Lutte - 07

26.6K 5.3K 408
                                    

Hari ini aku pergi ke Taman Safari bersama dengan Ibu. Aku senang Ibu bisa ikut. Ibu berjanji untuk ikut setelah aku merajuk karena tidak ingin pulang dari rumah Tante Windy yang bagus itu. Ibu memberiku pilihan untuk pergi sendiri, atau pulang dan akan berangkat bersamanya. Jadi aku memilih untuk pulang dan berangkat ke Taman Safari bersama Ibu.

Aku memeluk boneka Hello Kitty yang Paman Zito berikan sebelum aku pulang kemarin, perjalanan ini terasa sangat jauh dan aku pun mengantuk.

"Masih lama ya Bu?" tanyaku yang dijawab anggukan oleh Ibu.

Aku memilih untuk berdiri dan melihat ke luar jendela. Dirga benar, dari bis ini semua terlihat lebih kecil. Aku menoleh ke belakang dan menemukan Pipit yang sedang tertawa bersama Ayahnya, kedua orangtuanya ikut dalam perjalanan ini.

"Halo Ute!" sapa Ayah Pipit saat aku menolehkan kepalaku ke kursi mereka.

"Halo Om!" Aku membalas sapaannya dengan lesu karena rasa kantuk.

"Ute ngantuk ya?" tanya Pipit yang kujawab dengan anggukan.

Aku mengucek mata. "Kok nggak nyampe-nyampe ya Om? Masih jauh?" 

"Masih kok. Ute bobok aja dulu. Pipit juga mau bobok," kata Ayah Pipit yang kubalas dengan anggukan.

Aku pun akhirnya mendudukan diriku dan menjadikan paha Ibu sebagai bantal. Karena terlalu antusias, tadi pagi aku bahkan bangun sebelum ayam berkokok. "Masih jauh ya kan Bu? Nanti Ibu bangunin Ute kan, Bu?"

"Ute bobok aja, pasti Ibu bangunin," jawab Ibu sambil mengusap rambutku dengan lembut. Ibu melepaskan ikatan rambutku hingga aku bisa tidur lebih nyaman.

Tubuhku digoyangkan secara perlahan oleh Ibu, Ibu bilang kalau kami sudah sampai. Suara anak-anak lain yang bersorak membuatku segera berdiri dan melihat ke arah jendela. Bis yang kami tumpangi memasuki gerbang yang langsung disambut oleh hewan-hewan yang berjalan-jalan.

"Ibu itu apa?!" tanyaku sambil menunjuk binatang dengan tanduk yang begitu panjang. Ibu tidak menjawab, tetapi ia merapikan ikatan rambutku yang tadi dilepas.

"Liat deh! Ada yang kasih makan!" seru Dirga sambil menunjuk mobil samping kami yang sedang memberi makan hewan dengan wortel.

"Ibu! Kok kita nggak ngasih makan juga sih?"

"Karena jendela Bis ini nggak bisa dibuka Sayang," jawab Ibu.

"Kenapa nggak bisa dibuka?"

"Karena pakai AC."

Ibu meladeni semua pertanyaanku, mulai dari jenis-jenis hewan yang ada, bagaimana cara mereka makan, dan kenapa begitu banyak gerbang yang harus kami lewati.

Setelah selesai berkeliling dan melihat begitu banyak hewan, akhirnya kami turun dari bis untuk makan siang. Ibu menyuapiku seperti biasa, namun kali ini aku merasa lebih bahagia karena bisa makan dalam suasana yang begitu ramai. Tidak hanya berdua.

"Dirga! Alen! Jangan lari-lari!" teriak Ibu Dirga saat melihat kedua anak laki-laki itu berlarian. Ibu bilang kalau kita tidak boleh berdiri saat makan, apa lagi berlari.

Alen dan Dirga akhirnya bisa duduk kembali dengan tenang setelah menumpahkan air minum milik Bu guru Rasti saat berlarian. Celana Bu Rasti yang berwarna hitam sampai basah karenanya, dan Ibu membantu Bu Rasti untuk membersihkan kekacauan itu bersama Ibunya Dirga.

"Dirga sih lari-lari," tegurku ke Dirga. Kini Dirga terlihat merasa begitu bersalah setelah menumpahkan air minum milik Bu Rasti dan tambahan omelan dari Ibunya.

"Dirga kan mau main," jawab Dirga pelan.

"Kata Ibu, kalau makan sambil lari-larian perutnya nanti sakit. Nggak boleh."

LutteDonde viven las historias. Descúbrelo ahora