Bagian 7 ▣ Shocked

190K 19.3K 910
                                    

Gara menggelengkan kepalanya melihat suasana rumah yang berserakan seperti baru terkena gempa. Bungkus cemilan dimana-mana, seragam sekolah terletak di sofa, toples berisi cemilan juga berjatuhan di lantai.

Disebelah Gara, wanita dan pria berusia empat puluh lima tahunan menarik napas dalam-dalam. Ibu dan Ayah Angkasa benar-benar tidak habis pikir dengan anaknya yang satu ini.

"Angkasa!!!" Ibunya berteriak kencang hingga membuat Angkasa yang sedang duduk dengan kaki di atas meja terlonjak kaget.

Laki-laki itu buru-buru berdiri dan menggaruk kepalanya ketika kakak, ayah dan ibunya berdiri dengan mata tajam mereka.

"Mama! Cie udah pulang! Gimana Ma? Cantik gak calon Gara? Cie... yang ntar lagi mau kawin."

Itulah kata-kata sambutan dari Angkasa ketika melihat keluarganya kembali ke rumah.

"Nikah dulu bego baru kawin." celetuk Gara asal-asalan.

Ibunya mencubit perut anak sulungnya itu. Lalu, ia berjalan cepat menjewer telinga anak keduanya.

"bun, sakit!" ringis Angkasa.

Ayahnya hanya bisa menghela napas, "Kamu ini?! Kenapa rumah udah kayak tempat sampah gini sih?" tanya Ayahnya sambil memperhatikan sofa yang ada berapa kaos milik Angkasa.

"Angkasa kan cowok Yah!" jawab Angkasa protes dan mendapat jeweran lebih keras dari Ibunya.

"Terus kalau kamu cowok gak bisa beres-beres?!" semprot Ibunya galak.

Ayahnya dan Gara memilih masuk ke dalam kamar mereka. Semprotan Ibunya kepada Angkasa mungkin bukanlah hal yang bagus untuk ditonton setelah menempuh perjalan dari Bandung-Jakarta.

"Bun sakit banget," ringisnya kesal.

"Sakit kamu bilang? Rasain. Ini kenapa Bunda nyuruh Mbak Lana untuk libur kerja selama 3 hari biar kamu itu mandiri! Dasar ya, udah SMA masih aja gak bisa beres-beres rumah. kamu itu bisa apa? Cuma bisa buat rumah berserakan? Ha?! Jawab!"

Angkasa terus-menerus meringis. Laki-laki itu daru tadi memegang tangan Ibunya yang terus menjewer telinganya.

"Ampun Bun, sakit banget ini."

Barulah karena merasa kasihan Ibunya melepaskan jewerannya itu. Ia bersedekap dada. Ibunya melihat anaknya dengan geleng-geleng kepala. Angkasa bersyukur dalam hati ketika Ibunya sudah diam. Namun, baru lima detik, teriakan Gara kembali memancing Ibunya mengomel.

"BUNDA! KOLOR ANGKASA BERSERAKAN DI KAMAR MANDI!"

Gara datang dari tangga dan sibuk berteriak. Ia membawa sebuah kain basah dan memegangnya dengan gaya jijik.

"BUNDA! LIAT ANGKASA MASIH PAKAI KOLOR SPIDER-MAN!"

***

"Apa?" tanya Gara polos dan memasukkan dua buah cemilan rasa jagung ke salam trolly.

Angkasa meliriknya malas, dan mendorong trolly itu ke depannya. Malam ini, ia dan Gara belanja cemilan yang sudah Angkasa habiskan.

Biasanya, mereka harus menghemat cemilan dengan memakannya setiap sabtu dan minggu saja. Bukan Angkasa namanya jika selalu menuruti perintah siapapun.

"Idih, diem-dieman sekarang. Ngambek?"

Angkasa melengos pergi dan berjalan dengan cepat. Ia membenarkan letak topinya hingga menutupi matanya.

Gara langsung mengejar adiknya yang sedang ngambek itu. "Apaan coba? Udah besar masih aja suka ngambek."

"Tau ah! Bodo." balas Angkasa cuek dan mengambil sepuluh bungkus kripik. Laki-laki itu masih kesal karena Gara malah memamerkan hal memalukan itu pada Ibunya.

IrresistibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang