#25 : Cemburu

317K 20.2K 653
                                    

"Nah, gitu, Dek. Cara bedong yang baik," kataku setelah mengajari adik-adik mahasiswa cara membedong bayi yang benar, "jadi, bayi itu nggak perlu dikasih gurita, karena bayi bisa sesak napas dan merasa tidak nyaman. Dan, bedongnya jangan terlalu memaksakan kaki bayi buat lurus, biarkan dia senyaman mungkin. Terus, ikat bedongnya juga jangan terlalu ketat, kasihan. Nanti kulitnya bisa kemerahan karena ikat bedong, nanti lecet, lagi," lanjutku.

Adik-adik mahasiswa yang rata-rata dari D3 Keperawatan itu antusias mendengarkan penjelasanku. Mereka tampak paham terlihat dari respons mereka yang menganggukkan kepala beberapa kali.

"Itu mitos, Dek. Estetika itu memang ada sejak zaman dulu, terlebih lagi para mbah-mbah, toh?" jawabku sambil tersenyum, "jadi secara anatomis, perut bayi yang baru lahir itu memang besar tapi seiring bertambahnya usia bayi, perut akan mengecil dengan sendirinya. Kalau menghangatkan itu memang benar tapi tidak dikasih gurita juga tidak bakal kedinginan. Kan bisa pakai minyak telon buat penghangatnya, juga bisa dikasih selimut," lanjutku.

Mahasiswa yang bertanya tadi mengangguk paham.

"Jadi sekarang paham, kan? Gurita tidak diperlukan lagi, karena itu tadi bisa membuat bayi sesak napas. Ada satu kasus juga, kulit bayi itu, kan, masih tipis dan rentan, karena ikatan guritanya terlalu kencang, organ dalam abdomennya ada yang sampai keluar loh."

"Serius, Kak?" mereka tampak terkejut.

Aku mengangguk mantab dan mereka langsung berekspresi ngeri-ngeri prihatin. Memang ada satu kasus seperti itu, karena terlalu kencang ikatan tali gurita, perut bayi tertekan yang akhirnya membuat kulit terobek dan organ dalam perutnya sampai keluar. Untuk itu penggunaan gurita sekarang dilarang, tapi masih saja ada masyarakat yang menggunakan gurita untuk bayinya karena estetika para mbah-mbahnya yang menghubung-hubungkan dengan hal mitos.

"Penggunaan bedak juga, ingat!" cetusku lagi, "sehabis mandi, bayi tidak boleh dikasih bedak. Karena apa? Ada yang tahu?" "Alergi, Kak," jawab salah satu mahasiswa itu.

"Ya, karena tidak semua kulit bayi bisa menerima zat kimia dalam bedak. Alergi bisa, lecet juga bisa. Jadi, cukup dikasih minyak penghangat tubuh saja. Mengerti?"

"Mengerti, Kak," jawab mereka kompak.

"Ya sudah. Sekarang bayi-bayi ini dikasih susu, sudah waktunya mereka minum susu," instruksiku kepada mereka dan detik berikutnya mereka bergerak cepat untuk membuat susu dan memberikan susu itu kepada bayi-bayi ini.

"Ada yang saya tidak mengerti, Kak."

Satu suara terdengar dari balik pintu level tiga.

Aku menoleh dan mendapati Haikal berdiri di ambang pintu.

Dengan muka bantal, seperti biasanya.

"Apa yang tidak kamu mengerti, Kal?" tanyaku.

"Saya tidak mengerti bagaimana caranya berhenti mikirin Kakak," gombalnya dan aku menanggapi gombalan itu dengan sunggingan senyum.

Haikal memang seperti itu, sudah tiga minggu praktik di sini dan dia cukup dekat denganku. Dia selalu bertanya apa saja yang dia butuhkan. Dan aku selalu membantunya selagi aku bisa.

"Yaelah, Kak Cans udah punya suami kali, Kal. Digodain mulu," cibir Firan yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuh jangkung Haikal.

"Ya, rasanya gue pengin nyanyi lagunya Sheila On7 deh, Ran," celetuknya.

"Lagu apaan?"

"Yang Terlewatkan," jawabnya.

Mendengar itu keningku berkenyit.

"Ke mana kau selama ini, bidadari yang kunanti. Kenapa baru sekarang...kita dipertemukan."

Aku sedikit terhenyak dan ingin tertawa saat mendengarnya bernyanyi.

[DSS 1] Dear Allah [NOVEL VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang