Pemilik Hati

1.7K 96 12
                                    

"Heaven knows when and where it began, feeling the obvious right now I'm getting unable to pass through this life if without you"


Dua hari yang lalu . . .

Disebuah kedai kopi rumah tua. Raniah tiba lebih dulu. Ia menunggu seseorang yang janjian dengannya beberapa jam yang lalu. Raniah mendadak diminta menemuinya. Jika bukan karena penasaran dengan tujuannya. Raniah malas menghadapinya. Tapi karena orang itu adalah orang yang masuk kategori langka. Langka meminta sesuatu. Jadi Raniah rela menyetujui pertemuan tersebut.

Alhasil ia sudah duduk manis menyeruput vanila latte sambil melirik pintu masuk lalu mengecek arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Apa aku terlalu kecepetan." Entah siapa yang katanya tak antusias.

"Uda lama nunggu ?."

Raniah mendongak,"Ah tidak juga."

Lelaki tersebut menarik kursi lalu duduk dihadapan Raniah. "Wah.. look your style. Beda banget." Raniah takjub dengan penampilan berbeda yang ditampilkannya. Agak lebih rapi dari sebelum-sebelumnya.

"Tambah kece dong." Ungkapnya percaya diri sambil menaik turunkan alisnya.

Raniah mengacungkan jempol mengakui. "Eh ngomong-ngomong ada urusan apa kamu ngajak aku ketemuan disini."

"Ngobrol." Jawabnya singkat.

"Kalau cuman sekedar ngobrol, kan bisa didepan rumah aja. Tempat nongki kalian sepi sejak kepergianmu. Aku nggk ngedengerin lagi suara-suara sumbang yang gentayangan tiap malam."

"Elaah bilang aja kamu kangen ama suara sumbang ku."

Raniah mendengus sebal. "Pede. Rugi tenaga aku kangen ama makhluk alus kayak kamu."

"Iya alus lembut hatinya."

"Iyadah. So kapan kita seriusnya ?."

Asraf bersandar sambil menyilangkan tangan," aku didesak nikah sama para tetua."

Raniah belaga cuek mendegarkan. "Eem... trus ?." Ia memutar bola mata malas lalu terhenti, "apa nikah ?." Raniah membulatkan bola mata seakan ingin melompat.

"Yes." Ia berseloroh santai.

"Trus maksud kamu nemuin aku, jangan bilang aku .. "Raniah menunjuk dirinya lalu menunjuk lelaki didepannya,"kamu aku gitu, gila kamu Sraf ?." Raniah mengendikkan kedua bahunya ngeri.

"Aku bukan fedofil kali Ra, otak mu rada sengklek ya ." Asraf tertawa geli.

Wajah Raniah cemberut," yakalii kamu diem-diem suka ama aku trus baru berani ngomong."

"Itu mah kamunya yang kepedean. Lah kan, ceritanya makin belok gara-gara kamu." Asraf mengerutu sebal.

"Yah maap, lanjutin gih."

Asraf berdehem," kamu tahu siapa orang yang langsung terbersit dipikiranku saat para tetua menyuruhku segera menikah ?."

"Sasya." Celetuk Raniah tanpa sengaja.

"Exactly." Asraf menjentikkan jari takjub.

"Apa Sasya ?," Raniah panik kelabakan baru sadar kalau ia tanpa sengaja menyebut nama Sasya. Padahal ia hanya menjawab asal. "Oh no no." Raniah menolak lantas geleng-geleng kepala.

"Aku tak butuh persetujuanmu." Asraf memanjukan wajahnya," yang aku ingin tahu apa dia masih single ?." Ia lalu menaikkan alis mengintimidasi emosi Raniah.

"Si single sih." Merasa terpojok Raniah menjawab terbata-bata. Ia memukul bibirnya karena menyesal tak bisa berbohong. Demi kemaslahatan hidup Sasya. Ia berpikir bahwa berbohong adalah jalan terbaik menempuh ketentraman bersama. "Ta..ta pi, kenapa mesti Sasya ? Pacar kamu kan ada. Mantan mu bertebaran. Sasya, gebetan tak sampai, pacar bukan, mantan apalagi."

Tomorrow With My ImamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang