Chapter 11

1.2K 258 73
                                    

Seungcheol menatap pintu di depannya. Pintu itu selalu tertutup rapat. Hanya saja, ia tahu Jisoo berada di dalamnya. Jisoo bahkan lebih sering menghabiskan waktunya di kamar itu dari pada kamarnya sendiri.

"Kenapa kau memasuki kamar ini lagi? Sudah lama kau melupakannya. Bahkan kita sepakat untuk tidak membukanya lagi."

Mata Seungcheol berkedip lemah. Ia tidak tahu bagaimana cara untuk bisa berbicara dengan Jisoo. Tidak dipungkiri, ia seperti merasa kehilangan. Ruang di hatinya seolah kosong.

Jisoo selalu berada di rumah. Namun kembarannya tidak pernah mau menatapnya lagi. Bahkan tidak pernah ada percakapan di antara mereka. Jisoo benar-benar menutup diri dari semuanya.

Sejak kepergian Wonwoo, Jisoo seolah menutup rapat hati dan kehidupannya. Tidak terdekati apalagi tersentuh. Membuat Seungcheol hanya mampu terdiam dengan rasa bersalah dengan kebingungannya.

"Kenapa kau begitu menyayangi anak itu?"

Satu pertanyaan itu tidak pernah terjawab. Jisoo tidak mau membuka bibirnya. Rasa bersalah itu bersatu dengan ketidak tahuannya. Bahkan sekeras apapun mencari, Seungcheol tidak menemukan jawabannya.

"Apa dia benar-benar mengingatkanmu dengan Chan?" Seungcheol hampir frustasi memikirkannya. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Bahkan seluruh adik-adiknya menyerah untuk membuka hati Jisoo.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

Myungho menghentikan pergerakannya memutar kenop pintu. Perhatiannya dialihkan dari Seungcheol. Kakak tertua mereka keluar dari kamar dengan wajah muram. Untuk beberapa saat, Myungho memperhatikan Seungcheol di tempatnya berdiri. Di belakangnya, Mingyu juga melakukan hal yang sama.

"Rumah ini benar-benar suram," batin Mingyu.

Saat Myungho melangkah masuk ke kamar, Mingyu mengekor di belakangnya. Langsung merebahkan tubuhnya di ranjang tanpa izin pemiliknya. Sedangkan Myungho lebih memilih membuka tirai kamarnya. Membuat cahaya matahari mengintip ke dalam ruangan itu.

"Mingyu." Myungho duduk tepat di samping sahabatnya.

"Kau tahu kan aku sangat membenci Wonwoo?" tanya Myungho yang hanya dijawab deheman.

"Aku benci dengan kehadirannya di rumah ini karena bagiku dia mengacaukan segalanya," lanjut Myungho tanpa memandang Mingyu. Tatapannya hanya lurus ke depan.

"Sampai saat ini, aku juga masih sangat membencinya. Dia benar-benar mengacaukan semuanya. Bahkan setelah kepergiannya, dia masih meninggalkan banyak luka. Dengan mudahnya dia menghilangkan semangat dan senyum Jisoo hyung yang baru saja kembali."

Mingyu masih diam di tempatnya. Karena ia tahu saat ini Myungho hanya butuh didengarkan. Ia yakin Myungho tidak membutuhkan kalimat apapun darinya.

"Aku membencinya, Mingyu-ya. Sangat membencinya." Kalimat yang terlontar tidak sesuai dengan ekspresi yang Myungho tunjukkan. Karena remaja seusianya itu justru memasang wajah sedih.

"Tapi ... aku lebih memilih dia tetap berada di sini. Dengan begitu, Jisoo hyung dan Seungcheol hyung tidak semenderita itu. Aku ingin melihat keceriaan mereka lagi. Tidak apa-apa aku hidup dalam kebencian karena kehadirannya asalkan semua baik-baik saja."

Pancaran mata Myungho menjelaskan kejujuran. Mingyu tidak melihat kebohongan atau kepura-puraan seperti waktu itu. Myungho benar-benar tulus menginginkan Wonwoo kembali.

"Seperti yang kau tahu, rumah ini semakin sepi. Seungkwan lebih sering menginap di rumah Hansol. Jun hyung lebih sering pergi ke luar kota karena kegiatannya. Dan Seokmin hyung, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Aku kesepian Mingyu-ya." Kalimat Myungho terhenti sejenak. Tangannya terangkat untuk menghapus setitik air di sudut matanya.

Light In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang