METAMORFOSA PART 8

375 35 1
                                    

Sekali lagi dia membenarkan penampilannya. Rambutnya, polesan wajahnya, pakaiannya pun tidak luput dari perhatian. Dia ingin terlihat baik-baik saja di depan laki-laki pemilik apartemen unit CB ini. Dengan kartu akses yang ia pegang, dengan mudahnya ia masuk. Ruang apartemen ini kosong begitu dimasuki. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.

"Yos, kamu dimana?" tanyanya sambil meletakkan tas jinjing dan cheese cake di atas meja ruang tengah. Semilir angin meniupkan rambutnya yang tergerai dan rupanya pintu balkon tidak tertutup. Bianca menuju balkon dan akhirnya menemuka Yosa tengah bersandar di besi pembatas balkon. Laki-laki itu belum menyadari kehadiran Bianca di belakangnya. Dengan berjalan mengendap-endap, Bianca mendekat ke arah Yosa lalu memeluknya dari belakang. Laki-laki itu berjingkat kaget.

"Bi.."

"Kangen. Sebentar dulu ya kayak gini."

Mereka saling melepas rindu dan entah kenapa Bianca hari ini merindukan Yosa. Terlebih saat dua jam yang lalu emosinya terkuras karena Albani. Dengan mengingat itu, Bianca menggeleng kencang dari balik punggung Yosa.

"Bi, lepasin."

"Nggak mau."

"Aku kentutin nih."

Otomatis Bianca melepaskan pelukannya dan membuat Yosa tertawa. Ia berbalik untuk melihat Bianca yang pastinya sudah cemberut. "Bi, will you marry me?"

Bianca terkejut. "Yos.."

"Cukup bilang iya atau nggak. Itu saja." Yosa mengelus pipi Bianca dengan lembut. "Nggak ada waktu lagi, Bi. Aku nggak bisa nunggu lebih lama lagi."

"Memang kenapa?"

"Entahlah, Bi. Aku cuma pengen kamu yang nemenin aku di sisa akhir hidupku."

Bianca menangkap tangan Yosa yang masih menempel di pipinya. "Aku mau, Yos. Aku mau nikah sama kamu." jawab Bianca pelan.

"Terima kasih, Bi. Aku mencintaimu."

**

"Bianca!! Bibi...where are you, honey??" seru Donita di seluruh penjuru rumahnya. Ia yang baru sampai di rumah--sehabis berlibur ke Jepang-- langsung mencari Bianca. Ia berjalan menuju kamar Bianca dan menemukan gadis itu masih tertidur.

"Bi, hey, wake up." kata Donita sambil mengguncang tubuh Bianca. Gadis itu menggeliat dan terkejut mendapati Donita sudah berada di sebelahnya.

"Tante..kok."

"Kaget kan? Tante langsung majuin jadwal kepulangan tante karena dapat kabar dari Yosa kalau kalian akan menikah. Ahhh...ini lebih menyenangkan daripada liburan di Jepang, sayang." seru tante Donita.

"Oke kamu siap-siap ya kita pergi ke WO temennya tante. Kita harus mempersiapkan semuanya dengan sangat baik. Tante tunggu di bawah."
Donita berjalan keluar dari kamar Bianca. Sebelum ia berhasil menggapai knop pintu, Donita mengatakan satu hal pada Bianca. "Terima kasih, Bi. Terima kasih."

Tanpa bisa dicegah, air mata Bianca jatuh begitu saja. Ia memang bukan Kayma yang dulu. Si gadis baik hati dan lembut. Kini ia berubah menjadi iblis licik dengan rupa bak ibu peri. Ia menerima pinangan Yosa agar ia terlepas dari bayang-bayang Albani. Namun sisi hatinya berkata bahwa ia akan bisa mencintai Yosa suatu saat nanti.

"Tia, ini calon mantuku. Gimana? Cantik kan?" seru Donita memperkenalkan Bianca pada Tia--owner WO sekaligus sahabatnya--saat di kantor JaneSsA Wedding.

"Iya loh cantik banget. Bisa saja anakmu cari yang cantik." kedua wanita paruh baya itu terkikik bersamaan. Tiba-tiba satu pesan muncul di layar ponsel Bianca dari Albani.

Kasih aku satu kesempatan, Bi

Tanpa perlu membalas, ia memilih untuk langsung menghapus pesan tersebut. Ponselnya kembali bergetar penanda satu panggilan masuk.

"Mau apa lagi?" bentak Bianca tanpa melihat id caller.

"Aku baru nelpon kamu kok." ucap seseorang di ujung sana. Bianca terdiam.

"Yosa? Maaf, Yos. Aku pikir orang salah sambung yang ngotot."

Hanya terdengar kekehan dari laki-laki itu. "Aku mencintaimu, Bianca Maheswari."

"Yos, ini sudah kelima kalinya kamu bilang hal yang sama untuk hari ini."

"Dan kamu belum satupun menjawab hal yang sama sepertiku."

"Bi, kamu ngobrol sama Yosa ya? Sini tante mau ngomong sama dia." teriak Donita dari belakang. Bianca bersyukur ada pengalihan pembicaraan serius dengan Yosa barusan. Bianca memberikan ponselnya dan membiarkan pasangan ibu dan anak itu mengobrol. Sangat tergambar jelas wajah ceria dan bahagia yang ditujukan Donita setelah ia tahu kalau Yosa akan menikah dengan Bianca. Lagi-lagi Bianca seakan ditampar keras oleh kenyataan kalau ini semua tidak hanya melukai hatinya namun akan melukai banyak orang.

Perkataan Yosa saat di telepon barusan membuatnya diam. Laki-laki itu benar kalau ia belum sama sekali menjawab pernyataan cinta dari Yosa.

**

Persiapan pernikahan sudah hampir 70% . Sang calon mempelai laki-laki tidak mau menunggu lama karena sudah merasa ini waktu yang tepat untuk memiliki Bianca seutuhnya. Hari ini Yosa disibukkan dengan jadwal operasi yang lumayan banyak. Selesai operasi yang terakhir, ia bergegas menuju coffeeshop untuk bertemu dengan seseorang yang semalam mendatanginya ke apartemen. Rupanya ia terlambat, orang itu sudah duduk santai di sudut kedai sambil mengetik di macbook.

"Maaf saya terlambat." ujar Yosa sesaat ia duduk.

"No problem. Saya juga baru datang. Mau pesan apa?" tanya laki-laki di seberang Yosa itu.

"Kopi hitam saja."

"Oke."

Setelah membuat pesanan, mereka masih saling diam belum berminat membuka percakapan.

"Sudah memikirkan jawabannya?" tanya laki-laki itu.

Yosa menunjukkan senyum sinisnya dan ini cukup membuat lawan bicaranya bingung. "Bahkan saya nggak memikirkan apa yang kamu katakan semalam, bung." jawab Yosa tenang.

Rahang laki-laki itu mengeras. "Saya mencintai Bianca. Dia bukan Kayma teman masa remaja anda pak Albani. Dia Bianca Maheswari, calon istri saya."

"Dia sudah mengaku kalau dia Kayma. Gadis manis yang saya cintai enam tahun yang lalu."

Yosa tidak terintimidasi sama sekali. Tiba-tiba pesanan kopi hitam pun datang mengintrupsi perdebatan mereka. Setelah mengucapkan terima kasih pada waitress, mereka masih diam. Kepulan asap dari rokok yang dihisap Albani membumbung tinggi di udara. "Rokok nggak bagus untuk kesehatan anda." ujar Yosa.

"Kalau waktunya mati, saya juga akan mati. Anda pun sama." jawab Al sambil terus menghisap rokoknya.

"Dalam hidup saya, hanya ada dua wanita yang begitu saya cintai. Ibu saya dan juga Bianca.." wajah Yosa berpaling ke jalanan ibukota yang masih ramai di bawah sana. "..Bianca, saat saya bertemu dengannya pertama kali, dia gadis yang rapuh dan pendiam. Dia seakan membuat saya tertarik untuk terus mendekapnya. Membawanya keluar dari kesedihan. Benar saja, saat saya menemukannya menangis meratapi ibunya yang tergeletak di pinggir jalan saya seperti mendapat bisikan kalau gadis itu membutuhkan bahu untuk bersandar. Tuhan memang menuliskan skenario yang indah untuk saya dan Bianca."

Albani mematikan rokoknya dan mulai fokus. "Anda boleh saja mengenal Bianca lebih dulu daripada saya tapi ingat, saya yang membuatnya menjadi gadis yang tegar dan mampu bertahan di kerasnya hidup. Terima kasih sudah mencintai Bianca. Saya menghargai itu."

Yosa bangkit dari kursi setelah sebelumnya meneguk kopi hitamnya. "Jangan lupa datang di pernikahan kami awal bulan depan."

Albani merasa tertampar. Harga dirinya tercoreng di depan rivalnya. Apa ia harus menyerah sekarang? Merelakan perempuan yang ia cintai menikah dengan laki-laki yang beberapa menit lalu berada di depannya tadi?


**

Vomment please...

Lophe..

221092❤

METAMORFOSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang