Chapter 12

1.2K 252 78
                                    

Spoiler warning: Akan sangat berterima kasih kalau ada yang mau tunjukin salah penulisan dan kekurangan di chap ini. Ga bisa fokus nulis chap ini. TT

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

Ryeon duduk di rerumputan dengan menutup mata. Menikmati angin yang membelai wajahnya. Sinar matahari tidak lagi berada di atas kepalanya. Mulai turun untuk kembali ke peraduan. Sinar keemasan itu terasa hangat di penghujung musim panas.

Matanya yang terpejam terbuka. Di bukit itu, ia meluruskan pandangannya. Menatap alam sejauh mata memandang. Padang ilalang terbentang luas di hadapannya. Dan tempat itu, terasa damai tanpa ada satu orang pun yang terlihat.

Remaja itu menekuk ke dua kakinya. Terdiam tanpa berniat melakukan apapun. Langit yang akan berubah warna tidak membuatnya beranjak. Ingin menyaksikan saat sang senja menjemput matahari.

"Ryeon." Suara itu membuatnya menoleh. Sedikit terkejut karena Jeonghan berjalan kearahnya.

"Hyung sudah pulang?"

"Sudah sejam yang lalu. Kedai tutup sedikit lebih cepat dari biasanya." Jeonghan ikut mendudukkan dirinya di dekat Ryeon.

"Tidak bersama Jihoon?" tanya Jeonghan. Karena biasanya, ia akan menemukan dua anak laki-laki itu bersama. Tidak seperti Soonyoung yang akan berpetualang sepulang sekolah.

"Jihoon masih ada kegiatan di sekolah dan Soonyoung bermain bola."

Jeonghan mengangguk. Mereka memang berbeda sekolah. Bahkan jarang mereka bisa pulang bersama. Mereka memiliki waktu masing-masing.

"Tidak ikut bermain bola dengan Soonyoung?" Ryeon menggeleng. Dan Jeonghan tidak lagi bertanya. Ryeon dan Jihoon memang tidak seaktif Soonyoung. Sedangkan Soonyoung adalah remaja supel yang memiliki banyak teman. Keceriaannya memudahkannya berteman dengan siapa saja.

"Kau memilih ke tempat ini karena bosan di rumah?" Ryeon tidak menggeleng atau mengangguk. Yang ditanya justru mendesah.

"Tidak enak belajar sendirian. Aku akan menunggu mereka berdua saja. Kalau sendiri terlalu hening. Tidak ada omelan Jihoon atau keluhan Soonyoung karena tidak paham." Jawaban Ryeon membuat Jeonghan tertawa. Bahkan ia tanpa sadar juga terbiasa dengan keadaan rumahnya yang tidak pernah tenang.

Saat Jeonghan tidak bertanya, Ryeon juga tidak berbicara. Ke duanya sama-sama terdiam hingga beberapa saat. Sesekali Jeonghan menoleh ke arah Ryeon.

Tanpa bertanya, Jeonghan tahu ada yang Ryeon pikirkan. Atau mungkin sesuatu yang dirindukan. Tapi sepertinya, Ryeon takut untuk jujur dengannya.

"Merindukan mereka?" Jeonghan tidak ingin Ryeon memendamnya seorang diri.

"Aku teringat appa dan eomma. Apa dari atas sana, mereka memperhatikanku, Hyung?"

"Hem entahlah." Jeonghan menghela nafas. Ikut memandangi langit yang mulai bernoda warna kemerahan.

"Hyung sedikit tidak percaya orang yang sudah meninggal masih bisa menjaga kita. Entah itu di surga atau neraka, mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri. Dan semua yang sudah meninggal, akan terputus hubungannya dengan kita yang berada di dunia."

Ryeon menoleh mendengar kalimat itu. Bukan tidak setuju atau kecewa dengan jawaban yang ia dengar. Tapi ia tahu Jeonghan juga teringat ke dua orang tuanya yang sudah tiada.

"Maaf membuat hyung mengingat mereka," lirih Ryeon. Namun Jeonghan justru menggeleng.

"Sebaiknya kita lupakan mereka Ryeon-ah. Biarkan mereka tenang di sana."

Light In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang