Stadium 1

31.8K 1.7K 10
                                    


Tiga tahun berlalu sejak Kevin meninggalkanku. Well, aku masih hidup dan sama sekali tidak mendendam kepada mantan suamiku yang sifatnya sungguh-sungguh sialan dan unpredictable. Persetan, orang yang sudah membuangku akan aku lupakan, karena orang seperti itu tidak layak untuk diingat.

Apa aku masih mengingatnya sampai sekarang? Jawabannya biarkan Tuhan saja yang tahu. Sejak dia pergi aku membuang semua pakaiannya, potret wajahnya, dan segala sesuatu tentang dia, karena Kevin begitu memuakkan. Hanya yang berguna saja yang aku biarkan tinggal, seperti rumahnya. Aku tidak menjual rumahnya karena aku akan terlihat konyol kalau harus tinggal luntang-luntung di jalanan.

Aku mengabaikan rasa sakit hatiku, karena itu semua tidak penting. Pelajaran berharga dari kisah hidupku ini adalah jangan terlalu cinta dengan sesuatu, karena bisa saja kecewa yang akan kita tuai. Jangan terlalu percaya dengan rayuan lelaki, karena banyak lelaki bejat yang tidak bermoral yang berkeliaran bebas di alam ini. Kita sebagai kaum wanita harus selektif memilih pasangan hidup. Lebih baik menikah dengan orang jelek daripada dengan yang tampan tapi brengsek.

"Kak, makan dulu." Claire sudah menantiku di meja makan. Ia tengah menyantap sup ayam buatanku.

"Memikirkan sesuatu?" Claire bertanya dan aku ikut bergabung untuk makan malam.

"Memikirkan apa?" aku memulai acara makanku.

"Aku benci sekali kalau bertanya tapi jawabannya berupa pertanyaan juga." Claire Young mengeluh.

"Makan yang tenang, anak gadis harus memiliki etika yang baik." Aku tersenyum mengejek.

"Please, jangan bahas itu lagi. Aku tahu kalau aku suka berteriak, tidak suka memakai dress, tidak suka berdandan, dan itu memang gayaku."

"Ayolah, Claire, kamu sudah dewasa. Mana mungkin kamu bekerja menggunakan celana jeans? Kantor mana yang akan menerimamu? Apa tidak kasihan Peter?"

"Entahlah. Aku masih dalam rangka liburan, jangan ungkit-ungkit mengenai pekerjaan, tugas akhirku saja masih belum jelas. Ingat, kak, aku dan Peter hanya berteman."

"Aku tidak bertanya soal Peter? Kau merindukannya?" aku bertingkah bodoh dan menggoda adik kandungku yang sejak Kevin menghilang aku suruh tinggal bersamaku, daripada ia tinggal sendirian.

"Jangan urusi hubunganku dengan Peter, kamu sendiri, kak, masih belum bisa move on, kan?" kenapa juga adikku mengungkit-ungkit masalah Kevin.

"Aku sudah move on, sejak lama malahan. Kenapa?"

"Lalu mana pacar kakak?"

"Kevan." Aku tersenyum dan menampilkan wajah polos tidak berdosaku.

"Astaga, kakakku sayang. Tolong bedakan mana anak mana kekasih." Adikku mulai menggerutu dan kesal sendiri, aku hanya membalas dengan senyuman konyol kepada adikku.

"Suka-suka kakak mau pacaran dengan siapa saja." Aku menyuapkan sup ke dalam mulutku, sedikit mengunyah dan menelannya.

Adikku tampak menggemaskan dengan tampang kesalnya, aku tidak peduli apa yang sedang ia pikirkan sekarang, aku hanya perlu makan lalu pergi ke suatu tempat untuk berdendang.

Aku melupakan siapa diriku untuk beberapa saat, karena aku sadar, meskipun aku tampak tersenyum bahagia, aku masih memiliki hati yang tidak sempurna. Aku masih terluka. Di café milik teman, aku menumpahkan emosi apa saja. Tidak harus kesedihan diluapkan dengan tangisan, aku tidak suka terlihat semakin buruk. Aku akan menyanyikan lagu apa saja untuk menghibur diriku sendiri dan menghibur orang lain.

Aku memejamkan mata, menunggu musik pengiringku memainkan iramanya. Malam ini adalah milikku, dan hidup ini adalah milikku.

I heard ( Kudengar )
That you're settled down ( Kau telah menetap )
That you found a girl ( Kau telah temukan seorang gadis )
And you're married now ( Dan kau tlah menikah )
I heard ( Kudengar )
That your dreams came true ( Impianmu terwujud )
Guess she gave you things ( Pasti dia memberimu segala )
I didn't give to you ( Yang tak bisa kuberikan padamu )

Old friend ( Teman lama )
Why are you so shy ( Kenapa kau begitu malu )
It ain't like you to hold back ( Engkau bukanlah orang yang peragu )
Or hide from the light ( Atau suka sembunyi dari cahaya )

I hate to turn up out of the blue ( Aku benci harus muncul tiba-tiba )
Uninvited ( Tak diundang )
But I couldn't stay away ( Namun aku tak bisa diam saja )
I couldn't fight it ( Aku tak tahan )
I'd hoped you'd see my face ( Aku berharap kau lihat wajahku )
And that you'd be reminded ( Dan kau kan teringat )
That for me ( Bahwa bagiku )
It isn't over ( Semua ini belum usai )

Never mind I'll find ( Tak mengapa kan kutemukan )
( Seseorang sepertimu )
I wish nothing but the best for you ( Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu )
Too.. Don't forget me ( Dan juga.. jangan lupakan aku )
I beg ( Kumohon )
I remember you said ( Aku ingat kau pernah berkata )
Sometimes it lasts in love ( Kadang cinta akan abadi )
But sometimes it hurts instead ( Namun kadang juga menyakitkan )
Sometimes it lasts in love ( Kadang cinta akan abadi )
But sometimes it hurts instead ( Namun kadang juga menyakitkan )
Yeah

You'd know ( Kau kan tahu )
How the time flies ( Betapa waktu cepat berlalu )
Only yesterday ( Baru kemarin )
Was the time of our lives ( Waktu kita bersama )
We were born and raised ( Kita lahir dan besar )
In a summer haze ( Dalam kabut musim panas )
Bound by the surprise ( Terikat oleh kejutan )
Of our glory days ( Hari-hari jaya kita )

Nothing compares ( Tak ada yang sepadan )
No worries, or cares ( Tak usah kuatir, atau peduli )
Regrets and mistakes ( Sesal dan kesalahan )
They're memories made ( Semua itu kenangan yang tlah dibuat )
Who would have known... How... ( Siapa yang tahu ... bagaimana.. )
Bittersweet ( Simalakama )
This would taste ( Begitulah rasanya )

Aku menatap setiap orang yang ada di café ini, aku baru saja aku menyelesaikan lagu yang sengaja dipesan oleh seorang wanita. Aku harap ia tidak sedang patah hati. Suara tepuk tangan menggema dan aku tersenyum hambar, masih ada beberapa lagu lagi yang harus aku nyanyikan malam ini.

Sweet BabyWhere stories live. Discover now