Bagian #1

81.5K 1.4K 105
                                    

WARNING!Cerita ini dirombak habis2an, dari nama tokoh utama maupun pengganti hampir semua diubah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WARNING!
Cerita ini dirombak habis2an, dari nama tokoh utama maupun pengganti hampir semua diubah. Buat pembaca lama semoga masi tetep nyantol ya chemistri nya. Buat pembaca baru selamat datang dan semoga suka❤

Banyak adegan yang ditambahi ataupun dikurangi dari versi lama!

***

Bismillanirrahmanirrahim.

"Karanha Fairel Calief bin Kabir Calief, Saya nikahkan dan Saya kawinkan engkau, dengan anak Saya Naraya Xafira Sharq binti Ashraf Sharq dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Naraya Xafira Sharq binti Ashraf Sharq dengan maskawin tersebut dibayar tunai"

Bagaimana para saksi?

Sah

Sah

Sah

Alhamdulilah, Al-Fatihah.

Karan mencium kening Nara penuh keterpaksaan, lalu dilanjutkan dengan Nara yang mencium tangan Karan dengan kaku.

Lalu keluarga mereka saling tersenyum, beberapa meneteskan air mata, dan dua pengantin hanya diam tanpa ada pembicaraan, pandangan mereka kosong, seperti menerawang jauh entah ke mana.

Kesadaran keduanya seperti hilang tertelan bumi, tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Tanpa adanya diskusi atau pembicaraan bahkan tiba-tiba diajak pergi paksa, lalu adegan rias merias yang super kilat dan berakhir dengan ijab kabul, serta ikatan seumur hidup yang akan ditanggung mereka berdua.

"Karan selamat, Ayah minta maaf tidak mendiskusikan nya denganmu." Tepukan seorang lelaki paruh baya, kepada seorang lelaki muda yang sedari tadi terdiam, membuat semua pasang mata langsung tertuju kepada kedua lelaki kembar beda generasi itu.

"Ini semua gila, Karan tidak mengerti, siapa gadis ini? bahkan baru kali ini saya melihatnya," jawab lelaki itu sambil tertawa hambar membuat lelaki paruh baya itu membisu.

"Mama, apa maksudnya? Nara juga tidak mengerti." Perempuan berkebaya putih itu berucap, sambil berjalan gontai kearah wanita berhijab mocca di sebrangnya.

"Naraya tau? Mama tidak mau ini terjadi, tapi papa kamu meyakinkan mama kalau ini yang terbaik," ucap wanita itu pelan sambil membelai lembut lengan putrinya.

"Maaf Tante, maksud Tante yang terbaik itu bagaimana? kita tidak saling mengenal sama sekali, lalu hubungan ini? Astaga bagaimana pemikiran orang tua zaman sekarang!" Lelaki itu berteriak, dengan tatapan nyalang yang entah di tujukan kepada siapa.

"Karan, Bunda yakin kamu anak baik, buktikan pada Bunda dan ayah jika kamu akan berubah menjadi lebih baik lagi karena pernikahan ini." Wanita bercelak apik itu ikut berbicara sambil menggegam tangan putra semata wayangnya dengan sedih.

"Bukan begini caranya, ini pernikahan. Bagaimana bisa kalian bermain-main dengan sebuah pernikahan?"

"Tutup mulutmu Karan, semua sudah terjadi, dan sebagai seorang lelaki kamu tau apa yang harus kamu lakukan, bukan?" teriak lelaki itu. Siapa lagi kalau bukan ayah Karan, pak Kabir.

"Kalian semua gila. Saya tidak mengerti. Apa pun terserah, saya lelah!" ucap lelaki itu sambil berlalu keluar, tapi sebelum sempat menginjak lantai teras, pak Kabir sudah menyeretnya dan memberikan satu tamparan hebat di pipi kiri Karan.

"Papa stop!!" teriak bu Anna tidak terima melihat putra kesayangannya ditampar sedemikian rupa.

"Sudah Kabir, Biarkan mereka yang menyelesaikan masalah ini, kita sebaiknya pulang saja," ucap pak Ashraf berusaha menengahi perdebatan keluarga besannya itu.

"Ma, Nara ikut pulang, ya?" cicit gadis itu pelan sambil menggoncang tangan mamanya, Fatima.

"Maa, Nara tidak akan keluar malam lagi. Tidak akan pergi ke club lagi, tidak akan membantah Mama lagi. Nara akan jadi anak baik, janji, asal Nara ikut Mama ya sekarang?" sambung gadis berusia sembilan belas tahun itu dengan mata yang sudah berkaca.

"Naraya sayang, maafin Mama ya." Rengkuhan hangat ditubuh mungilnya, membuat tangis gadis bersanggul modern itu akhirnya pecah. "Nara anak baik, sangat baik," bisik wanita paruh baya itu pelan di telinga putri tunggalnya.

"Drama apa lagi ini? Astaga saya muak." Suara seorang lelaki memecah keheningan yang sempat terjadi dikarenakan adegan mengharukan antara ibu dan anak yang baru saja terjadi. "Lanjutkan saja dramanya, saya lelah dan mau istirahat!" lanjut lelaki muda itu sambil melepas paksa cincin di tangan dan menaruhnya di meja.

"KARANHA!"

"Sudah Kabir, anak itu butuh ketenangan, mungkin dia terlalu shock dengan semua yang terjadi," ucap Ashraf mencoba menenangkan sahabat karibnya, Kabir hanya diam sambil menatap nanar punggung putranya yang sudah menghilang dari balik pintu.

"Maa, Nara bagaimana?" rengek gadis itu kembali kali ini sambil menggoncang bahu wanita yang telah melahirkannya.

"Kamu susul Karan diatas ya, Nak. Berikan cincin ini kepada suami kamu. Karan anak baik, dia seperti itu hanya karena emosi, percaya sama Bunda, oke?" Anna mendekat, sambil memberikan cincin kawin yang sempat putranya lepas tadi kepada sang menantu.

"Naraya, maafkan kami semua, Mama sayang Nara, sayang sekali." Pelukan dan kecupan dari wanita paruh baya itu membuat gadis itu tetap membeku dengan air mata yang masih setia mengalir.

"Kami semua pamit ya, Nak. Ini semua dilakukan untuk kebaikan kalian berdua. Agar kalian lebih mengerti apa arti tanggung jawab yang sebenarnya," ucapan itu entah dari siapa, Nara sudah terduduk lemas di sofa sambil memikirkan, apa yang sebenarnya terjadi pada hidupnya??

 Agar kalian lebih mengerti apa arti tanggung jawab yang sebenarnya," ucapan itu entah dari siapa, Nara sudah terduduk lemas di sofa sambil memikirkan, apa yang sebenarnya terjadi pada hidupnya??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Revisi : 17-11-2019

FALLING IN LOVE [REPOST] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang