Baper 18

133 5 2
                                    

Silang-silang merah itu sudah memenuhi selembar kalender diatas mejanya. Bahkan ini sudah satu bulan terlewati. Alan semakin dibuat bingung dengan tingkah Raka. Seminggu yang lalu Raka menelfonnya. Berbincang banyak seperti biasa. Tapi keesokannya menjadi dingin. Bahkan hanya mengirimkan pesan singkat yang bertuliskan "Hi" dan "Apa kabar". Setelahnya, Raka kembali seperti hilang di telan bumi.

Hari berikutnya pun begitu. Sungguh ini benar-benar membuat mood Alan jelek sepanjang hari. Rindu. Cuma itu yang ingin dikatakan Alan jika Raka kembali menghubunginya. Rasanya ada yang hilang dikesehariannya. Alan tidak tau Raka ada dimana. Dengan siapa. Bagaimana keadaannya saat ini. Bahkan Alan hampir setengah frustasi. Ia bingung akan perasaanya. Bukannya Alan tidak pernah menerima pernyataan cinta dari Raka? Tapi mengapa sekarang dia seperti cacing kepanasan yang tak bisa diam saat Raka menghilang.

"Poooss...." Seseorang berteriak dari luar pagar. Alan segera berlari ke balkon dan melihat siapa disana. Hanya pak pos pikirnya.

"Ya pak." Jawab Alan dari atas balkon.

"Ada paket Neng. Buat Alandia Shinta."

"Sebentar pak, saya turun." Pak pos hanya tersenyum. Sementara itu Alan berlari menuju pagar.

Alan mengambil bungkusan tersebut.

"Tanda tangan disini Neng." Alan membubuhkan tulisan berliuk diselembar kertas panjang dan kemudian ia berikan lagi pada pak pos tersebut.

"Makasih ya pak."

Pak pos berlalu, Alan pun kembali ke persembunyiannya. Ya kamarnya. Sepanjang hari, jika tak ada kegiatan, Alan selalu berada di kamar. Zona nyaman menurutnya.

Alan meneliti bungkusan tersebut. Sebuah kotak, tidak terlalu besar. Di depannya tertera nama dan alamat rumahnya. Sementara si pengirim, hanya memberikan alamat Samar dan nama dengan inisial "RS".

"RS? Siapa?" Alan berusaha mengingat nama teman-temannya. Tapi rasanya percuma. Tak ada satupun dari mereka dengan inisial seperti itu. Tapi sekelebat teringat jika RS adalah Dewa. Ya, Raka Sadewa.

Alan mencoba membuka plastik bungkusan yang terlipat rapi menutupi kotak tersebut. Selanjutnya sebuah kertas berwarna coklat. Alan membuka dengan asal. Berharap didalamnya terdapat clue dari seseorang yang mengiriminya benda ini. Entah dalam bentuk apapun.

Sebuah kotak berwarna merah dengan tutupnya. Dia atas tutup tersebut terdapat sebait kalimat instruksi yang harus Alan kerjakan.

"Bukalah jika kamu merasa sepi. Anggaplah ini ganti kehadiranku. Tapi ingat, HANYA JIKA KAMU MERASA SEPI."

Begitulah yang kira-kira tertulis. Alan menimbang-nimbang. Jika memang Dewa yang mengirimkannya, untuk apa dia memberi instruksi demikian? Alan merasa penasaran. Tapi disisi lain ada rasa aneh yang menjalari hatinya. Entah apalah namanya.

Dia menginginkan Raka untuk saat ini. Dan hatinya mengingankan apapun itu yang berkaitan dengan Raka. Tidaklah suara, bahkan yang diinginkannya saat ini cukup sebuah pesan singkat yang dapat membuat hatinya kembali cerah. Alan rindu. Rindu sekali rasanya. Tapi ia menepis. Rasanya tak mungkin bungkusan ini dari Raka. Bahkan Raka saja sudah tak mau menghubunginya.

Tapi terkadang yang namanya hati selalu saja bertentangan dengan otak untuk masalah cinta. Jika hatinya mengatakan rindu dan segala macam alasan negatifnya, tapi tidak dengan otak. Otak selalu memberikan sesuatu yang positif menurutnya. Bahkan saat hatinya kalut seperti ini, Alan masih sempat berfikir "Biarlah, mungkin Raka sedang sibuk. Hidupnya bukan hanya untuk berbincang denganku." Tapi walaupun begitu, tetap saja yang namanya jatuh cinta membuat orang menjadi bodoh. Lebih mengikuti hati dari pada otak. Padahal dalam hidup keduanya tentu harus seimbang.

Dia tepikan kotak tersebut. Lama dia memikirkan dan memastikan siapa pengirim benda tersebut. Inisialnya merujuk pada nama satu orang. Dan bodohnya Alan, dia tak pernah menanyai nama Raka. Bahkan nama belakangnya. Bodonya dia.

Jika memang yang memberi kan benda ini adalah Dewa, maka, pantas saja ia menepikan benda tersebut. Bahkan ia tak mau membukanya. Karna rasanya akan percuma. Toh setiap hari mereka akan bertemu, bertatap, dan bersapa seperti biasanya.

Tapi jika memang yang memberikan benda ini adalah Raka, maka, dengan senang hati, tanpa ditunggu ia akan membuka bungkusan tersebut tanpa menunggu.

Sudah lebih satu jam Alan bergumul dengan rasa penasarannya. Dan pada akhirnya ia nekat. Entah siapapun yang memberikannya benda tersebut, ia akan sangat menghargainya. Sedetik kemudian Alan menyambar kotak merah tersebut dan membuka tutupnya.

"Jangan membukanya hanya karena PENASARAN. Yakinkan hatimu." Kalimat tersebut terletak tepat diatas sebuah benda yang masih terbungkus rapat di dalam kotak lainnya.

Lantas Alan merasa canggung melihat tulisan tersebut. Mengapa dia merasa seperti di mata-matai? Apa yang terjadi sebenarnya?

BaperWhere stories live. Discover now