🌸Bab 3🌸

321 10 1
                                    

Seminggu sebelum pernikahan berlangsung, dan Adya yang memutuskan untuk tidka ambil pusing dalam urusan penikahan itu.

"Adya, pergi temui calon suami kamu. Kenalan dulu." Bujuk Bunda.

"Malas, jangan paksa Adya."

Begitulah jawaban yang selalu ia lontarkan dengan hal yang berkaitan dengan pernikahannya. Memang benar dia tak perduli. Sehingga mau dibujuk oleh kakaknya pun, dia tidak akan goyah. Meskipun di keluarga ini kakak nya lah yang paling dekat dan selalu berhasil membujuknya.

Adya juga selalu menolak untuk bertemu dengan calon suaminya. Kalau calon suaminya atau keluarga pihak suaminya yang datang, dia hanya menunjukkan wajahnya sesekali dan lebih banyak menutup diri.

Baginya, pernikahan ini paksaan, bukan ke relaan.

Sejak beberapa hari juga Adya mulai mengunci dirinya dalam kamar. Tidak ingin bertemu siapapun. Makanpun jarang, paling hanya sesuap dua suap.

Sungguh, dia tidak dapat menerima ini semua.

Pernikahan yang seharusnya mejadi kebahagiaan terbesar malah menjadi sejarah hitam untuknya.

Sudah beberapa kali Adya menangis jika memikirkan hal ini. Mengadu pada Ezaf pun sudah terlalu sering. Sedang Ezaf sendiri tak mampu membalas apa-apa. Dia sendri terkejut dengan apa yang tengah terjadi.

Mengadu pada yang Maha Esa juga sudah. Sudah puas hatinya melupakan segala rasanya diatas sajadah, dalam doa dan sujud namun dia tetap menemui jalan buntu.

Pada sahabat, semua sudah ia luapkan. Mereka bahkan tidak tahu solusi terbaiknya apa.

"Kenapa nggak coba dekatkan diri dulu ke calon suamimu itu."

Hanya itu yang mampu disarankan oleh sahabatnya, termasuk Fas. Dan itu ditolaknya juga.

Untuk apa kenal dengan laki-laki yang kamu tidak mau berkenalan dengannya. Itu yang Adya pikir.

Hari itu, ketika persiapan terakhir dilakukan di rumah, Adya melihat pelaminan yang luas terbentang. Termenung lama disana.

Saat mulai memikirkan apa yang menimpanya, mulailah air matanya terasa ingin mengalir.

Ia mengerjap berkali-kali, di tahannya, namun gagal. Air matanya sangat tdiak bisa diatur! Ia bahkan tidak membawa tisu. Lalu pilihan terakhir jatuh pada ujung lengan bajunya yang kemudian diusapkan ke pipi untuk mengelap air matanya.

"Yaya.." panggil suara itu, suara yang sangat ia kenal.

Adya menoleh. Ezaf tengah memandangnya dengan senyuman tipis sebelum duduk di sebelahnya.

"Bagaimana kamu bisa sampai disini?" Tanya Adya.

"Naik mobil." Jawab Ezaf agak tenang.

Adya hanya diam. Tahu jika perihal menyembunyikan hal yang buruk, Ezaf adalah nomer satu.

"Kenapa calon pengantin baru malah menangis sedih seperti ini?" tanya Ezaf coba mencairkan suasana. Senyuman coba dia ukir,

Adya yang memandang Ezaf sekilas lantas menggelengkan kepalanya. Air matanya mengalir semakin deras.

"Bagaimana ini Zaf?" tanya Adya dalam tangisnya.

Ezaf berhenti tersenyum sebelum melemparkan pandangan pada pelaminan di depannya.

"Menurut kamu?" tanya Ezaf, perlahan.

"Mana aku tahu. Aku bisa gila tau Zaf." Balas Adya dalam isaknya.

Ezaf memandang Adya, 'Zaf lebih gila, Yaya.' Nafasnya ditarik lalu dihembuskan perlahan.

"Mungkin semua ini memang takdir-Nya. Mungkin kamu dan aku memang bukan jodoh."

Satu Bulan Untuk Suamiku ; Terjemahan IndonesiaWhere stories live. Discover now