Ceritanya ini prolog.

2.4K 188 60
                                    

Dream.00

Namanya Sean, enam belas tahun, belum dapat KTP apa lagi Surat Izin Mengemudi, anak jurusan IPA yang nakalnya bisa di golongin dalam kelas berat, hobinya denger musik rock, paling benci sama pelajaran matematika. Kerjaannya gonta-ganti cewek terus, tukang rusuh juga.

_________

Kata-kata Sandra masih menari-nari dalam ingatan Agnes, soal Sean yang nakal, soal Sean yang playboy, soal Sean yang sering bikin onar. Dia siapa? Lebih cakep mana sama kak Rega yang sering bolos itu?

Hm,

Agnes menutup wajahnya dengan satu bantal. Dia sedang galau. Bukan, dia cuma lagi pusing. Tadi siang, laci mejanya penuh dengan surat-surat aneh yang menuliskan nama Sean sebagai pengirimnya. Isinya tidak penting, sungguh. Agnes sampai mengumpulkannya menjadi satu dan menggumpal kesal sebelum di lempar ke dalam tong sampah. Dia pikir Agnes akan luluh dengan satu-dua kata yang bahkan tidak ingin gadis itu mengerti sama sekali? Jangan mimpi boy.

..

"Sean?"

Teriakan kencang itu berhasil menyita perhatian Sean dari layar ponsel. Dengan wajah datar andalannya, Sean menyambut kedatangan Farel yang sangat-sangat terlambat.

"Sorry Bro, gua nemenin Abel dulu di perpus."

Sean mengangguk mengerti mengembalikan fokus pada layar lima inci di genggamannya, alasan sohibnya tidak lebih menarik jika di bandingkan dengan senyuman Agnes dalam akun instagramnya.
"Kenapa gak langsung pepet aja sih yan?" tanya Farel memajukan lehernya ikut memandang ponsel Sean.

Meski samar oleh suara musik Linkin Park, Sean masih bisa mendengar pertanyaan Farel dengan sangat jelas. Kenapa?

Karena, dia tidak ingin. Jawaban sederhana yang pasti di angin lalukan meski dia mengatakannya pada Farel, teman dekat satu-satunya yang ada di sekolah. Tidak ingin menjawab, Sean mengangguk-anggukkan kepalanya pura-pura tidak mendengar.

Agnes. Gadis yang tiga hari lalu sibuk menunduk mencari sesuatu di antara rumput rendah yang ada di sebelah lapangan basket. Cantik, rambutnya hitam panjang dan Sean menyukai yang satu itu, wajah paniknya unik, ada lesung pipi tiap kali gadis itu menggerakkan bibir mungilnya, satu hal lagi, Agnes mengingatkannya pada seseorang yang tidak mungkin akan kembali.

"Woy!"

Sean mengernyit kesal melepas satu earphone-nya dengan paksa. "apa?"

"Udah bel masuk, buruan cabut." Farel menepuk-nepuk belakang celananya membersihkan beberapa debu yang pasti menempel di sana.

"Duluan." usir Sean memasang kembali benda putih itu pada telinga kanannya, menutup mata menikmati hembusan angin dan membiarkan handphone di tangannya terjatuh bebas ke atas rumput.

"kebiasaan." Rutuk Farel meninggalkannya sendirian.

Lagi-lagi, Sean mendengar dan pura-pura tidak mendengar.

Otaknya sedang berselancar jauh dalam segala andai-andai. Dia tidak ingin langsung pulang, dia tidak ingin cepat kembali dan menghabiskan waktunya di dalam kamar.

Dia sangat suka sendirian. Meski tiap kali bayangan keegoisan itu kembali menghantuinya, Sean tidak pernah ingin membaginya dengan siapa-siapa. Dia terlalu nyaman dengan dirinya sendiri. Walau selalu bertingkah dan mencari perhatian, Sean tidak pernah ingin lebih, dia hanya ingin di anggap ada dan hidup seperti orang-orang kebanyakan. Lagi pula dia punya Opa yang bisa selalu di andalkan. Jadi mau seburuk apapun tingkahnya dalam menikmati hidup, Sean tidak akan pernah mendapat masalah, tidak akan pernah. Seharusnya.

Dulu, cita-citanya adalah menjadi seorang dokter hebat, menyembuhkan penyakit bunda dan hidup bahagia bersama. Tapi sekarang semua berbeda, cita-citanya hanya ingin memiliki band sendiri suatu saat nanti, menulis lirik dan menikmati musik ciptaannya di hari tua, sederhana kan? Iya, dia tidak butuh kata Wow dalam hidupnya, bahagia versi Sean sesederhana permintaan anak kecil berumur lima tahun. Bisa di peluk bundanya setiap sebelum terlelap tidur, lagi.

___________

Ini bukan kisah sedih, seharusnya ini cerita bahagia yang bisa membuat semua orang tersenyum lebar. Cerita sederhana se-sederhana cita-citanya Sean, di kelilingi sedikit konflik keluarga, persahabatan, dan kisah cinta khas anak SMA. Jangan terlalu berharap banyak pada cerita kedua saya, ini versi abal-abalnya walau yang pertama juga abal-abal. Tapi terima kasih banyak untuk yang sudah membaca. ________

Dream.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang