Chapter 3

177 29 7
                                    

Waktu demi waktu terus bergulir, lembaran ini masih menceritakan seorang Raynander Parker. Ini terjadi disaat usiaku menginjak 12 tahun. Tepat pada hari ini sesuatu yang tak terduga terjadi.

Langkahku terburu-buru mengikuti koridor sekolah, membawa papan jalan berwarna merah dengan seberkas map biru yang berisi rentetan acara sekolah untuk perpisahan kelas 6 ini.

Aku ditunjuk oleh kepala sekolah, Mr. George untuk menggenggam amanat menjadi ketua panitia dalam acara terakhir angkatanku ini. Dan aku tak percaya bahwa aku mempunyai amanat yang begitu besar dan sulit bagi seorang Veronica Celje ini.

Manik mata dark chocolate ku sempurna menatap kedepan tak peduli menabrak orang-orang yang berada di sisi kanan kiriku. Nafasku memburu, jantungku berdetak cepat, aku mengatur waktuku untuk mengambil notebook yang tertinggal diatas meja kelas.

"CELJE!!"

Suara seseorang berteriak memanggil nama belakangku. Suara itu familiar di telingaku, serak juga berat nan basah. Tapi aku tidak menghiraukannya, aku sibuk sekarang.

"CELJE!!"

Suara itu kembali terdengar dan kini lebih jelas dan lebih keras tapi aku masih tak menoleh sedikitpun.

"Celje tunggu!!..."

Mataku membelalak seketika saat Ray telah berdiri tepat didepanku dan menggenggam erat tangan kiriku. Aku terhenti sejenak dan kami saling bertatap-tatapan selama beberapa detik.

"Ada apa kau memanggilku?" tanyaku sambil melepas genggaman erat sang prince of ice itu. Ray berdecak malas sambil mengantongkan kedua tangannya kedalam saku celananya.

"Ikut aku ke meeting hall." ucap Ray datar tanpa menunjukkan ekspresi sedikitpun.

"Tidak bisa aku ada urusan yang lebih penting!" tolakku mentah mentah. Aku mulai melangkah tetapi ia kembali menarik tanganku.

"Ikut aku sekarang!" paksanya.

"Apa kau tidak bisa memaksa seseorang untuk menuruti kemauanmu hah?!" Ucapku yang mendapat balasan pelototan galak darinya.

"Gak bisa! Ikut aku sekarang ke meeting hall. Kau sudah terlambat setengah jam dalam perkumpulan panitia, nona Celje! apa kau ingin kuadukan pada kepala sekolah atas kelakuanmu yang membantah ketua angkatan?" Aku terdiam mencerna semua kata-katanya.

"Dan perlu kau ketahui, nona Celje. Dengan berat hati aku mengangkatmu sebagai ketua panitia, jika bukan karena Aleah dan Shane membelamu kau tidak akan pernah mendapat jabatan ini sekarang!" Aku masih terdiam menggenggam erat papan jalan dan map biruku untuk meredam emosi akibat celotehannya itu.

"Sekarang apa yang kau lakukan? Kau malah seenaknya terlambat mengikuti perkumpulan panitia. Apa ini yang dimaksud ketua? Mana sifat kepemimpinanmu? Apa harus aku lagi yang mengkoordinir? Apa kerjamu?" Besetan kalimat itu sempurna menyayat dan menusuk hati ini. Nafasku tercekat mencoba mengontrol emosi yang membara ini.

Aku menghembuskan nafas berat, berdecak kesal dan hendak menjawabnya.

"Oke iya aku mengaku salah, Ray. Aku meninggalkan notebook ku di kelas dan sekarang aku hendak mengambilnya dan aku akan pergi ke meeting hall secepat mungkin." Jawabku dengan nada yang sedikit kupercepat.

"Ya aku tahu kalau kau adalah ketua angkatan disini dan kau berhak untuk ini. Tapi dalam hal ini tentu aku akan protes bila kau datang begitu saja memakiku." Lanjutku yang hanya mendapat respon tatapan yang sangat menusuk itu.

Baru saja Ray hendak membalikkan kata kataku, seseorang yang bagaikan penyelamat hidupku terdengar memanggil namaku.

"VE!! VE!!" Suara khas yang familiar itu terdengar dikedua telingaku. Asal suara itu berada tepat di belakangku, dan Ray mengarahkan padangannya pada sesosok yang berlari kecil dibelakangku.

"Ray, aku pinjam Ve sebentar ya!" Yup, Aleah datang bagaikan dewi keselamatan bagiku dari terkaman iblis bernama Raynender Parker itu.

Aleah menggenggam tanganku erat dan menarikku untuk berlari menuju ke lapangan sekolah.

Kini kami berdua berdiri tepat dipinggiran lapangan sekolah. Tangannya masih menggenggam tanganku, nafas kami masih tersenggal senggal.

"Untuk apa kau bawa aku kesini? 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi, Aleah. Aku tidak ingin berurusan dengan guru bp yang menyebalkan di akhir masa sekolahku ini." Ucapku yang dibalas anggukan olehnya.

"Aku tahu, Ve, aku tahu. Enam tahun aku sekolah disini tentu aku tahu kapan bel masuk berbunyi" Balasnya. Aku mengerutkan dahi bingung atas apa yang harus kujawab.

"Ya... so? apa maksudmu membawaku kesini?" Aku melontarkan pertanyaanku pada Aleah yang terlihat begitu bahagia.

"Kau lihat ini, Ve? Kau lihat?!" Seru Aleah dengan begitu bahagianya menunjukkan segulung kertas berwarna hitam dengan pita berwarna putih. Aku mengernyitkan dahi, mencoba mengerti maksud dari sahabatku ini.

"Surat? Apa maksudnya?" Aku bertanya padanya seakan aku tidak tahu isi hatinya saat ini. Aleah menghela nafas berat, ia merasa kecewa karena aku tak mengerti. Ia memanyunkan bibir mungil pink nya itu sambil berdecak pinggang dan menggembungkan pipinya.

"Dari siapa?" tanyaku kemudian dia menggeleng keras tak menjawab.

"Entahlah aku pun belum membukanya, ini kutemukan dalam lokerku tadi pagi." jelasnya.

"Lalu kenapa kau yakin itu surat cinta? barangkali surat kaleng atau surat nyasar? kenapa kau jadi sepercaya diri itu, Aleah?" Ucapku sambil terkekeh kecil. Itu membuatnya terlihat kesal.

"Baiklah, tunggu apalagi Aleah? mari kita buka surat itu! Ayo cepat dibaca, pasti ia menunggu jawabanmu!" Ya, aku berkata seolah diriku berubah dan mendukung cintanya.

Ia tersenyum lebar dengan memancarkan semburat merah dikedua pipinya, seketika ia memelukku dan berloncat loncat bahagia. Ia menggenggam tanganku erat erat.

"Apa? Ada apa?" tanyaku yang kemudian ikut merasakan kebahagiaan Aleah.

Ia dengan bahagianya menunjukkan surat itu, ia memperlihatkan isi surat diatas kertas hitam yang ditulis dengan tinta berwarna putih yang entah darimana itu.

Aku memperhatikan kata demi kata yang tersusun menjadi kalimat itu. Gerak gerik mataku mengikuti tiap bait yang tertulis disana, tatapanku lekat tak terlewatkan satu huruf pun yang tertulis disana.

Ini surat cinta!

TENG!! TENG!!

Oh tidak! bel masuk telah berbunyi waktu istirahat kami pun selesai, tetapi aku dan Aleah masih saja berdiri dipinggiran lapangan ini, hanya kami berdua.

Sadar akan guru bp yang sedang mengintai kami, kami pun segera berlari menuju ruang kelas sambil tertawa bersama.
.
.
.
.
.

Faded Love [GxG]Where stories live. Discover now