METAMORFOSA PART 11

308 31 2
                                    

Teriakan Bianca membuat orang di sekitarnya terkejut. Sekitar satu jam yang lalu setelah akad, Bianca pingsan dan membuat semua orang panik.

Hanya ada Luna, tante Maya dan Imey yang menunggui Bianca di kamar hotel yang sejatinya akan dipakai untuk malam pertama pasangan pengantin hari ini. Namun apa daya takdir menuliskan jalan ceritanya lain.

Seharusnya Yosa yang menjabat tangan Ricky dan mengucapkan ijab kabul namun sang calon mempelai pria harus meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya karena tragedi kecelakaan yang mengerikan.

"YOSSS!!! YOSAAA DIMANA, TANTE??" jerit Bianca histeris pada Luna.

"Tenang sayang. Hey tenang dulu!" Luna berusaha memeluk Bianca namun perempuan itu menolak.

Di sudut kamar itu, Imey dan tante Maya saling berpelukan sambil menahan tangis mereka. Tante Maya ikut menenangkan Bianca yang sudah berteriak tidak karuan.

"Tenang, sayang. Dengerin tante, Bi!"

Mata merah milik Bianca menayalang melihat tatapan mata sendu milik tante Maya. Bianca menutup kedua telinganya sambil menggeleng kencang. Kemudian ia melihat Imey yang masih berdiri dekat pintu.

"Mey, kamu tau sesuatu kan? Kasih tau aku. Kamu sahabatku kan? Iya kan, Mey?" rengek Bianca sambil mengguncang-guncang bahu Imey. Sahabatnya itu berusaha memeluk Bianca namun menolak.

"Jawab aku, Mey. Apa yang sebenernya terjadi? Kenapa..kenapa..bukan Yosa yang mengucapkan ijab kabul?"

Imey semakin merasa sesak mendapati kondisi Bianca yang histeris. "Kamu janji ya akan kuat. Kamu ikut aku sekarang." Bianca langsung mengangguk. Lalu Imey berpamitan pada Luna dan tante Maya untuk membawa Bianca bersamanya.

Imey melihat kegundahan Bianca yang duduk gelisah di sebelahnya. Ia terus menggigiti kuku tangannya pertanda kalau ia sedang tidagk tenang. Sesekali Imey mengelus puncak kepala Bianca. Hampir dua puluh menit akhirnya mobil Imey tiba di TPU.

"Mey, kok..kita..mau ngapain disini?" tanya Bianca bingung.

"Turun dulu. Nanti aku jelasin." jawab Imey lalu menuntun Bianca yang masih sedikit lemah. Langkah kaki keduanya tiba di makam blok A berjalan lurus tidak jauh dari gerbang, Imey berhenti. "Aku tau kamu orang yang kuat, Bi."

Tubuh Imey bergeser memberi tempat Bianca untuk melihat makam Yosa. Butuh waktu satu menit untuk Bianca mengenali apa yang tertulis di atas nisan yang masih berbahan kayu itu.

Bianca menoleh ke araha sahabatnya. Mencari tau apakah ini hanya mimpi. "Mey, ini..makam siapa?"

"Seperti yang kamu lihat, Bi. Ini makam Yosa. Dia sudah meninggal dua hari sebelum kalian menikah."

Bianca ambruk dan beruntung Imey sigap menangkap tubuh gadis itu sebelum jatuh ke tanah. "Kamu bohong kan, Mey? Yosa belum meninggal kan? Bilang ke aku yang sebenarnya, Mey. Please...."

Rintihan Bianca semakin membuat Imey merasa menjadi orang yang paling jahat sudah menutupi kebenaran.

"Bi, demi Tuhan aku nggak bohong. Yosa udah nggak ada. Dia sudah meninggal. Dia kecelakaan mobil."

"CUKUP!!! ANTAR AKU KETEMU YOSA, SEKARANG!!"

"Bi..."

"Aku mohon, Mey antar aku ke tempat Yosa. Aku mohon..."

**

Praannngggg....

"Yosa.." Bianca terbangun dari tidurnya dan langsung berlari menuju dapur. Wajahnya sumringah. "Yos, kamu.."

Wajahnya berubah pias setelah yang didapatinya bukan Yosa melainkan Albani. Laki-laki itu pun terkejut.

"Maaf aku membangunkanmu.." ujar Albani pelan. "Aku tau dari Imey kamu disini. Hmm..aku udah bawain kamu makanan. Kamu dari kemarin belum makan, Bi."

Tanpa bersusah payah menjawab, Bianca berjalan masuk kembali ke kamar Yosa. Menangis sambil memeluk kemeja kesayangan Yosa. Ia menghirup dalam aroma tubuh laki-laki itu. Kalau saja bisa memilih, ia memilih untuk tidak mempercayai hal ini.

Laki-laki yang seharusnya menikahinya justru pergi untuk selama-lamanya. Bianca menemukan kunci mobilnya di nakas lalu keluar dari kamar.

"Bi..kamu..mau kemana?" tanya Albani yang tengah duduk sendiri di meja makan. "Bi tunggu!!" Albani berusaha mengejar Bianca yang sudah masuk ke dalam lift.

Bianca langsung menuju rumah Donita namun sepertinya rumahnya kosong. Pak Usman- security rumah- pun tidak nampak.

"Tante Donita! Om Dodi! Tante ini Bianca!" seru Bianca sambil mengetuk pintu. Darahnya berdesir saat mendapati ada beberapa karangan bunga ucapan belasungkawa terpampang di halaman rumah. Ini memang bukan mimpi.

"Tante! Om! Buka pintunya!"

Pintu akhirnya terbuka dan ternyata bik Minah. Perempuan setengah baya itu langsung menghambur memeluk Bianca.

"Bik, tante sama om kemana?"

Bik Minah menghapus air mata yang menetes di kedua pipi Bianca. "Ibu sama bapak pindah ke Australia setelah pemakaman mas Yosa."

"Mereka ninggalin aku, bik? Mereka kok nggak kabarin aku? Mereka kok nggak ajak aku?"

"Bibik nggak tau, mbak. Ibu cuma bilang kalo ibu nggak mau berlarut-larut sedih kehilangan mas Yosa. Makanya ibu memutuskan untuk pindah."

Bianca menunduk untuk menutupi tangisnya. Namun ia tidak bisa menutupi kesedihannya. Sejahat itukah takdir padanya?

"Saya akan tinggal disini." kata Bianca. Bik Minah nampak ragu. "Kenapa, bik?"

"Maaf mba Bianca, apa suami mba akan tinggal disini juga?"

"Suami?"

"Iya. Kata ibu mbak Bianca sudah menikah.."

"Menikah atau tidak, aku tetap akan disini." Bianca langsung menuju kamarnya. Berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang jauh. Sesekali ia menghela nafasnya dengan susah payah karena terlalu sesak di dadanya. Kepergian Yosa meninggalkan ratusan tanya di benaknya termasuk pertanyaan 'apa ia tidak pantas untuk bahagia?'

**

Vomment please...

__Paprika Merah__

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang