4.53 pm

6 1 0
                                    

Doni menyeret tangan gadis rambut sebahu dengan kasar, Ia membanting tas ransel miliknya ke tanah. Dadanya terlihat naik turun, sepertinya nafasnya sudah tidak teratur, gadis itu terlihat ketakutan, sungguh.

"Lo abis ngapain?" Doni menatap lekat perempuan yang sampai saat ini masih belum berani menatap kedua matanya.

"Ya-- main,"

"Sampe jam segini?" Doni berkata setengah berteriak, mimik wajahnya sudah bisa ditebak bahwa saat ini Ia sedang marah. Namun, Mendy tidak mengerti kenapa Doni sangat marah sebegitu marahnya kepada Mendy. "Berdua aja?" Entah, kenapa pertanyaan itu di berikan kepada Mendy. Padahal, Mendy sendiri merasa bahwa tidak ada yang salah dengan apa yang telah Ia lakukan.

Mendy menghela nafas, "Ya iya, gue jadi tutor dia dan kayaknya juga lo udah tau deh."

"Tutor doang? Ini jam 10 malem, dan lo cewek. Ngapain malem-malem cewek di rumah orang?"

Sungguh, Mendy tidak mengerti. Mengapa Doni sebegitu marah kepada dirinya.

"Ko jadi ngatur-ngatur gue? Gue yang jalanin aja biasanya, nyokap juga udah tau dan dia biasa aja. Kenapa lo jadi ribet gini sih?" Mendy tidak terima di salahkan, langsung menyanggah semua ucapan Doni.

Dalam hati Doni membatin 'Damn it! Seharusnya lo tau,Dy. Gue care bukan sebatas sahabat, enggak, enggak sesederhana itu. Gue punya rasa yang bisa dibilang lebih dari itu."

"Don!" Teriak Mendy di sebelahnya menyadarkan lamunan, sembari menjentikan jarinya di depan wajah Doni.

"Eh? Apa?"

"Lah, dia bengong."

PSEUDOKATAWhere stories live. Discover now