Mr.Shayk

2.4K 16 1
                                    

London, Januari 2012

Mr. Shayk Rachman masih sibuk membaca buku tebalnya. Rambut putihnya ia sembunyikan dengan sorbannya. Kaca mata bulat tuanya melorot hingga hampir menyentuh ujung hidungnya. Sesekali alis putihnya bergerak naik turun. Wajahnya berkeringat. Tetapi dia tidak terlihat lelah sama sekali. Mulutnya terus berkomat-kamit.

Entah apa yang dia baca, The History Of  Arabic maybe… Aku mengangkat kepalaku sedikit dari buku sejarahku yang tebal. Jujur, Aku sangat menyukai pelajaran sejarah… tetapi Mr. Shayk membuatnya terasa agak membosankan.

Ku memicingkan mataku untuk dapat membaca cover buku yang dia baca. ‘ Al-Qur’an’ oh… lantas saja dia sangat serius. Dia sedang membaca kitab suci rupanya. Aku mengalihkan pandanganku pada wajahnya. Mr. Shayk terlihat sangat tua, nampaknya guratan-guratan waktu telah menambah karyanya pada wajahnya.

Wajahnya terlihat lelah walaupun dia tidak pernah bersikap seperti itu. Ada semangat yang membara dalam mata kelabunya yang ia sembunyikan dengan kaca matanya. Aku memang tidak menyukai cara MR. Shayk mengajar. Bukalah bukumu dan bacalah sebanyak yang kau bisa. Dan 30 menit sebelum pelajaran selesai dia akan menjelaskan teorinya.

Walaupun begitu, dia merupakan dosen yang sangat baik. Dia kerap memberikanku sebuah inspirasi, Mr. Shyakk hidup sendirian di London, sedangkan keluarganya menetap di Jeddah. AKu merasa kasihan padanya, dirinya telah sangat tua entah sudah berapa umurnya. Setiap kali ada yang bertanya dia selalu menjawab “ selama yang bisa kau lihat ‘ jawaban yang sangat ambigu.

Mataku terus menatap wajahnya, aku merasa… entahlah.. aku merasa seperti melihat grandpa… ada rasa,… sayang pada diriku. Ada rasa bahwa aku sangat ingin melindunginya, dan aku tidak ingin melepaskannya. Dia adalah orang yang sungguh baik dan sederhana.

Mr. Shayk mendongkakan kepalanya sedikit, merasa diawasi. Di mendongak kearahku. Dan dengan secepat kilat ku kembali menatap bukuku. Dia membetulkan kacamatanya, dan melihat keseliling kelas. Lalu, dia kembali tenggelam dalam Qur’an.

Aku melirik jam tanganku… ya ampun, kelas sudah hampir selesai, dan dia belum sama sekali menjelaskan satu materi pun… aku membuang nafas perlahan. Ku mengalihkan perhatianku, menatap jendela disampingku. Sudah January tetapi salju masih tetap turun di London.

Kriiiiingggggg

Bell pun berbunyi keras. Serempak terdengar suara seisi kelas menutup buku tebal sejarahnya. Mr. Shyak berdiri menatap ke sepenjuru kelas. Para mahasiswa kembali duduk tenang setelah merapihkan mejanya.

“ ehem….” Dehamnya memulai pembicaraan

“ aku- aku sangat meminta maaf tidak menjelaskan apapun pada kalian hari ini, tapi…ehehm…” dia berhenti sebentar, berbalik dan mengelus dadanya. Aku merasa sangat kasihan.

“ well… I hope you still can understand what’s inside the book. Kerjakanlah kliping dengan tebal halaman minimal 30 lembar mengenai Perang Salib I dan II. Dan berikan opini kalian pada lembar terakhir, jangan lupa cantumkan ilustrasi… ehem…” ia berhenti sejenak… kembali mengusap dadanya.

“ ya… selamat menikmati makan siang kalian.. assalamualaikum warroh mattullahi wabarokatu!” ucapnya mantap

“ waalaikumsalam waroh matullahi wabarokatu” jawab seisi kelas.

Walaupun aku bukanlah seorang muslim lagi, tetapi aku masih mengingat salam itu dari mother. Dia sering mengucapkannya. Aku mengemasi barang-barangku. Memegang buku sejarah yang tebalnya minta ampun dan binder biru tebalku.

Seisi kelas hampir kosong. Hanya ada aku dan Mr. Shyak. Dia tampak terbatuk-batuk dan bergegas mengemasi barangnya. Dia mencoba melihatku melalui ekor matanya. Aku pun mencoba untuk meliriknya. Ketika mata kami bertemu, dia tersenyum. Senyum yang sangat tulus.

“ uhuk! Uhuk! Uhuk! Uhuk! Uhuk!” batuknya sambil mengelus dadanya

“ mr. Shyak… you okay…” tanyaku

“ that’s alright Alexander…”

“ well… um.. aku bisa ambilkan air jika kau mau…”

“ kau tak perlu berepot-repot…” dia tersenyum padaku. Bahkan dalam keadaan sakit seperti ini, dia masih bisa tersenyum.

Dia menarik kursinya dan duduk sebentar, mengambil nafas.

“ bapak…” ucapku pelan

Dia menatap ku dan kembali tersenyum.

“ bapak sebaiknya istirahat dirumah…”

“ hahaha…. Istirahat dirumah… nak! Nak!” dia kembali berdiri, membelakangiku

“ kenapa? Kau tak suka mata pelajaranku?” tanyanya

“ tidak! Tentu saja tidak! Sejarah adalah most favorite ku…” ucapku mantap

Dia berbalik menatapku, tersenyum dan mengangkat alisnya.

“ banyak mahasiswa yang tidak menyukainya…” ucapnya pelan

“ but I do, I do really loved it!” desakku, mencoba meyakinkannya

Dia kembali mengangkat alisnya

“ ya sudahlah kalau begitu… apa yang kau lakukan disini?” dia kembali duduk

“ Tidak sopan membiarkan guru yang sakit sendirian…”

“ aku baik-baik saja…”

“ tidak pak, tidak… bapak terus batuk, dan aku… aku… aku mengkhawatirkan itu…”

Dia tersenyum

“ Alexander… jangan khawatirkan bapak…”

“ namaku Jerremy pak…” ucapku pelan

“ hah! Alexander lebih baik… Mempronaunce Alexander yang benar… seorang ksatria…” ucapnya seraya melepas kacamatanya.

Aku hanya tersenyum…

“ jangan lupa kerjakan assignment mu…” ucapnya sambil menepuk pundakku dan pergi.

Pria tua itu berhanti di ambang pintu

“ assalamualaikum…”

“ waalaikum sallam…” jawabku

Pieces of Love riddle ( Indonesian Language )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang