Takdir

381 2 0
                                    

Mei 2011

Sebulan lagi, Mishall bakal bertolak ke ibukota. Di kota ini, penyakitnya bahkan gak bisa dideteksi secara penuh. Ia harus memeriksakan penyakitnya ke rumah sakit yang lebih lengkap. Mishall menatap surat rujukan yang kini sudah berpindah ke atas meja dikamarnya. Berdiri di pinggir jendela kamar, ia mengarahkan pandangan ke halaman rumah yang mulai ditumbuhi rumput liar kecil. Gerimis di pagi itu menambah syahdu suasana hati.

Baru kemarin Mishall merasa begitu senang, karena sidangnya berjalan lancar. Ya, sebentar lagi, ia akan menjadi seorang sarjana hukum! Setelah wisuda nanti, namanya akan berambah panjang dengan gelar yang ia perjuangan lebih dari 3,5 tahun.

Namun, ini gak berlangsung lama. Keesokan harinya, Dokter Ben yang menangani penyakit Mishall menghubunginya.

"Mishall, saya harap kamu bisa segera bertolak ke Jakarta. Saya sudah menghubungi RSCM untuk segera melakukan tindakan. Jangan ditunda lagi, karena..." Dokter Ben menghentikan kalimatnya.

"Kenapa, Dok?," tanya Mishall. Segera sang ibu, Ratna menggenggam tangan Mishall.

"Saya takut akan semakin membesar dan membahayakanmu..."

***

Gerimis itu mulai berubah menjadi hujan. Sesekali ia menatap ke dadanya yang sudah berukuran seperti bola kaki. Diam-diam, airmatanya mulai menetes perlahan, seolah latah dengan hujan yang menghalangi pandangannya pagi ini.

Entah sejak kapan penyakit ini mulai menggerogoti tubuhnya, Mishall gak tahu pasti. Seingatnya, pertengahan tahun itu ia memang ngerasain kalo payudaranya mulai berubah. Awalnya, ia mengira payudara yang membesar karena memang sedang menstruasi, atau yang dikenal di dunia kedokteran sebagai Mammary Dysplasia.

Mammary dysplasia adalah benjolan payudara yang sering dialami oleh sebagian besar wanita. Ini juga yang dirasain Mishall. Benjolan ini umumnya multipel, pertumbuhan dipengaruhi oleh hormonal dan terjadi seiring dengan siklus menstruasi. Benjolan ini akan menghilang setelah wanita selesai menstruasi dan dapat kembali terjadi ketika menstruasi datang

Namun, setelah menstruasi selesai, payudara Mishall tak kunjung normal. Semakin hari, payudara Mishall malah semakin membesar. Mishall yang biasanya make bra berukuran 34D, bahkan harus mengganti ukuran berkali-kali, karena payudaranya tak kunjung berhenti bertumbuh.

Dalam kurun waktu 6 bulan, payudaranya bahkan gak bisa lagi dipakein dengan bra berukuran raksasa sekalipun, hingga akhirnya Mishall terpaksa membungkusnya dengan kain tebal. Soal beratnya, gak usah ditanya. Kesiksanya, juga gak usah ditanya.

Berulang kali Mishall mondar-mandir rumah sakit. Berulang kali pula ia tak menemukan kepuasan. Beberapa dokter yang menanganinya tak mampu menjelaskan penyakit apa yang ia derita.

Belum putus asa, ia pun mencoba berbagai pengobatan alternatif dan herbal. Malu? Mungkin sudah hilang. Ia hanya ingin sembuh. Sembuh dan kembali menjadi perempuan normal yang punya payudara sempurna.

Rambut panjang ikalnya dimainkan angin yang dibawa hujan itu. Mishall masih merenung di balik jendela yang sudah basah. Kaca jendela sudah buram diterpa air hujan. Seburam masa depan yang akan dihadapinya. Rasanya, Mishall udah gak sanggup. Namun, Ibu Mishall selalu memberinya dorongan untuk terus berobat, demi mengharap kesembuhan.

Pernah suatu kali, Mishall pulang dalam keadaan menangis. Ratna tentu bingung. Mishall langsung masuk ke kamar dan membenamkan wajah di bantal Doraemon miliknya.

"Kenapa sayang?," tanya Ratna, seraya duduk di pinggir tempat tidur Mishall.

"Aku gak kuat lagi, Bu. Aku gak bisa lagi nahan penyakit ini!," teriak Mishall. Ia lantas memeluk sang ibu erat. Ratna tak ingin berkata-kata. Ia hanya mengelus pelan rambut Mishall sembari mencium ubun-ubunnya.

"Bu, aku diganggu laki-laki di sana. Aku dianggep pelacur. Mereka bilang, dadaku gede. Pandangan mereka ngeremehin banget. Aku malu, Bu. Aku malu."

Dan Ratna pun hanya bisa terus memeluk anak perempuannya. Erat.

***

Koper biru yang penuh dengan pakaian Mishall dan Ratna, sudah masuk bagasi bandara. Sebentar lagi, ia akan meninggalkan kotanya untuk sementara waktu. Ia tak tahu apa yang akan ia lalui di ibukota. Yang pasti, aroma rumah sakit yang sudah sangat ia hafal itu akan kembali memenuhi rongga dadanya.

Wisuda yang sudah ia impikan, terpaksa tak bisa ia ikuti. Meski demikian, ia bisa menyusul di perayaan wisuda berikutnya. Sesaat, ia menutup beranda instagram miliknya yang penuh dengan foto-foto wisuda teman-teman seperjuangannya. Bahkan, mereka tak tahu kalo aku tak berada diantara mereka, batin Mishall.

***

Ada perubahan nama dokternya, karena permintaan si empu yang minta disamarin aja, kayak masa depan kita ya Bang *eh

MishallWhere stories live. Discover now