2.1 Cinta Pada Pandangan Pertama

8.4K 1.4K 89
                                    

"Dek, dicari Agam tuh." Kepala Bintang menyembul dari balik pintu kamar Muti yang berantakan.

Muti yang sedang mengeringkan rambutnya, menoleh dan menyeringai. "Bentar lagi, Kak."

Setiap Sabtu pagi, Agam selalu menjemputnya untuk berolahraga di lapangan dekat stadion kota. Enaknya sekolah mereka, hari Sabtu dan Minggu ditetapkan sebagai hari libur. Sebagai gantinya, setiap Senin sampai Jumat mereka pulang jam tiga lewat tiga puluh sore.

Hari Jumat selalu menjadi hari yang menyenangkan untuk anak perempuan karena waktu istirahat yang panjang yang disebabkan adanya sholat Jumat. Meskipun pulang lebih sore dari biasanya, itu tidak menjadi masalah.

Toh, pulang cepat atau lambat, anak-anak itu selalu suka berlama-lama nongkrong di sekolah sekedar untuk bergosip di kantin, atau hanya berkumpul di dekat lapangan parkir sekolah.

"Kak, bagi ongkos dong?" Muti mendekati kakaknya yang tengah memberi makan ikan-ikan di kolam belakang rumah.

"Lho kemarin sore 'kan Mamah udah ngasih?" Bintang mengerutkan alis tebalnya yang sempurna.

Muti cemberut. "Diabisin pangeran cilik tuh." Dagunya menunjuk Langit yang tengah asyik membaca di bangku kayu panjang di samping kolam ikan.

Bintang terkekeh dan meraih kantong celana pendeknya lalu menyerahkan uang dua puluh ribu. "Nih, kembalian beli bubur tadi. Kamu nggak sarapan dulu?"

Muti menggeleng. "Kan nanti ditraktir Agam," jawabnya sambil menyeringai.

"Terus ngapain minta ongkos?"

Muti terkekeh tanpa menjawab pertanyaan kakaknya, dan meraih tangan Bintang untuk berpamitan. "Dah Kakaak! Dah Adeek!" Teriaknya sambil berlari ke depan untuk menemui Agam.

"Lama banget sih, Mut. Keburu pergi nanti tukang lontongnya."

Muti terbahak dan naik ke motor Agam. Jadi sebenarnya, tujuan utama mereka ke stadion setiap Sabtu adalah karena lontong sayur. Di sana, ada lontong sayur yang sangat enak. Penjual lonsay ini hanya mangkal di sana setiap Sabtu. Jika hari Minggu, dia akan pindah ke lapangan kota yang jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggal Muti dan Agam. Karena itulah mereka tidak pernah melewatkannya.

Dulu, biasanya Muti ke sana sendirian atau dengan Bintang. Namun semenjak Bintang bekerja paruh waktu, kakaknya itu menjadi malas bangun pagi. Setiap selesai sholat subuh, pasti kakaknya itu akan kembali meringkuk di kasurnya. Hanya jika Mama dan Ayah tidak ada di rumah saja, Bintang akan bangun pagi. Mengajak Langit jelas tidak akan berhasil. Anak itu paling malas berolahraga.

Dirinya dan Agam pernah tidak sengaja bertemu di sana. Karena itulah, sekarang Sabtu pagi menjadi jadwal rutin mereka untuk ke stadion. Apalagi Agam sangat royal dan selalu mentraktirnya. Tidak jarang, Muti membawa satu atau dua bungkus lontong sayur untuk dibawa pulang.

"Mut," panggil Agam saat mereka akhirnya mendapat tempat duduk. Karena sudah agak terlalu siang, sudah banyak orang yang mengantre untuk membeli lontong sayur legend itu.

Muti menoleh dan menaikkan alisnya, menunggu apa yang akan Agam katakan selanjutnya.

"Tolongin gue dong."

"Apaan?" Tanya Muti tidak terlalu fokus karena lonsay fenomenalnya sudah ada di hadapannya.

Makanan adalah salah satu kelemahan terbesar Muti. Lo butuh sesuatu dari Muti, kasih aja dia makan dan dia tidak akan menolaknya!

"Bantuin gue buat deketin Acha dong."

Muti menoleh pada Agam dengan kaget. Masih beruntung dia tidak tersedak labu siam yang tengah dikunyahnya.

(Not) An Ugly Duckling (TAMAT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon