Chapter 9

1.3K 275 106
                                    

Mingyu berlari dengan sekuat tenaga. Mengabaikan pasokan udara di paru-parunya yang terasa mulai menipis. Bahkan ia tidak memedulikan saat tanpa sengaja menabrak orang lain.

Matanya liar menatap ke kanan dan ke kiri. Ia terus memacu larinya seolah tidak ada waktu untuk meraup oksigen. Hanya berharap keberuntungan ada padanya, Mingyu berlari ke arah yang berlawanan dengan rumah Seungcheol. Ia yakin Wonwoo tidak akan kembali ke rumah itu.

Sepertinya, ia patut untuk berterima kasih pada Tuhan. Ke dua matanya masih bisa menangkap sileut tubuh Wonwoo. Remaja seusianya itu berjalan tertatih tanpa alas kaki.

"Wonwoo."

Ia berteriak kencang. Namun tidak mampu menghentikan langkah remaja manis itu. Ia tahu Wonwoo mendengar dan mengabaikan teriakannya.

"Tunggu!"

Ia langsung mencekal tangan Wonwoo. Mencegah remaja berkulit putih itu semakin menjauh.

"Kau mau pergi?" Mingyu bertanya tanpa basa-basi.

"Aku harus pergi." Wonwoo kembali berjalan, namun Mingyu tidak membiarkannya begitu saja.

"Dengar aku Wonwoo-ya," pinta Mingyu. Ia menunduk saat Wonwoo memegang tangannya. Melepas cekalan tangannya dari tangan kurus itu.

"Wonwoo bukan namaku. Nama itu adalah nama pemberian Jisoo hyung. Aku tidak memiliki nama. Karena saat aku dibuang ke tempat ini, aku tidak bisa menggunakan nama asliku. Jadi aku hidup tanpa nama."

Mingyu terdiam beberapa saat. Pengakuan Wonwoo cukup mengejutkan. Ia tidak bisa membayangkan seseorang hidup tanpa nama. Dan setelah kejadian di rumah sakit, Mingyu mengerti kenapa Wonwoo tidak ingin menggunakan nama itu lagi.

"Aku tahu bukan kau yang melakukannya. Aku percaya padamu." Mingyu berucap cepat. Seolah Wonwoo akan pergi sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Namun tidak ada tanggapan berarti. Wonwoo hanya diam membisu.

"Aku tahu kau tidak akan melakukan itu pada Jisoo hyung," lanjut Mingyu lagi.

"Kau pernah menangis?" Tiba-tiba Wonwoo mengalihkan pembicaraan.

"Menangis?" tanya Mingyu bingung.

"Kau pernah melakukannya? Menangis seperti yang manusia lakukan?" Wonwoo mencoba mengulang pertanyaanya. Untuk beberapa saat Mingyu terdiam, namun setelahnya ia mengangguk ragu.

"Aku pernah menangis. Entah itu saat merasakan sakit, sedih, kecewa bahkan marah. Tapi aku sudah lama tidak menangis." Jawaban Mingyu membuat Wonwoo justru menganggukkan kepalanya.

"Seharusnya manusia memang seperti itu. Menangis adalah hal yang wajar. Kata Jisoo hyung, rasa sedih tidak akan memandang status maupun usia. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Sesedih apapun, sesakit apapun, aku tidak bisa melakukannya. Aku bukan manusia seperti kalian."

Mingyu dibuat bingung dengan kalimat itu. Namun dengan pemikiran cerdasnya, ia mulai mengerti apa yang Wonwoo maksud. Hanya saja, ia mencoba tidak membahasnya lebih lanjut.

"Aku tidak peduli pendapat orang tentangmu. Aku dan kau sama saja. Kita tidak ada bedanya," gumam Mingyu setelah keheningan menyelimuti keduanya.

"Aku tidak bisa berlama-lama di sini, Mingyu-ya."

"Kau tidak bisa pergi begitu saja. Bagaimana dengan Jisoo hyung kalau kau pergi? Jisoo hyung pasti akan sangat sedih," ucap Mingyu setelah sadar dengan tujuannya. Sedangkan Wonwoo justru tersenyum sedih dan menggeleng.

"Kau tidak mendengarnya, Mingyu-ya? Aku hanya orang lain di mata Jisoo hyung."

"Kau tidak bisa mengatakan seperti itu sebelum Jisoo hyung—"

Light In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang