2

41 17 6
                                    

Di belahan bumi yang lain, namun masih satu negara. Di dalam sebuah hutan, terlihat dua orang yang sedang kebingungan menatap lawannya masing-masing.

Laki-laki dan perempuan itu masih sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Hey, mengapa aku bisa ada di sini? Dan dimana aku?" Tanya si perempuan lebih dulu.

"Kau bukannya laki-laki yang tadi?" Tanyanya lagi. Laki-laki di depannya hanya mengangguk patuh.

"Sudahlah. Aku ingin pulang," katanya karna tak mendapat sahutan dari lawan bicaranya.

"Eh, tunggu!" Kata laki-laki itu sesaat sebelum lawannya berbalik.

"Ada apa? Aku ingin pulang," jelas si perempuan.

"Kau tidak bisa," kata laki-laki itu.

"Apa? Aku bisa," jawab si perempuan yang akan membalikkan tubuhnya. "Siapa bilang aku ti-"

Ucapannya terhenti saat ia melihat tubuhnya tergeletak beberapa meter di depannya. Dengan banyak darah disekitarnya.

"-Dak bisa pulang," lanjut si perempuan setelah terpaku cukup lama. Lututnya begitu lemas dan seketika ia jatuh terduduk.

Ia memekik tertahan disaat ia merasa tubuhnya tak menyentuh tanah. Ia menundukkan kepalanya dan melihat bahwa dirinya memang tak menyentuh tanah, tetapi sedikit melayang.

"Apa maksudnya ini?!" Ucapnya frustasi. Laki-laki itu hanya memandang datar. Ia juga mangalami hal yang sama beberapa tahun yang lalu walau agak beda.

Laki-laki itu berjalan mendekati si perempuan yang kini tengah terisak. Ia berjongkok saat ia sudah berada di samping si perempuan.

"Sudahlah," kata si laki-laki lembut. "Kau bukan manusia lagi sekarang."

Si perempuan menengok ke arah seseorang yang baru saja berbicara dengannya. Terlihat matanya sudah sembab padahal belum lama ia menangis.

"Lalu aku apa? Dan kau juga apa?" Tanyanya dengan suara serak. "Setahuku, kalau sudah mati bukan bumi lagi tempatnya berada," lanjutnya masih dengan suara serak.

"Itu kan setahumu," kata si laki-laki. "Kini, pengetahuanmu salah," katanya lagi. Si perempuan mengerutkan keningnya bingung.

"Kau tak akan bisa meninggalkan bumi ini jika urusanmu di dunia belum terselesaikan," lanjut si laki-laki.

"Jadi ... Aku hantu?" Tanya si perempuan. "Hantu gentayangan?"

"Bukan kau, tapi kita." Laki-laki itu meralatnya. Membuat si perempuan kembali mengerutkan keningnya.

"Kita?" Tanya si perempuan memastikan dan mendapat anggukan dari si laki-laki. "Jangan bilang kau-"

"Ya, aku juga hantu." Laki-laki itu berbicara, memotong ucapan si perempuan.

"Lalu aku harus apa? Urusan apa yang belum kuselesaikan?" Tanya si perempuan yang mulai frustasi lagi.

"Kau tidak lihat itu?" Si laki-laki menunjuk mayat si perempuan. Si perempuan mengikuti arah tunjuk si laki-laki. "Jika mayatmu belum dikuburkan atau belum dikremasi, maka kau tak bisa meninggalkan bumi ini."

"Yasudah, aku akan pulang dan memberitahu siapa pun yang bisa kuberi tahu untuk membawa jenazahku pulang," kata si perempuan yang mulai tenang. "Dan aku akan akan tenang di sana," lanjutnya dengan sedikit senyuman.

Laki-laki di sebelahnya terdengar sedang menghela nafas lelah. "Tadi kan aku sudah bilang, kau tak bisa meninggalkan tempat ini. Kalau bisa, aku pun mungkin sudah tenang di sana," jelasnya yang membuat senyum si perempuan menghilang.

"Mengapa seperti itu?" Tanyanya menyerah. Ia menumpukan kepalanya di atas lutut.

"Aku juga tidak tahu," jawab si laki-laki. "Maka dari itu aku masih berada di sini setahun lamanya."

Si perempuan mendongakkan kembali kepalanya. Dahinya berkerut untuk yang kesekian kalinya. "Kau sudah setahun?" Tanyanya. Si laki-laki hanya menganggukkan kepalanya. "Lalu mayatmu bagaimana?" Tanyanya lagi.

"Sudah menjadi tulang," jawabnya.

"Bagaimana kau bisa mati? Aku penasaran," tanya si perempuan.

"Aku bunuh diri di sini setahun yang lalu," jawabnya. "Karena di sini sangat terpencil, maka aku memilih tempat ini. Karena itu juga mayatku tak mudah ditemukan. Pihak kepolisian memberhentikan pencarianku beberapa bulan setelah aku bunuh diri. Dan mereka semua mengira aku telah hilang."

"Mereka pernah mencari sampai sini. Tapi mereka tak menemukan jasadku karena letaknya di jurang yang cukup dalam," lanjutnya dengan raut wajah sedih. "Aku menyesal telah bunuh diri. Aku tak ingin melihat ibuku yang terus-terusan bersedih. Maka dari itu, aku waktu melihatmu berjalan di sini, aku mengiramu akan bunuh diri. Aku tak mau orang lain menyesal sepertiku."

Si perempuan menatap laki-laki yang tengah menunduk itu iba. Mungkin sebentar lagi dia yang akan merasakan itu. Melihat keluarganya mencarinya dan bersedih karena dia yang tak kunjung ditemukan.

"Uhm ... Aku turut berduka," kata si perempuan bersimpati.

Si laki-laki kini mengalihkan pandangannya pada si perempuan. Menatapnya dengan rasa bersalah.

"Maaf, ya. Karena aku, kau jadi seperti ini," kata si laki-laki dengan nada penyesalan yang kentara.

"Tidak apa-apa. Walaupun awalnya aku kesal denganmu. Ini sudah takdir," balas si perempuan.

Si laki-laki masih manatapnya dengan penuh penyesalan. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Oh, ya. Sampai lupa," kata si laki-laki. "Kita betah saja ,ya, berbicara tanpa berkenalan terlebih dahulu. Aku Tadashi Yamada," kata si laki-laki-yang bernama Tadashi Yamada-sambil mengulurkan tangannya.

Si perempuan membalas uluran tangan itu dan menyebutkan namanya. "Aku Izuma Maruko."

***

Wah.... Gaje yach.... ^
Krisarnya y....
Untuk next, entah kapan... Smoga minggu depan... ^

–Kazare Megamine

Suicide ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang