(4) Membuatnya Tertawa

54 7 0
                                    

BAGIAN 4

Membuatnya Tertawa

AIRA menutup lokernya dengan embusan napas berat. Ia masih memikirkan tentang keputusannya menyeret Adit ke kehidupannya. Pemuda pemalu yang menyukai Aira. Ia harus menggarisbawahi keadaan tersebut.

Bukankah jahat jika ia menggunakan Adit sebagai tamengnya? Menyuruh Adit berpura-pura menjadi pacarnya, sementara ia sebenarnya masih mengharapkan Cakra. Bagaimana kalau Adit semakin jatuh cinta padanya dan Aira tidak bisa membalas itu?

"Ai? Yuk?"

"Ehm, Dit,"

Adit berhenti dan menoleh. "Ya?"

Aira terdiam menatap lantai. "Eng-ga. Gak papa." Jawabnya mengulas senyum singkat. "Yuk."

Aira tidak bisa. Atau tepatnya tidak mau. Dengan begini, ia bisa berjalan bersama Adit. Sahabatnya di panti dulu. Walau Adit tidak tahu bahwa Aira adalah gadis kecil di masa lalunya.

Lagipula, bukankah begini setidaknya bisa membuat Adit senang, kan? Dan siapa tahu, suatu hari Aira juga bisa memiliki rasa yang sama. Who knows. Yang penting sekarang, Aira mau fokus pada sekolahnya. Tidak mau mengulang hal bodoh yang sama, saat nilai-nilainya turun karena masalah cowok. Ya, cowok itu Cakra.

Dan satu-satunya cara membuat Cakra menjauh adalah, dengan memiliki pacar.

----Lonely Angel----

Adit memasuki pekarangan rumahnya dan memarkir motor matic biru kesayangannya di samping motor Angga. Sahabatnya satu itu memang sering ke rumahnya. Bahkan sudah seperti anak laki-laki ke-3 dari keluarga ini. Angga bisa keluar masuk, makan, bahkan tidur semaunya. Orang tuanya sudah sangat kenal dengan anak laki-laki sebatang kara itu. (baca Lost Along the Way)

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Nenek yang menyahut. Wanita senja itu tengah melipat pakaian, sementara menantunya, Pamela-bunda Adit-yang menyetrika.

"Angga di atas?" Tanya Adit yang kini sudah melepas sepatunya dan menaruhnya di rak.

"Ada tuh di kamar kamu. Baru dating juga dari sekolah. Tapi kok kalian gak bersamaan sih datengnya?" Jelas dan tanya Pamela.

Adit tersenyum, "Tadi ada misi rahasia."

Pamela meletakkan setrikanya, lantas menoleh, "Apaan?"

"Ada deh, Bun. Adit ganti baju yaaaa." Ucapnya berlari kecil menuju tangga. Pamela hanya mengangkat bahu acuh.

"Woe!"

"Ish!" Angga meringis. Untung saja refleksnya cepat. Jadi ia tidak terkena lemparan ransel Adit-yang seberat batu saking banyaknya buku yang ditampung.

"Tumben lo ke sini lagi siang-siang," Adit membuka lemari pakaiannya. Ia memilih baju, untuk Angga juga. Gerah sendiri dia melihat Angga masih dengan seragam sekolah, lengkap dengan blazer abu-abunya lagi.

Angga menangkap pakaian yang dilemparkan Adit, "Baur tau gue, kalau jam pulang sekolah kita masih dikategorikan siang." Ujar Angga. Pasalnya, jam terakhir di sekolah mereka baru berakhir setelah masuk jam Ashar. Belum lagi setelah itu mereka melatih paskibra dulu. Anehnya setelah bubaran tadi, Adit pake acara ke loker. Ini gak wajar ya, karena Adit dan Angga punya kebiasaan ke loker setelah jam pelajaran selesai. Untuk apa lagi Adit ke loker setelah latihan? Dan ternyata, Adit nyamper cewek. Aira lagi ceweknya. DAN MEREKA PULANG BARENG.

Sungguh luar biasa.

"Gue mau nagih penjelasan."

"Perasaan gue gak pernah janji." Jawab Adit yang kini sudah berganti pakaian. Ia melemparkan tubuhnya ke kasur empuknya.

Lonely AngelWhere stories live. Discover now