku.”
“Apa aku mengganggumu? Apa kau sedang bersiap untuk pergi besok?”
“Tidak. Aku sudah selesai menyiapkan semuanya.” Aldi diam. Tak ada jawaban apa-apa dan itu membuat Listy heran. Aldi mengaku tak ingin menanyakan Raya. Tapi mengapa ia menelepon hanya untuk diam-diam seperti ini. Aldi dan Listy belum cukup lama kenal. Tapi mereka mudah akrab karena ada Raya yang menengahinya.
“Kau menelepon hanya untuk diam seperti ini?” tanya Listy.
“Ah maaf. Ehm… Apa kalian akan lama di Jepang?” Listy mengernyitkan dahinya. Ia menangkap ada rasa khawatir di nada bicara Aldi. “Kurasa kita hanya akan menyelesaikan masa kuliah disana dan mungkin sedikit bersenang-senang jika sudah selesai. Hanya untuk refreshing. Setelah itu akan kembali ke Indonesia.” Jelas Listy sambil merebahkan dirinya di kasur. “Kau mengkhawatirkannya?” tanyanya tiba-tiba.
“Apa? Siapa maksudmu?”
“Kau tidak bisa membohongiku, Al. Aku bisa mengerti kata-katamu.” Aldi diam mendengar jawaban Listy. Listy tahu kemana arah pembicaraan itu. “Kau menyukainya, bukan?” tanyanya lagi.
“Aku… tidak tahu…” jawab Aldi lirih.
“Kenapa?”
“Aku hanya nyaman bersamanya. Dia mengingatkan aku dengan seseorang dimasa lalu yang masih berhubungan denganku sampai sekarang walau hanya melalui telepon. Ia bisa membuat aku lupa sejenak walau akan ingat hal itu lagi…” Listy merenung. Ia mengerti apa yang Aldi rasakan.
“Apa Raya sering bercerita denganmu tentang masalah hatinya?”
“Apa? Kukira dia tidak punya masalah dengan hatinya.” Listy menghela nafas. Seakan sudah bisa menebak apa yang akan dijawab oleh Aldi.
“Raya gadis normal. Dia juga manusia. Semua manusia punya masalah dengan hatinya. Entah itu orang lain tahu atau tidak.” Aldi membenarkan kata-kata Listy. Ada yang sedikit mengganjal dihatinya.
“Jadi kau belum tahu apa kau menyukainya atau tidak?” Aldi menggeleng. Ia sadar gerakannya tak akan dapat dilihat oleh lawan bicaranya. Lalu ia bergumam mengiyakan.
“Biarku tanya. Apa kau berdebar-debar ketika didekatnya?”
“Tidak.”
“Apa kau selalu memikirkannya?”
“Iya.”
“Apa kau kesal jika ia bersama, memikirkan, atau menceritakan orang lain?”
“Hem? Tidak. Biasa saja.”
“Apa kau selalu nyaman jika bersama dia? Bahagia?” Aldi diam. Listy menunggu jawaban Aldi. Tapi terlalu lama Aldi menjawabnya daripada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya.
“Hei. Kurasa tadi kau menjawabnya dengan lancer. Apa pertanyaanku tidak kau mengerti?” tegur Listy.
“Akh aku bingung. Aku memang selalu nyaman bersama dia. Tapi setelah kau bilang bahagia kenapa ada aku merasa ada yang aneh dengan kata itu. Aku merasa aku masih terbawa kesedihan tiap ia mengingatkan aku pada masa laluku tapi aku selalu ingin bersamanya.” Listy tersenyum.
“Lebih tepatnya itu bukan cinta. Menurut novel yang aku baca, cinta itu bisa antara hitam dan putih atau harus hitam atau putih. Artinya cinta bisa saja samar-samar seperti yang kau rasakan pada Raya. Tapi cinta juga harus jelas antara cinta atau tidak, suka atau tidak. Jadi kau tidak akan menyamarkan hati seseorang yang telah membalas cinta kamu. Yang paling penting setidaknya kita mencoba untuk tidak menyakiti perasaan dan hati orang lain”. Aldi diam. Sepertinya ia menyimak baik-baik apa yang dikatakan Listy.
“Lalu apa yang harus kulakukan?” Listy memiringkan kepalanya. Ia mencoba berpikir mencari jalan keluar terbaik dengan situasi yang sangat sulit. Ia tidak ingin Raya sakit dengan perasaan cintanya tapi ia juga tidak ingin Raya sakit karena perasaan Aldi yang terlalu samar. Terlebih Aldi tidak tahu mengenai masa lalu Raya.
“Sebaiknya kau yakinkan dulu dirimu dengan perasaan itu. Jujur. Raya adalah sahabat terbaikku. Aku tidak ingin membuatmu putus asa dengan perasaanmu tapi aku juga tidak ingin suatu saat nanti kalian akan sakit dengan perasaan yang masih samar itu. Jika kau sudah yakin nanti. Kau harus segera menyampaikan dengan baik perasaanmu padanya. Bagaimana?”
Aldi mengangguk. Ia setuju dengan perkataan Listy. Satu hal yang ia baru tahu tentang Listy bahwa Listy dewasa. Listy dapat mengambil sikap tanpa harus memihak satu sama lain. Ia dapat menyampaikannya dengan sopan tanpa menyinggung lawan bicaranya. Ia sahabat yang cocok dengan Raya. “Terima kasih” kata Aldi.
“Untuk apa?”
“Mendengarkan ceritaku. Dan atas saranmu yang luar biasa bijak.” Listy tertawa. Satu hal yang ia tak mengerti. Ia selalu tertawa jika Aldi bicara sesuatu yang memujinya walau jika menurutnya menurut orang lain itu kata-kata biasa. “Oke sebaiknya mungkin aku membiarkanmu istirahat. Dah! Sampai jumpa besok”
Listy menutup sambungannya. Menghela nafas sejenak sebelum bunyi peringatan pesan pada ponselnya. Ia membuka pesan tersebut

HONESTWhere stories live. Discover now