Chapter 3

1.2K 99 16
                                    

Unedited, July 8th 2017



Zayn

Ia masih ingat bagaimana gadis berambut gelap itu melewatinya, membawanya kembali pada ingatan kelam yang ia kubur begitu dalam. Zayn tidak pernah menampik kenyataan bahwa hanya Bianca yang selalu ia rindukan, meskipun jauh di dalam, ia tahu. Menggali kenangan yang pernah mereka lalui hanyalah ide terburuk yang hanya membuatnya kembali terpuruk dari puncak tertinggi yang baru ia raih.

Nafas memberat, ia berjalan mengikuti bayangan Bianca pada gadis itu. Terlebih, dejavu terasa begitu nyata ketika gadis itu berbalik menatapnya.

Itu dia, dua mata biru kesukaannya.

Memori indah akan Bianca terproyeksi sempurna menguasai penglihatan Zayn. Tanpa sadar, kerinduannya akan Bianca tidak hanya meracuni sukmanya, namun juga melumpuhkan nalar dirinya. Ia mencium bibir merah gadis itu.

Gadis itu mendorong Zayn menjauh, namun dorongan itu hanya membuat Zayn memasuki alam terdalam ingatannya akan Bianca. Ia terus mencurahkan kerinduannya.

"Jangan berhenti," Kata gadis itu, kemudian membalas ciumannya. Disaat itulah Zayn kembali ke dunia nyata.

Bianca tidak pernah membalas ciumannya.

"Astaga, maafkan aku," Ya, maaf untuk gadis cantik itu, dan kepada dirinya yang begitu bodoh.

Ia tidak ingin melibatkan orang lain di dalam kekacauan dirinya.

Dan sekarang gadis itu di depan Zayn, menawarkan dirinya untuk memasuki gerbang yang sudah ia tutup dengan rapat.



Catherine


"Aku begitu mabuk saat itu," Zayn memecah keheningan. "Aku minta maaf. Aku tahu semuanya adalah salahku, anggap saja—"

"Anggap saja semuanya tidak pernah terjadi? Itu katamu? Setiap ciuman tidak pernah tak memiliki makna, Zayn. Wow, kenapa semua pria begitu mudah menganggap hal itu sebagai 'anggap saja tidak pernah terjadi' ?" Cath tertawa sarkastik.

"Aku sangat mabuk saat itu,"

"Ya, kau sudah mengatakan hal itu tadi," Cath memutar bola matanya. Faktanya, ketika kau terhubung dengan seseorang melalui sebuah ciuman, tubuhmu akan menjadi satu dengannya walau hanya beberapa saat. Dalam waktu yang sempit itu, Cath mengetahui bahwa lawan mainnya di malam itu tidak berbau alkhohol dan dalam kesadaran yang penuh. Apalagi ketika ciuman itu bukanlah hal yang baru baginya.

Ia tidak memungkiri jawaban ini sangat mungkin keluar dari mulut pria brengsek di depannya. Setidaknya, bila Zayn jujur mengenai 'aku tidak ingin membawa ini ke hal yang serius' mungkin Catherine bisa memakluminya. Tapi, mengapa harus mencari kebohongan sebagai alasan? Pria memang makhluk yang menjengkelkan.

"Maaf," Cath mendinginkan suasana. "Lupakan saja hal itu, anggap saja tidak pernah terjadi, maksudku, yeah, lupakan. Omong-omong ini alamat e-mail ku." Ia menuliskan alamat surel yang ia miliki sejak SMA diatas kertas post-it kuning diatas meja Zayn.

Setidaknya Cath sudah mendapatkan jawaban bahwa bukan hanya dirinya yang ingin kejadian itu tidak sampai di telinga warga NYU. Cath berjalan meninggalkan ruangan tanpa menatapnya kembali.



Zayn

Attached,  // z.mWhere stories live. Discover now