5. Berlanjutkah?

5K 1.1K 147
                                    

Sunshine 🌞(4)

atsna.ys :
Hnggg.. subhanallah  ganteng

rifka_er :
Sehat Na?

vionavio :
Kenapa tuh anak?

Aku tak membalas pesan dari teman-temanku. Entahlah kenapa aku bisa menulis pesan se-random itu di grup chat. Satu lagi, di saat seperti ini masih sempat-sempatnya seorang Atsnaita Yashinta mengetik pesan absurd di grup. Ya, di saat di ruang tamu masih ada tamu yang seharian ini membuat hatiku tak tenang. Semakin tak tenang setelah melihat orangnya seperti apa.

Aku letakkan ponselku asal di atas kulkas dan buru-buru mengambil minuman untuk tamu agung ibuku. Memang benar kan tamu agung ibuku? Karena Ibu lah yang paling excited menyambut kedatangan tamu ini. Buktinya semuanya dipersiapkan Ibu dengan sempurna, bahkan minuman untuk tamu pun aku tinggal menuang di gelas dan mengantarkannya ke ruang tamu.

Astaghfirullah! Jantungku sudah seperti genderang mau perang ketika aku berjalan mendekat ke meja untuk meletakkan gelas yang berisi teh manis buatan Ibu. Kalian tahu bahkan tanganku sampai gemetaran ketika meletakkan satu per satu gelas itu di meja. Rasanya seperti semua orang di situ tengah menatapku, dan sepertinya memang iya. Ketika aku iseng melirik laki-laki yang duduk di sofa paling pojok, tak disangka ternyata ia juga tengah menatapku yang membuat manik kami bertemu.

"Innalillahi!" pekikku ketika aku tak sengaja menumpahkan satu gelas teh. Membuat semua orang kaget dan langsung menatapku.

Kalian pikir laki-laki itu akan bangkit dan membantuku membereskan kekacauan yang kubuat di atas meja? No, kalian salah. Bahakan dia langsung memalingkan wajahnya. Padahal ia penyebab kekacauan ini. Kalau saja tadi ia tidak menatapku dan membuat mata kami bertemu pasti aku tidak akan segugup ini sampai menumpahkan teh.

"Hati-hati nak.." ujar ibu Mas Irshad lembut yang kubalas dengan senyuman kikuk. Tante Qori hanya tersenyum maklum ke arahku. Aku? Hhh sudah malu bukan kepalang.

"Ambilin yang baru Na buat Mas Irshad.."

"Iya Bu."

Aku langsung melangkah pergi meninggalkan ruang tamu menuju dapur sembari memegangi dadaku. Sepertinya jantungku ingin melompat keluar dari tempatnya. Sempat kesal juga dengan reaksi acuh Mas Irshad tadi. Bukannya aku berharap lebih, hanya saja... Hhh menyebalkan!

Samar-samar dari dapur aku mendengar suara tawa orang-orang yang ada di ruang tamu. Namun aku tak mendengar suara Mas Irshad. Oh iya, aku belum pernah mendengar suaranya seperti apa. Sedari tadi ia belum buka suara sama sekali.

"Ya ini nak Irshad anak Ibu, namanya Atsna," ujar ibuku ketika aku kembali dari dapur dengan satu gelas teh di atas nampan.

"Ya gitu emang anaknya. Masih kelihatan bocah banget," tambah ibuku.

Kalau masih bocah kenapa disuruh buru-buru nikah sih, Bu?

Aku tak berani melihat bagaimana respon Mas Irshad. Hal itu pasti akan mebuat jantungku bekerja lebih keras lagi. Tak baik.

"Ya ini nak Atsna yang namanya Irshad," ujar ibu Mas Irshad sembari tersenyum.

"Anaknya emang pendiam dan agak pemalu," timpal ayahnya.

Selanjutnya orangtua kami beserta Tante Qori asik berbincang ria. Aku dan Mas Irshad seperti pajangan di ruangan ini. Entah sudah berapa lembar tisu yang kusobek-sobek untuk menghilangkan kecanggunganku. Tadi sempat aku mencuri pandang karena penasaran apa yang dilakukan Mas Irshad ketika para orangtua sibuk berbincang, ternyata ia sibuk memandangi foto wisudaku yang di pajang di ruang tamu.

M A R R I E D ?  ?  ? Where stories live. Discover now