The Rumored Tyrant, Oda Sensei!

147 9 1
                                    

Sarasa's POV

Penyesalan memang selalu datang belakangan.

Dan kata-kata itu sangatlah cocok buatku pada situasi pagi ini.

Akibat begadang karena bermain game semalaman, aku melewatkan alarm ponselku yang berbunyi dan tertidur hingga melewati jam bangun pagi yang sudah kutentukan.

"Sarasa! Bangunlah! Ini sudah jam 8 lewat 5 menit!!"

Aku bangun dari posisi tidurku tiba-tiba, terkejut saat merasakan guncangan pada tubuhku, hanya untuk kembali duduk dan memegangi kepalaku karena dunia di sekelilingku seolah berputar ketika aku tiba-tiba berdiri. Ibuku menghilang ke dapur sebentar, lalu kembali ke sofa tempatku duduk dan menyodorkan segelas air putih untukku, yang kuminum dengan tergesa-gesa. Ibuku hendak memperingatkanku untuk tidak minum dengan tergesa-gesa, ketika aku terbatuk karena kurasakan air yang kuminum masuk ke pipa yang salah.

"Kau ini... cepatlah! Bukankah hari ini tahun ajaran baru dimulai, hm?"

Huh?

"Tunggu, mama bilang jam berapa ini?"

"Jam 8 lewat..." ibuku menatap jam tangannya sebentar "... 10 menit."

"APA?!!"

Aku memberikan gelas dengan air yang sisa seperempat itu dan berlari menuju kamarku. Aku berhasil bersiap-siap ke sekolah dalam waktu yang tak wajar, dengan beberapa insiden di sana sini tentunya. Setelah menerima sarapanku dan memakai sepatu, aku segera berlari secepat mungkin menuju sekolah.

Apabila kalian sering membaca shoujo manga, maka kalian akan familiar dengan gadis yang berlari dengan roti menggantung di mulutnya. Jika kalian membayangkan aku melakukannya, hentikan sekarang juga. Aku pernah mencobanya dan hasilnya tidak seanggun seperti yang terlihat di anime. Saat kalian tiba di sekolah, wajah dan rambut kalian akan penuh dengan serpihan roti yang susah untuk dihilangkan karena roti itu akan menghantam wajahmu saat berlari. Maka dari itu, aku memutuskan untuk membawanya saja dan memakannya saat sudah di sekolah.

Pemandangan gerbang sekolah mulai terlihat dari kejauhan, dan aku mempercepat lariku. Tiba di depan gerbang, aku menyender pada dinding gerbang dan mengatur nafasku yang tak beraturan. Jam masih menunjukkan pukul 8 lewat 49 menit sedangkan bel masuk berbunyi jam 8 lewat 50, yang artinya aku selamat. Aku segera berdiri dan dengan bangga berjalan melewati gerbang, ketika sebuah suara yang dingin seperti musim dingin itu sendiri, membekukan langkahku.

"Terburu-buru, Hanamori?"

Aku mengutuk suara itu dalam hati. Aku mengutuk segalanya yang ada di alam semesta dan juga diriku yang kemarin malam mengambil keputusan untuk bermain game semalaman dan membiarkan diriku yang hari ini menderita akibatnya.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, dan berbalik, hanya untuk bertatapan langsung dengan iris heterokrom milik sang Dewa Ketertiban di Ikesen High, Uesugi-sensei. Seketika bulu kudukku berdiri saat menyadari bertapa dingin tatapannya padaku.

"Se-selamat pagi, Uesugi-sensei." Ucapku sambil membungkuk kaku.

"Selamat Pagi juga, Hanamori. Bagaimana acara lari pagi mu?" ia berjalan santai mendekatiku layaknya seekor predator yang menemukan makan siangnya, hingga berhenti tepat di hadapanku.

"Be-berjalan bagus, sensei! Hari ini saya tidak telat!!"

"Oh-ho? Jam berapa ini sekarang, Hanamori?"

Aku melirik jamku, kemudian menunjukkan pada Uesugi-sensei dengan bangga. "1 menit sebelum waktu yang ditentukan, sensei. Saya tidak terlambat!"

Pria bersurai blonde pucat itu menatap jam tanganku dengan alis terangkat. Ia kemudian tersenyum, yang ntah kenapa membuat udara di sekitarku terasa dingin.

Ikesen High Series : Case Of NobunagaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum