Misunderstand - Harry Styles

1K 72 12
                                    

Kau tau kan bagaimana perilaku perempuan saat dalam masa periodenya? Ya, benar benar. Mereka suka mengamuk sendiri, sangat sensitif, kadang saking anehnya bisa-bisa menjambak rambut orang,  dan tiba-tiba langsung menangis sendiri tanpa tau penyebabnya. Sebenarnya itulah perilaku yang ada dalam kekasihku, tidak peduli sedang dalam periodenya atau tidak. Agak gila, ya?

Seperti hari ini. Tadi, aku hanya telat menjemputnya dua menit dan ia langsung ngambek dua jam. Ia mulai mencari-cari kesalahanku dan berusaha menyalahkanku atas semuanya. Katanya, aku telat karena aku ketiduran lah, habis mengencani perempuan lain lah, sudah tidak sayang padanya lagi lah, dan lain-lain. Di rumahnya, tanpa alasan ia menangis memukul-mukul bahuku bahkan menjambak, dengan  curhatan beruntun keluar dari mulutnya. Setelah puas, ia memelukku dan meminta ciuman dariku. Sekarang disinilah ia dalam pelukanku.

“M-maafkan aku, Harry..” isaknya sembari mengusapkan air matanya pada kemejaku. Well, aku tidak keberatan sama sekali dengan itu, ia kekasihku dan aku wajib menjadi sandarannya disaat ia sedih. “Jangan t-tinggalkan aku..”

“Itu bukan masalah, sayang. Aku mengerti.” Balasku sambil mencoba merapikan poniku yang berantakan sehabis terjambak dengan sengaja oleh gadis di sebelahku ini. Aku memang tipe pria yang selalu sabar dan mengerti wanita, jadi, menurutku itu wajar.

“Kau memang terlalu baik, aku selalu merasa tidak pantas untukmu karena aku terlalu jahat terhadapmu..”

“Dengar, selama kau masih bertingkah wajar selayaknya wanita, aku akan selalu mengerti. Aku tidak akan meninggalkanmu, janji.”

Kami menautkan jari kelingking kami masing-masing, lalu aku langsung menghantam bibirnya kembali selama beberapa menit.

*

“Ke taman, Harry.” Jawab Maria akhirnya setelah aku bertanya berpuluh-puluh kali tanpa digubris.

Aku menghentikan langkahnya, “biar aku temani.”

“No need, aku akan pergi bersama Brian.”

Mendengar nama itu pun aku langsung menghela nafas dalam, “Brian lagi? Kau kenapa sih akhir-akhir ini sering pergi bersamanya? Kau tidak ingat bahwa kau mempunyai seorang pasangan yang akan dengan senang hati menemanimu jalan-jalan kemana saja? Menurutmu aku akan cemburu tidak?”

Maria melepas tanganku dari pergelangan tangannya lalu berjalan mendahului, “sampai jumpa, Brian sudah menunggu.”

Oh, man.

Kadang aku agak bingung dengan diriku sendiri. Bisa-bisanya dulu aku menyatakan perasaanku pada gadis galak, cuek, tidak peka dan labil seperti Maria? Ayolah Harry, kau itu pria tertampan seantero sekolah. Mengapa kau malah terlalu setia pada satu orang di mana semua gadis ingin menikmati bibirmu?

Pun aku menggertak gigiku dan berbalik menuju mobil. Kucoba untuk merasa tidak peduli pada Maria yang malah secara langsung mengatakan bahwa ia akan mengencani pria lain pada kekasihnya.

God dammit! Tidak, aku tidak bisa. Rasa cinta dan peduliku pada gadis aneh itu sudah kelewat batas. Jelas aku tidak bisa tinggal diam mengetahui gadisku akan berdua bersama pria lain di taman. Siapa tau Brian macam-macam? Siapa tau ia menyentuh Maria? Siapa tau ia memeluk Maria? Siapa tau ia merebut ciuman Maria? Oh, God.

Pun aku memutar tumitku berbalik dan berlari ke arah taman yang biasa aku kunjungi pula bersama Maria di akhir minggu. Taman yang sering kali menjadi tempat kencanku bersama Maria. Taman yang sudah berratus-ratus kali menjadi saksi cinta kami. Shakespeare Park.

Di sana mataku berputar menelusuri segala penjuru taman yang tidak terlalu besar ini dan akhirnya menemukan Maria sedang duduk di samping laki-laki yang kuyakini adalah Brian. Kulangkahkan kakiku ke arah mereka untuk menarik Maria kembali padaku.

One Shot [by request]Where stories live. Discover now