(6) Adit Punya Pacar

Mulai dari awal
                                    

Aira: Lo udah tidur belum?
Aira: Gue ada di taman deket rumah lo. Mau ke sini?

Adit seketika bangkit dari duduknya dan bergerak dengan cepat ke arah lemari. Ia melempar beberapa baju yang dirasanya tidak cocok dan memilih sweater hitam kesayangannya. Ia sudah hampir keluar kamar, saat menyadari celananya juga terasa kurang pas dan perlu diganti. Oh ya, dan kali ini ia juga menyemprotkan sedikit pewangi, tidak kebanyakan seperti tempo hari, karena Aira tidak suka. Lalu berlari menuruni tangga.

Di lantai bawah, ia bertemu Bunda yang langsung menghadang langkahnya.

“Kamu mau kemana, Dit?” Tanya Bunda, menginterogasi.

“Keluar bentar Bunda. Boleh dong, ya?”

“Kemana? Jemput Angga?” Bunda menggeleng sendiri, “Angga udah selesai siaran daritadi.” Lanjut Bunda pada dirinya sendiri lagi. “Ini udah hampir jam 10, Aditya! Awas aja itu Angga! Bunda jewer nanti!”

“Bukan, bukan sama Angga, Bundaa..”

“Terus sama siapa? Emang kamu punya teman lain?”

“Ih Bunda kok malah jahat.” Adit menyahut dengan bibir cemberut. Ia punya banyak teman kok. Teman sekelas.

“Ya jadi… terus kamu mau kemana?”

“Ke taman doang kok, Bunda. Gak bawa motor. Deket kan. Boleh ya?” Adit memamerkan jejeran gigi dengan telapan tangan mengatup di depan wajahnya. Cara andalannya saat memohon pada Pamela, Bundanya.

“Ada apa sih ini? Seru banget kayaknya.” Fariz datang menengahi anak dan istrinya.

“Ini Yah, anak kamu, masa jam segini mau ke taman?” Adu Bunda. Ayahnya kini ikut menatap Adit, siap mengintrogasi—juga.

“Di taman ngapain? Nangkep nyamuk? Bantu nangkep nyamuk di kamar nenek aja deh. Kasian kalo pagi suka ngeluh banyak nyamuk katanya. Padahal di kamar kita enggak, ya Bunda?”

Pamela menepuk bahu suaminya dengan tampang datar sebagai jawaban.

“Gak boleh.” Kali ini Ayah serius. “Kamu gak takut dibegal? Sekarang ini bahaya loh. Ini udah malem.”

“Please deh Yah, ini Adit gak keluar kompleks loh. Masa dibegal?” Adit melirik jam dinding, uh… hampir 10 menit berlalu dan bagaimana kalau Aira akhirnya memutuskan pulang? Gagal dong Adit melihat Aira untuk membingkainya ke dalam mimpi malam ini? Ceilah.

“Yak an gak ada jaminan kompleks kita gak ada premannya. Atau bahkan emang bener nih, preman-preman yang nyuruh kamu keluar? Kamu dipalakin yah, Dit? Ayo ngaku. Biar Ayah laporin mereka. Gak baik jadi kebiasaan. Kamu juga jangan takut. Bilang aja sama Ayah.”

Adit menepuk jidat. “Ayah, Bunda, bukan kayak gitu. Apaan sih pake teori preman segala.”

“Wah… bunda makin curiga  nih, Yah. Berarti bener nih. Anak kita kasian banget Yah, dipalakin preman.”

Adit meringis dan berputar di tempatnya, Ayah Bundanya memang overprotektif, tapi Adit gak punya banyak waktu kali ini. Lagipula Aidt tahu orang tuanya begitu menyayangi dirinya, tapi ayolah, pemikiran mereka terlalu jauh sekarang.

“Adit mau ketemu cewek bukannya preman.”

Satu kalimat Adit itu berhasil menarik perhatian Ayah dan Bundanya. Keduanya yang sejak tadi masih melanjutkan pemikiran-pemikiran tentang preman dan cerita anak temen ayah yang dulu korban pemalakan, kini menatap Adit seolah salah dengar.

“Cewek? Cewek apa? Kuntilanak?”

Adit mengembus napas gemas. Untung Bundanya cantik, jadi Adit gak tega marah-marah. “Ya cewek… anak perempuan.”

Lonely AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang