[Part 10]

291 38 16
                                    

"Ry, aku minta cerai."

Aaaarrgghhhh....

Amanda mengacak rambutnya kesal. Baru memilih kalimat yang akan diucapkannya saja dia sudah gemetaran. Apalagi mengingat apa yang disampaikan pendeta digereja tadi pagi, bahwasanya dalam hidup memang banyak kerikil tajam. Itu adalah ujian bagi setiap umat. Dalam pernikahan juga banyak tantangannya. Apa yang dipersatukan Tuhan tidak dapat diceraikan oleh manusia. Bagaimana pun jalan Tuhan menyatukan umatnya itu adalah rahasia. Sudah jalan Tuhan. Jalan hidup. Kita mengenalnya sebagai takdir.

Amanda menghempaskan tubuhnya keatas kasur. Selain sikapnya yang semena-mena, Mahesa memang tidak pernah memukul atau melukainya secara langsung. Tapi ancaman Mahesa bukan hal yang bisa dianggap main-main. Ia pernah melihat pria itu menghajar seseorang yang entah siapa. Hari sudah tengah malam tapi suara ribut-ribut didepan rumah membuat Amanda memberanikan diri mengintip dari balik jendela. Dan apa yang dilihatnya benar-benar diluar dugaan. Mahesa tengah menginjak dada seorang pria. Itu terjadi tepat seminggu lalu. Sejak itu, Amanda tahu bahwa apa yang diucapkan Mahesa bisa jadi akan benar-benar dia lakukan. Membunuh Amanda adalah salah satunya.

***

"Mahesa sebenarnya kerja apa sih, cil?"

Acil Jannah menghentikan kegiatannya mencuci wortel untuk menoleh sejenak pada Amanda. "Kan luh Manda sudah tahu kalau abang kerja diperusahaan bapak."

Amanda mendekat, mengambil alih pekerjaan acil Jannah. "Cuma itu?"

"Iya."

"Tapi kenapa Mahesa punya banyak orang? Semuanya kelihatan seram."

"Eung...." Acil Jannah menggosok keningnya dengan punggung tangan. "Masa sih, luh?"

"Loh kok balik nanya ke saya?"

Acil Jannah tersenyum kikuk. "Ya saya memang tahunya abang kerja sama pak Fevri, luh. "

"Ooh..." Amanda menganggukkan kepalanya ringan.

"Kenapa memangnya, luh?"

"Gak apa-apa sih. Cuma penasaran aja."

Amanda melanjutkan apa yang dia lakukan ketika mendengar bunyi tapak sepatu Mahesa beradu dengan lantai marmer.

"Mikha...."

Suaranya yang dalam dan seksi mau tidak mau membuat Amanda memejamkan mata sekilas. Bahkan suara pun bisa mempengaruhinya sebesar ini.

"Iya?"

"Aku ada urusan diluar kota. Mungkin sekitar satu minggu. Kamu baik-baik sama acil Jannah. Jangan nyusahin, jangan cerewet. Oke?"

Amanda mengangguk saja. Sedikit heran kenapa pria ini mendadak harus menjelaskan urusannya. Biasa juga pergi tanpa kabar berita.

"Sini."

Mahesa memeluknya tanpa aba-aba. Tak mengacuhkan tangan Amanda yang basah akibat mencuci wortel. Pria itu menarik napas dalam-dalam, menghidu aroma lemon dari rambut istrinya. Seolah tak peduli ada acil Jannah disitu dia melumat bibir Amanda, meremas pinggang wanita itu pelan.

"Jangan macam-macam selama aku gak ada," bisiknya pelan. "My eyes on you, Mikhayla Halim."

Amanda mengerjap. Merasa begitu tolol karena sempat terbuai oleh sikap pria itu.

"Iya," jawabnya tak kalah lirih. "Aku tahu kamu selalu merhatiin aku, Ry. Hati-hati... Kamu gak boleh lengah. Bisa jadi saat kamu lengah, aku berhasil rampas hati kamu."

Mahesa tersenyum sinis. "Kamu tahu kenapa aku suka bibirmu? Kalimatmu tajam sayang, tapi rasa bibirmu... Hm..." Dia menjilat bibirnya sendiri. "Sejauh ini gak ada yang bisa menandingi."

"Oh." Amanda tertawa. "Aku mesti gimana, Ry? Apa seharusnya aku tersanjung? Itu hinaan atau pujian?"

Aura di dapur itu sudah seperti aura peperangan. Tapi acil Jannah pura-pura tidak memperhatikan.

"Aku bakalan kangen banget sama rasa kamu, Mikha. Satu minggu... Aku bisa pastikan aku pulang lebih awal. Lebih cepat daripada seharusnya. Jangan lupa rencana reuni sekolah. Pilih bajumu mulai sekarang. Karena setelah aku pulang, waktu kita mungkin bakal habis di kamar."

Senyum miring Mahesa memang membuat Amanda gentar. Tapi dia tidak menunjukkannya. Jika Mahesa menganggapnya musuh yang harus ditaklukkan, kenapa dia tidak balik menaklukkan Mahesa? Mungkin saja mereka masih bisa dipertahankan. Seperti kata pendeta, jalanan terjal harus dilalui tanpa takut. Tuhan selalu bersama umatNya.

"Ryshaka." Panggilnya saat pria itu sudah melangkah setelah meninggalkan satu kecupan di kening. "Mau bertaruh?"

"Apa?" Mahesa menoleh. Pria itu memang sangat tampan bahkan dari samping seperti ini.

"Beri aku waktu tiga bulan. Kalau kamu jatuh cinta sama aku, kamu boleh memilih pernikahan kita berlanjut atau gak. Kalau kamu ternyata tetap benci sama aku, izinkan aku pergi tanpa kamu cari. Kita lupakan semua ini. Bagaimana?"

Mahesa menatapnya intens dari kepala hingga kaki. "Seharusnya aku yang punya penawaran. Kamu sudah kubeli."

"Berbaik hatilah sedikit." Degup jantung Amanda tidak bisa diajak berkompromi. Ini adalah kesempatannya. The one and only. Karena dalam tiga bulan ke depan, dia tidak akan bisa menyembunyikan perutnya lagi.

"Oke." Mahesa terkekeh. "Tapi kamu mau tahu, Mikha?" Ia terlihat menahan tawa. "Kamu gak akan berhasil. Apa yang kamu pikirkan heh? Aku jatuh cinta?? Sama kamu??? Haha.... Kamu boleh mencoba."

🤣🤣🤣🤣🤣 setelah lebih dari setengah tahun. Akhirnya aku melanjutkan ini wkwkkwkwkwk

9. FLARE [Jackson Yi]Where stories live. Discover now