Bagian 1 - Serigala di Jawa

146 1 0
                                    



JAVAPOLAYPSE

Surabaya, Indonesia – 2027

Tiga tahun berlalu sejak insiden pertama akibat bencana virus C yang merubah setiap orang menjadi mayat hidup. Banyak negara telah kehilangan kota mereka akibat penyebaran zombi yang begitu besar. Penularan yang begitu cepat karena mutasi virus C yang luar biasa cepat juga membuat bencana semakin parah. Indonesia juga, telah kehilangan banyak sekali wilayah. Kini, hanya tinggal beberapa kota yang menjadi benteng pertahan terakhir dari serangan zombi.

Di pulau Jawa, wilayah dengan kondisi paling parah, hanya tersisa dua kota yang menjadi pertahanan terakhir. Jakarta dan Semarang saat ini menjadi harapan bagi mereka yang masih bertahan di pulau Jawa. Semua pusat pertahanan di Jawa dan pemerintahan berada Jakarta. Bagi mereka yang masih berada di luar Jakarta dan Semarang, tempat itu bagaikan surga yang akan menyelamatkan nyawa mereka.

Di tengah kekacauan di Jawa dengan banyaknya korban yang sudah tak terhitung jumlahnya, masih ada dari mereka yang tidak beruntung. Mereka yang masih selamat harus bertahan hidup di antara kepungan mayat hidup yang setiap saat dapat menyerang mereka kapanpun. Di dalam pulau yang seperti neraka tersebut, ada seseorang yang terus berjalan. Bagaikan serigala, dia sendirian menghadapai apapun dengan senjata serbu yang dibawanya.

Pria dengan jaket bertudung itu tengah berjalan menyusur jalan yang sepi dan panas di jalur Pantura daerah Surabaya. Sepanjang jalan yang terlihat hanya mobil dan motor yang terbengkalai ditinggal pemiliknya. Seluruh kendaraan itu kini berkarat dan sebagian ditutupi oleh tanaman rambat. Jalan yang dipenuhi rumput dan belukar tak menghalanginya untuk terus berjalan.

Dia terus berjalan dengan sesekali membenahi posisi tasnya yang tampak berat itu ditambah senjata serbunya yang agak mengganggu pergerakan. Panas dan terik matahari sama sekali tak membuatnya menyerah. Keringat yang berucucuran dari wajahnya menunjukkan betapa ia menahan siksaa dari matahari.

Banyak bangunan yang telah ia lewati sepanjang jalan. Setiap bangunan ia coba periksa satu persatu. Pria itu mencoba untuk mencari beberapa makanan, obat, dan peralatan yang sekiranya dapat membantu selama perjalan yang entah kemana tujuannya.

Saat ini ia berhenti di salah satu toko swalayan kecil. Dia masuk dengan begitu hati-hati sambil mengacungkan moncong senjatanya. Gelapnya toko itu memaksanya untuk menyalakan senter miliknya. Ia sorot ke tiap bagian yang terlihat gelap. Dari setiap lorong rak, ditelusurinya dengan hati-hati. Kewaspadaan terus dijaga dengan sesekali menengok ke samping. Setelah merasa aman, dia baru berjalan dengan biasa.

Susunan makanan dan minuman pada rak diambil seperlunya. Sekiranya yang dapat bertahan lama dan mudah untuk dibawa. Semua makanan dan minuman itu dimasukkan ke dalam ransel yang besar. Beberapa makanan yang dirasa sudah mendekati masa kadaluarsa dimakannya saat itu juga.

Kondisi Surabaya sudah seperti kota mati. Tak ada tanda kehidupan yang muncul. Hanya terkadang suara burung dan serangga yang terdengar. Namun, tak seperti suara yang melewati telinga pria itu. Dengan sigap ia sudah bersiap dengan merangkul tas dan mengacungkan senjata. Suara yang misterius itu menggiringnya ke salah satu sudut minimarket yang gelap.

Suara seperti plastik yang bergesekan itu semakin jelas. Dia melangkahkan kakinya perlahan. Sepatu botnya yang besar dan keras itu sangat mudah menimbulkan suara bila tak berhati-hati. Saat ini dia bersembunyi pada salah satu rak. Didengarnya suara itu dengan cermat. Terlihat sesekali ia menggerakkan jari-jari saat menggenggam senjata. Napasnya ditarik panjang untuk menghilangkan rasa gugup dan takut.

Pria itu langsung menodongkan cepat senjatanya ke arah suara yang dicurigainya itu. Setelah dilihat ternyata hanyalah kantong plastik yang tertiup angin. Perasaannya menjadi lega. Bisa saja tadi itu mayat hidup yang sedang mengawasinya. Dia langsung berbalik dan beranjak pergi.

JAVAPOCALYPSEWhere stories live. Discover now