Bagian 1 : Sepi Dan Sial

15.9K 1.1K 17
                                    


Kania menatap lautan biru dengan tampang menyerah.

Sudah cukup!

Kesepiannya sudah sangat kronis!

Sebelum sampai ke pulau ini Kania membayangkan dirinya bisa mendapatkan ketenangan batin. Seperti yang teman-temannya pernah bilang tentang memandang laut lepas yang akan membuatmu merasa bebas sehingga rasanya ingin melayang saja layaknya burung camar.

Tapi semua omong kosong! Tak ada kebebasan yang Kania rasakan. Dirinya malah merasa semakin terkurung dengan pemandangan biru di sekitarnya.

Kania memejamkan matanya hingga manik coklat keemasannya tertutup. Kilasan kehidupannya selama hampir 30 tahun ini berputar di benaknya.

Apa aku kurang bersyukur? Batin Kania.

Kehidupannya sendiri bisa dibilang serba kecukupan. Kania sudah mapan dari segi materi dan matang dari segi umur. Kania tidak pernah kekurangan. Apalagi keluarganya masih keturunan darah biru. Itu jualah salah satu faktor yang menyebabkan Kania kesepian. Terlalu banyak aturan yang mengukungnya, kewajiban yang mengikatnya serta kebebasan yang hanya bisa diimpikannya.

Sampai beberapa bulan lalu. Saat pintu gerbang kebebasan yang diimpikannya akhirnya terbuka. Semua daftar keinginan yang dibuatnya sebelum bebas telah terlaksana... Namun nyatanya ia tetap merasa.. Hampa.

Kania menghela nafas panjang sebelum menghembuskannya secara perlahan sambil bergumam, "Dunia itu indah" lalu membuka matanya hingga menyaksikan mentari mulai naik di ufuk timur.

"Dunia memang indah tapi kenapa aku tetap hampa! Brengsek!" Kania menjejakkan kaki kanannya kuat-kuat hingga membuat pasir di kakinya berterbangan mengotori kaos tanpa lengan dan celana legging hitam yang dipakainya.

"Oke.. Mulai lagi dari awal, materi ada, pekerjaan ada, pendidikan oke, fisik sempurna. Tak ada masalah silsilah keluarga. Tidak broken home. Semuanya masih lengkap dan normal. Oke, lanjut.. Tempat tinggal ada. Teman banyak. Apalagi? Cinta? Shit! Sebenarnya apa itu? Pasangan? Cih! Belajar dari pengalaman, sendiri lebih baik... " tutur Kania berbicara pada dirinya sendiri sambil menarik-narik rambutnya yang digelung sembarangan.

"Sebenarnya aku seserakah apa? Sampai semua yang aku inginkan bisa aku dapatkan tapi masih saja merasa tak cukup! Tuhan.. Aku tahu keinginanku bukan untuk menguasai dunia, tetapi kenapa?" Kania menjejakkan kembali kakinya. Kali ini dua-duanya hingga membuat pasir disekelilingnya terbang berputar-putar laksana topan kecil yang sedang mengamuk.

"Oke..oke.. Aku akan mencoba lagi!" ujarnya pada angin laut yang tiba-tiba meniupnya seolah sedang mengejeknya karena ia masih memiliki satu hal yang belum pernah dicobanya lagi.

Bagaimanapun juga mempercayakan hatinya lagi pada seseorang adalah hal terakhir di bumi yang akan Kania lakukan jika besok kiamat. Tapi jika kehampaan jiwanya saat ini hanya bisa diobati oleh hal itu, maka ia akan mencoba.

"Masa iya aku harus bunuh diri?" tanya Kania pada ombak yang menyapu pasir di kakinya.

"Tidak! Aku masih ingin tahu bagaimana rasanya bahagia" ujar Kania menjawab pertanyaannya sendiri.

"Oke tuhan!! Kau dengar aku? Jika sekarang aku bertemu seseorang yang bisa membebaskanku dari perasaan hampa ini... Aku tidak hanya akan menyerahkan hatiku. Tapi juga segalanya... Jiwa raga bahkan seluruh anggota keluargaku jika bisa. Asalkan aku bisa merasakan kebahagiaan!" teriak Kania putus asa.

Detik berikutnya sesuatu yang keras membentur tubuhnya hingga terhempas sejauh dua meter.

***

"Oh Shit! Damn! Mot**rf**ker! Aaaaarrrggghhh...! Bangsat! Brengsek! Sialan! Kurang ajar! Bajingan kampret!" Daniel mengerjap kaget, entah kesialan apalagi yang menimpanya sekarang.

Dari mana datangnya wanita mungil yang tanpa sengaja ia tubruk? Rasa simpati Daniel seketika menghilang tatkala mendengar rentetan kata-kata kasar keluar dari mulut wanita itu.

Daniel mencoba mendekat, wanita itu tampak kesulitan untuk bangkit. Daniel berjongkok dan mengulurkan tangan untuk membantu. Bagaimanapun juga ia merasa bertanggung jawab walaupun mulut wanita itu sekotor comberan.

"Forgive me, Lady.." ujar Daniel tulus yang langsung dijawab tepisan keras di tangannya. Wanita itu mendongak dan Daniel menyayangkan karena kata-kata kasar wanita itu harus keluar dari mulut yang seksi. Tadinya Daniel berpikir mulut itu penuh kotoran atau sariawan, tapi ia malah melihat bibir bawah wanita itu penuh sedang bibir atasnya meliuk manis.

"Ya tuhan.. Apalagi ini? Kenapa aku harus bertemu dengan jenis pria yang kubenci! Tinggi, kekar, dan tampak seperti prajurit perang. Aku hanya minta yang sederhana tapi siap mengabdikan hidupnya untuk membuat hubungan kami berhasil. Bukan pria yang tampak tak punya hati dan hobi membunuh! Apa dia bahkan mengerti dengan yang aku katakan? Aku harap tidak! Biar aku perjelas tuhan! Aku minta pria lokal! Sial!" Daniel mengangkat kedua alisnya lalu perlahan bangkit mencari kesempatan untuk kabur. Wanita ini sudah gila. Dia berbicara dengan tuhan! Tangan mungilnya bahkan menunjuk-nunjuk ke arah laut seolah tuhan ada di sana mendengar keluhan tidak sopannya.

Daniel mundur perlahan tanpa suara sampai kedua netra coklat keemasan gadis itu menghentikan langkahnya. Bukan karena takut. Tapi Daniel sejenak terkesima melihat wajah lugu di depannya. Pengumpat banyak omong kasar namun masih tetap lugu? Bagaimana bisa kata-kata kasar tidak mengurangi kadar kepolosannya?

"Mau ke mana? Kabur? Silahkan! Aku sudah biasa ditinggalkan pria! Mereka pikir aku gila karena sering bicara sendiri. Cih yang benar saja. Bukankah lebih parah pria yang sering memuji dirinya tampan di depan cermin? Aku muak..." selanjutnya Daniel tidak mendengar apa-apa lagi. Ia sibuk mencari celah untuk kabur dari kesialannya.

"Oh damn! Sial! Sial! Sial! Brengsek! Aku tak bisa berdiri sekarang. Kenapa sakit sekali sih! Bangsat!" lagi-lagi Daniel berhenti bergerak padahal ia sudah memutar badannya menjauh dan tinggal berlari.

Daniel menghela nafas pasrah sebelum kembali berbalik. Sepertinya bukan hanya wanita itu yang sial, Daniel menganggap sifat ingin menolongnya adalah sumber segala kesialannya.

"Mau apa? Aku tidak minta bantuanmu! Aku bisa sendiri brengsek! Jangan sentuh kakiku! Kau cari mati?! Aku tidak minta dikasihani! Aku juga tidak minta tanggung jawabmu! Aku hanya minta tinggalkan aku sekarang! Oh hell! Apa dia dungu? Sialan! Stay away from me!" Daniel bergidik, sepertinya ia harus menulikan telinganya demi membantu wanita ini. Setidaknya sampai ia menemukan klinik.

"Stay away from me!" jerit wanita itu tepat di telinga Daniel saat ia membopong paksa tubuh mungil yang hanya seberat kapas. Tubuh itu hanya bisa pasrah karena tidak mampu bergerak bahkan untuk meronta. Kecuali mulutnya yang sejak awal tidak bisa di-rem.

"Kau lihat tuhan? Dia bodoh, bebal, dungu, pilon, goblok, imbesil, tolol, idiot..." Telinga Daniel mulai panas, ingin sekali ia membanting tubuh mungil di tangannya karena berani menyebut dirinya bodoh dengan hampir seluruh kata yang maknanya sama.

Please, God! Semoga ini kesialan terakhir. Batin Daniel.

Setelah ini berakhir Daniel berjanji untuk segera pergi jauh dari wanita gila ini dan berharap takdir takkan mempertemukan mereka lagi selamanya.

"Bodoh... Semoga kau bukan pria yang dikirimkan tuhan untuk membebaskan aku. Tidak aku tidak minta pria bule yang tolol....." Daniel berdecak kesal lalu mendekatkan wajahnya.

"Apa yang mau kau lakukan, brengsek!" Wanita itu mendorong wajah Daniel menjauh dari bibirnya.

"Membungkam mulutmu! Please lady.. Aku tak sebodoh itu sampai tidak mengerti apa yang kau katakan" Daniel tersenyum puas ketika mata coklat keemasan itu terbelalak dan wajahnya mulai memucat.

_________________

Yeay! Finally.. Another Miss K love story published!

Happy reading, readers!!

Vote just if you like it.

Maybe Slow update! Be patient!

Catatan : Kata-kata kasarnya jangan diturutin!

Renjana KalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang