9 | h-1

546 136 136
                                    

a day before.

Suasana di luar mulai ramai riuh dengan suara anak kecil berkeliaran. Dengan tidak peduli, mereka terus meniup terompetnya dan mulai menyalakan kembang api mengingat ini penghujung tahun pergantian 2018. Mereka tidak menghiraukan sama sekali udara malam kota Sydney yang bersuhu di bawah 10°C.

Tapi lain hal dengan Michael dan Leanne. Mereka berdua hanya berdiam di rumah, hanya menonton film dengan kepala Michael yang tersandar malas pada pangkuan Leanne. Wajahnya terlihat jauh dari kata sehat; terdapat lingkaran hitam pada sekeliling matanya, pipinya yang menirus serta beanie hitam rajut untuk menutupi rambutnya yang menipis karena efek dari chemoterapy terakhir yang ia jalani.

"Le, bosen deh gue. Main keluar yuk."

"Gak. Lo gak inget keadaan lo kemaren kayak apa?"

Michael memutar kedua bola matanya malas. "I'm alright, Leanne. Live is to enjoy. YOLO, right?"


Pada akhirnya Leanne menurut. Karena percuma berdebat dengan orang berkepala batu seperti Michael.

Leanne dengan segera keluar rumah dan membawa mobilnya ke Observatory Hill Park. Awalnya mereka hendak pergi ke Sydney Harbour, tapi kata Michael tempat itu sudah terlalu mainstream. Belum lagi ini sudah pukul 7 malam, yang mana pasti di sana sudah sesak dengan lautan manusia.

Setelah turun dari mobil, dengan cepat Michael berlarian kecil mencari spot bagus yang kosong. Pada akhirnya dia mendapati spot di bawah pohon besar dan langsung saja menggelar sebuah tikar di sana.

Masih beberapa jam lagi memang menuju tengah malam. Waktu kosong itu dimanfaatkan Michael dan Leanne untuk sekedar mengobrol tentang apapun, dari yang penting sampai yang tidak.

"Gak kerasa deh, hari ini udah genap empat minggu dari prediksi dokter. Berarti waktu gue buat di dunia tinggal sebentar lagi, ya Le?"

Leanne dengan refleks matanya melebar mendengar ucapan Michael. "Apaan si. Dokter bukan Tuhan, Mike. Dan lo lebih percaya sama prediksi tolol dari dokter?"

Michael diam tidak menjawab. Matanya hanya menatap lurus gemerlap cahaya lampu dari Sydney Harbour yang terlihat jelas dari atas bukit. Kepalanya tersandar pada batang pohon dengan malas. Ia lalu tersenyum kecut.

"Tapi bukannya dokter memprediksikan sesuai fakta?"

Ya, memang. Leanne tau itu. Michael benar. Dokter tidak mungkin asal membuat sebuah prediksi. Tapi Leanne memilih untuk menolak mempercayai itu. Ia tidak mau percaya. Tentu saja karena ia belum siap untuk kehilangan Michael dari dunia.

"Waktu gue gak lama. Tapi banyak banget hal yang belum gue lakuin atau sampein ke orang sekitar gue."

Leanne tidak menimpali ucapan Michael. Ia hanya memperhatikan Michael yang berbicara.

"Gue belom bisa bahagiain emak sama baba gue," Kepalanya sekarang teralih pada Leanne. "Gue bahkan belom sempet nikah trus punya 15 anak yang gue bakal warnain semua rambutnya."

Leanne yang tadinya sedih jadi tertawa keras mendengar cita-cita konyol Michael. "Yakali diwarnain semua. Jadi kayak ayam sayur yang ada."

"Gue bahkan belom sempet jujur sama lo, Le."

Leanne langsung terdiam. Dia tidak mau kegeeran. Tapi cara Michael menatapnya kali ini benar-benar beda dari biasanya.

"Maksudnya?"

"Ini lo yang bego atau gue yang ngasih kode kurang jelas?" Michael lalu menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil.

"Ih apaan si? Seriusan."

"Ya gue juga seriusan. Gue gak tau sejak kapan. Well, awalnya emang biasa aja. Lo emang gak secantik cewe-cewe yang dulu ngejar gue di sekolah, gak seimut Ariana Grande apalagi sehottie Cameron Diaz, tapi ada sesuatu dari lo yang bikin gue nyantol. Dont't know, I just think I'm into you?"

Michael mengucapkan kalimat terakhir dengan sangat pelan. Ia juga terlihat menghindari mata Leanne yang kaget.

Jika kalian mengira Michael dan Leanne berpacaran, kalian salah. Selama ini mereka hanya bersahabat. Keduanya selalu menyangkal setiap ditanya perihal perasaannya satu sama lain. Nyatanya mereka tidak sadar dengan perasaannya masing-masing.

"Mich-"

"Lo gak harus jawab kok. Mana ada orang yang mau sama orang yang umurnya udah sebentar lagi kayak gue?" Ia lalu tertawa pada omongannya sendiri.

"Michael! Gue gak suka lo ngomong begitu!" Leanne diam sesaat karena sadar ia baru saja membentak. "Kenapa baru sekarang? I thought my love was just a row that goes one way."

Michael langsung memalingkan wajahnya ke arah Leanne. Tatapannya bingung sekaligus kaget karena tidak percaya.

"You better not kidding me, Leanne."

Leanne lalu tertawa kecil. Setelahnya ia memberanikan menatap mata Michael. "Apa gue keliatan bercanda?"

Senyum Michael mengembang lebar. Detik selanjutnya ia mendekatkan tubuhnya ke arah Leanne lalu menyandarkan kepalanya pada bahu gadis itu. Sedangkan tangannya memberanikan untuk menggamit tangan Leanne dan mengusapnya hangat.

"Gue tau ini terbalik. Seharusnya lo yang nyender. Tapi ya bodo amat lah ya, kepala lo bagol, berat."

Leanne terkekeh kecil. Dalam keadaan seperti ini pun Michael masih sempat bercanda. Dan jujur saja, itu membuatnya semakin sulit untuk melepas Michael buat selamanya.

"Love ya Mikey a.k.a kitten punk rock."

Michael tersenyum lembut mendengarnya. Genggamannya pada tangan Leanne bertambah erat. Seolah ia tidak mengizinkan Leanne untuk jauh-jauh darinya.

Untuk yang pertama kali sejak hari Michael divonis kanker, ia kembali merasakan kebahagiaan utuh yang sederhana. Selama beberapa menit, ia seakan lupa tentang waktu hidupnya di dunia yang sudah tidak akan lama lagi.

"Not even the Gods above can seperate the two of us."

***

A/n hwaa dikit lagi nyampe di 'ending'

Tadinya pen dabel apdet, eh mager ehehe

Btw anggep aja critanya winter di ostrali bulan desember hehe

BTW HEPIBESDEY KITTENKU, MICHAEL.

POKOKNYA ALASYU💕💕💕

Last Days | m.cTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang