[Part 2]

406 54 24
                                    

Seminggu setelah pemakaman Michael, Fevri benar-benar melancarkan niatnya menikahkan Amanda dan Mahesa. Hanya pencatatan sipil, pemberkatan sederhana digereja, lalu kebaktian ucapan syukur yang dilangsungkan dirumah keluarga Toeweh.

"Bawa barang-barangmu sendiri! Jangan manja! Gak usah dibantuin, cil!"

Mahesa menghardik kelambanan gerak Amanda. Yang benar saja. Wanita itu tengah mengenakan terusan panjang super ribet dan Mahesa memintanya mengurus koper sendirian. Asisten rumah tangga Mahesa yang tadinya berniat membantu Amanda pun ciut karena bentakan itu. Amanda tersenyum tipis padanya. Menenangkan wanita tua itu. Menyiratkan ia bisa sendiri. Sementara Mahesa sudah melenggang masuk kedalam rumah dengan koper yang dibawakan oleh supirnya. Amanda mendesah sedih.

Welcome to the hell, Amanda.

***

"Ini kamarmu."

Tidak buruk.

Amanda mengedarkan pandangan keseluruh ruangan yang tidak terlalu besar ini. Setidaknya Mahesa masih memberikannya kamar layak huni, bukan kandang.

"Well, Mikhayla. Kamu bukan nyonya dirumah ini. Jadi bersikaplah dengan baik. Jangan meminta acil Jannah melayanimu karena dia bukan pelayanmu."

Amanda mengangguk.

"Dan lagi... Siapapun tamu yang datang lalu menanyakan siapa kamu, jangan sekali-sekali menyebut dirimu sebagai istri! Ingat baik-baik!"

Amanda mengangguk patuh. Mahesa meninggalkannya seraya mendesis jijik. Ia mengelus dada, berusaha bersabar.

Sabar, Amanda.... Ini gak akan lama. Begitu dia bosan, dia akan ceraikan kamu.

***

"Jangan, luh... Duduk aja ya."

Amanda tersenyum. Aluh adalah panggilan bagi anak perempuan, berasal dari galuh yang bisa diartikan sebagai perempuan yang cantik. Dia ingat Mahesa menyebutkan kata acil yang berarti tante atau bibi. Asisten rumah tangganya ternyata orang Banjar.

"Saya bantu, cil. Daripada gak ada kerjaan dikamar."

Tentu saja dia berbohong soal tidak ada kerjaan. Mahesa jelas-jelas memintanya untuk tidak berpangku-tangan dirumah ini.

"Ulun ikut berduka atas apa yang menimpa pian, luh. Ulun ada melihat pian waktu melayat."

"Makasih, cil." Amanda tersenyum. "Sudah lama kerja disini, cil?" Amanda kemudian meraih talenan dan memutuskan untuk memotong sayuran hijau seperti yang dilakukan acil Jannah.

"Sudah dari bang Mahesa kecil, luh."

"Bang?" Amanda mengernyit.

"Bang Mahesa yang minta dipanggil abang. Dia dari dulu mau punya adik perempuan tapi gak pernah kesampaian, luh. Tapi tetap bajuju minta dipanggil abang oleh semua orang."

Acil Jannah tertawa kecil. Amanda ikut tertawa. Abang. Amanda menggeleng pelan. Ada-ada saja.

***

Fajar menyapa dari balik jendela kamar. Amanda mengerjap sejenak sebelum akhirnya duduk. Jam didinding menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh lima menit. Ia menghela napas. Memikirkan betapa hidup mempermainkannya sesuka hati. Ketika remaja, Amanda sering membaca novel romantis. Pernikahan adalah awal kebahagiaan baru bagi setiap perempuan. Tapi pernikahannya justru berbanding terbalik. Seringkali kenyataan memang tak seindah khayalan.

Amanda beranjak dari kasur, mengikat rambutnya keatas dan membasuh wajah dikamar mandi. Hari barunya sebagai istri Mahesa sudah dimulai. Setidaknya, dia bisa membuat dirinya berguna dirumah ini meski pria itu tidak menyukai keberadaannya.

9. FLARE [Jackson Yi]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن