"ish! 30 menit!" geram Nadia kurang minat dengan menekan satu tombol keyboardnya kesal. Bunga memicingkan matanya dengan bibirnya yang manyun manyun. "nggak mau! cepetan!" kedua tangan bunga menggebrak buku yang sedang dibolak balik oleh Nadia. "29 menit!" sahut Nadia menarik buku tebalnya dari bawah tangan Bunga. "nggak mau!"

"28 menit!"

"nggak mau!"

"27 menit!"

"iih! pelit banget sih sama waktu! bilang aja kalo nggak mau!" rajuk Bunga duduk bersila melipat kedua lengannya di depan dada. "haaa.." Nadia menghela nafasnya dan berdecak kesal. "iya, iya. 15 menit lagi! udah sana gih!" dia usir Bunga menggunakan satu tangannya yang dia kibaskan.

"beneran ya!?" Nadia hanya mengangguk angguk malas.

"iya, iya! pergi baca komik atau novel aneh kamu sana! jangan ganggu kakak dulu!" Bunga menyengir girang.

"makasih! kakak emang yang terbaik deh!" dipeluknya sang kakak sekilas sebelum dia berlari ngitir jingkrak jingkrak karena kesenangan dikabulkan permintaannya. sedang Nadia hanya memutar bola matanya bosan memperhatikan tingkah adiknya yang seperti anak kecil itu.

•••••

"Jadi? bagaimana hasil Check-upnya?" Shiro, kakak Kaneki bertanya pada Akira.

"e-eh?..." tangan Akira menggaruk tengkuknya sendiri yang tidak gatal. dia melirik ke kiri, tepatnya pada Bibinya ralat ibunya yang juga menatap padanya dengan tatapan bertanya tanya.

"hasilnya?..." Akira menyengir kikuk, tidak tahu harus memilih jujur atau bohong pada mereka berdua. tapi dia pikir tidak mungkin jika dia harus jujur kali ini.

"masih kayak biasa sih" terdengar sedikit kekehan hambar darinya. tapi sangat jelas bagi Shiro ataupun ibunya untuk tahu apa yang saat ini sedang disembunyikannya. dari gelagat atau raut wajahpun sudah terlihat jelas jika saat ini dia membohongi mereka.

"tolong katakan yang sebenarnya, Akira" tuntut Ibunya alias Asami dengan nada serius nan memohon, tangannya memegang lengan Akira, berharap jika putranya mau mengatakan yang sebenarnya. Asami tahu jika putranya yang satu ini tidaklah pandai dalam hal berbohong. dan kali ini dia juga sudah izinkan anaknya ini untuk bisa bicara sendiri tentang Check-upnya pada dokter pribadinya, tapi bukan berarti Akira boleh menutupi hasil Check-upnya pada dirinya.

dengan senyum kikuk nan hambarnya, Akira berusaha mengalihkan pandangan matanya dari kedua mata orang tersayangnya yang terus saja memandangnya dengan tatapan menuntut. tapi sekeras apapun dia berusaha mengalihkan pandangannya, tetap saja dia sama sekali tidak bisa mengalihkan ekor matanya dari wajah sedih kakak dan ibunya. "sebenarnya..." nada suara Akira merendah, senyum dan cengiran kikuknya juga tidak lagi terpatri. kepalanya tertunduk disertai pandangan meredup sedihnya.

"Nii-san (kakak) nggak mau dengar kebohongan" tuntut Shiro dengan nada dinginnya. "katakan yang sebenarnya" tambahnya. bagus, sekarang Akira telah memilih cara yang salah untuk mengatakan hasil Check-upnya. jadi mau tidak mau dia harus mengatakan yang sebenarnya, tapi dia berpikir mungkin dia masih bisa berbohong, setidaknya untuk saat ini. " jangan buat kami khawatir, Akira!" tuntut Asami dengan mengguncang guncangkan kedua bahu Akira dari arah depan.

sedang Akira sendiri hanya bisa tertunduk, sekikas dia mengangkat wajahnya tapi diurungkannya lagi kala mendapati dua wajah orang tersayangnya yang sama sama tegang. tapi tetap saja kepala tertunduknya akan tetap bisa melihat wajah sedih ibunya, karena jelas jika tinggi ibunya hanya setinggi dagunya. "jawab Kaa-chan, Akira!" kedua mata Akira terpejam sekilas, dia tidak ingin melihat linangan air mata yang lebih deras lagi di kedua mata ibunya. "baiklah" Akira menghembuskan nafasnya bersaamaan dengan kedua matanya yang kembali dia pejamkan sekilas.

Sedetak Jantung Terakhir UntukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang