BAB 4: AWAL

114 7 1
                                    


Sudah tiga hari lamanya aku mengenal Katherine.

Aku salah mengenai dia. Awalnya kukira dia adalah mahkluk berkepribadian sangat buruk tanpa perasaan. Ternyata berbalik jauh dengan perkiraanku. Dia adalah mahkluk yang tidak sopan dan tidak ramah tapi dalam hatinya dia itu baik dan sangat pengertian. Akhirnya ada yang bisa mengerti aku selain Tuhan dan Morgan.

Tapi sekarang aku sudah baikan. Tentu saja aku harus kesekolah. Itu membuatku sedih karena aku harus berpamitan pada Katherine dan Morgan, yang kusayangi dan pergi kesekolah yang menyebalkan dan membosankan.

Seperti biasanya, aku duduk sendirian. Aku mendengar para anak-anak perempuan mulai bergosip dan berbisik-bisik sambil menyebut namaku pelan-pelan agar aku tidak bisa mendengarnya.
Bodoh sekali.

Aku hanya menatap buku ku sambil memindahkan setiap halaman yang kubaca dengan teliti. Aku sudah sangat terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Para laki-laki yang berkeliaran, main game dan tertawa keras-keras, para gadis yang sibuk dengan gosip yang tidak berguna itu, guru yang mengajar dengan mata yang menyebalkan itu, dan aku. Dipikiranku hanya aku dan buku. Hanya itu saja.

Pelajaran sejarah.
Guru menyuruh kami untuk membuat kelompok yang masing-masing beranggotakan 4 orang. Aku agak panik. Maksudku, siapa yang mau berkelompok denganku?? ahh tidak!!

Tapi tiba-tiba suara serak yang familiar itu memanggil namaku.
"Kath.. mau satu kelompok dengan kami??"
Itu Leon. Si jahil itu.
Aku tidak mau satu kelompok dengan dia. Tapi apa boleh buat.. Aku harus bergabung dengan mereka.

Aku, Leon, Patricia, dan Rando.
Kami duduk berempat.

Patricia adalah gadis bertubuh agak lebih kecil dariku. Rambutnya hitam pekat bergelombang sampai leher dengan muka yang bulat dan pipi yang kemerah-merahan serta mata yang berwarna hijau tua. Banyak disukai oleh beberapa anak laki-laki dikelas. Dia adalah anak yang tidak berisik seperti anak perempuan yang lainnya. Dia tidak suka menggosip. Orangnya kalem tapi banyak teman.

Rando adalah anak laki-laki yang pandai dan jago matematika. Dia pernah beberapa kali ikut lomba olimpiade matematika. Walaupun hanya dapat juara 2 terus. Dia adalah anak laki-laki yang tinggi dan tegap.

Leon terkenal sebagai anak yang usil dikelas. Rambutnya berwarna coklat tua seperti warna kulit kayu jati, agak kurus tapi sangat kuat, matanya yang bulat dan bersinar seperti berlian, bulu mata yang panjang dan lentik, senyumnya yang lebar dan bintik-bintik dipipinya yang merah merona, serta bibirnya yang merah seperti bayi itu.
Aku benci ketika dia menatapku dengan matanya yang seperti berlian itu. Bisa dibilang, aku bisa terlarut dalam mata 'tipuannya' yang sangat indah itu.

"Merepotkan sekali." Ucapku dalam hati.
Aku tidak suka kerja kelompok seperti ini. Aku lebih suka kerja masing-masing karena aku sangat sulit untuk bergaul pada orang lain. seperti ini.

Patricia mendekatiku pelan-pelan. Kurasa ia ingin memulai percakapan. Saat itu dia memandangiku terus menerus sampai dia membuka mulutnya dan menutupnya kembali dalam 3 detik. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi. Entah kenapa.
Kedua lelaki lainnya sibuk membicarakan tentang game.

5 menit kemudian Patricia kembali memandang padaku lagi. Kali ini dia benar-benar berbicara.
"halo.." sapanya dengan suaranya yang seperti angin yang berhembus dengan lembut.
"halo.." aku menjawabnya.
"kamu Kath kan? akhir-akhir ini kamu jarang sekolah ya? kenapa?"
Baru kali ini ada yang bertanya seperti itu padaku. Biasanya mereka tidak peduli kalau aku sekolah atau tidak.

"ahh, itu.. Waktu itu aku sakit jadi tidak bisa kesekolah."
Dia kelihatan terkejut. Sepertinya dia tidak tau sama sekali kalau aku waktu itu sedang sakit.

"kenapa kau tidak minta izin pada guru atau ketua kelas?"
Sial. Sebenarnya aku sudah minta izin pada ketua kelas itu. Tapi sepertinya dia hanya mengabaikannya.
Aku hanya menjawab pertanyaan Patricia dengan tertawa saja.
Aku kesal sekali. Ingin rasanya aku memarahi si ketua kelas bodoh itu.

"hey, sepertinya kita harus mulai mencari materi-materi untuk presentasi ini.."
Kata Rando memotong pembicaraan kami.
"ahh, iya,ya.." Ucap Patricia sambil mengeluarkan laptop dari tas ungunya.
"yyyaaaaassss... Mari bekerjaaaa..."
Kata Leon sambil menarik kedua tangannya keatas. kemejanya yang pendek terangkat sampai memperlihatkan perut 'indah' nya. Seperti mau pamer.

"kalau begitu aku dan Rando mengetik materinya. Kalian berdua saja yang mencari materi-materinya ya.." Ucap Patricia sambil menyalakan laptop miliknya.
Aku hanya mengangguk setuju saja.
Leon menunjukkan ekspresi tidak peduli.

Saat bel pulang berbunyi guru sejarah mengatur buku-buku yang berserakan di mejanya dan mengaturnya.
"minggu depan presentasi yaa.."
"ya buu.."
aku tidak menjawab. Aku mengatur bukuku dan kembali ke tempat dudukku yang semula untuk mengambil tasku.
Patricia memandangiku dari belakang kemudian menepuk pundak kiriku.
"kita pulang sama-sama yuk?"
Aku agak terkejut. Baru kali ini ada yang mengajakku pulang bareng.
"boleh, boleh.."
Tentu saja aku mau.
Siapa yang mau menolak?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 29, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Another World In The MirrorWhere stories live. Discover now