Repudium

21.8K 2.4K 90
                                    

Bagian 3

Divorce

"Guess your husband have found the letter," ujar Tania sambil melihat layar ponselnya yang menampilkan tulisan Zaid Sudharma sedang meneleponnya. 

"Ya. Dia juga nelepon gue beberapa kali sebelumnya. Lo mau angkat, Tan?"

"Lo mau gue angkat kan?" 

Risa mengangguk.

"Ya, Zaid," sapa Tania dengan ceria. Sengaja Tania memasang loudspeaker agar Risa bisa mendengar suara Zaid juga. 

"Lo tahu di mana Risa? Gue baru pulang dari Jogja dan dia gak ada di rumah. Semua barang dia hilang," Terdengar suara Zaid yang begitu cemas.

"Risa? Gak tau. Gue piker dia di rumah kok. Tadi kita masih teleponan dan dia katanya di rumah," Tania berusaha menjawab dengan meyakinkan. 

"Risa gak bilang apa-apa? Soal dia mau pergi kemana atau apa gitu?"

"Nggak, Id," Untuk menambah kemampuan aktingnya, Tania menggeleng. Padahal Zaid tidak bisa melihatnya. 

"Kalau soal..." Zaid terdiam. "Soal cerai, dia bilang?"

"Cerai? Dia minta cerai atau gimana?" Tania pura-pura terkejut. Risa menggeleng melihat kelakuan temannya. 

"Risa gak bilang apa-apa juga kalau gitu ya?" Zaid terdengar putus asa.

"Nope," 

Zaid dan Tania sama-sama diam. Tania angkat bicara lebih dulu.

"Mungkin Risa perlu waktu sendiri, Id. Mungkin dia perlu berpikir tentang banyak hal. Mungkin dia harus menjauh dari lo sebentar," 

"Hubungan kami baik-baik saja," Zaid terdengar bingung.

"Risa adalah salah satu orang yang lebih banyak menyimpan apa-apa sendirian. Mungkin ada yang lo gak tahu," ujar Tania menambahkan. 

"Apa? Apa yang dia ceritakan ke lo dan gue gak tahu?" Sekarang Zaid terdengar kesal sekaligus penasaran.

"Ya gue gak tahu. Gue kan Cuma mengira-ngira." Tania tidak berani bicara apa-apa lagi karena saat itu Risa mengangkat jari telunjuknya. Menyuruh Tania diam. 

"Ya sudah. Kabari gue kalau lo dapet info apapun dari Risa. Please,"

"Akan gue usahakan, Id," Tania langsung menutup telepon. "Jahat lo Ris sama anak orang." 

"Dia lebih tega sama gue, Tan," kata Risa pelan lalu masuk ke kamar.

Tania tahu Risa benar.

***

"Dia meminta cerai," Zaid mengadu pada Boy keesokan harinya. Setelah menelepon Tania dan menelepon rumah keluarga Risa dimana hasilnya sama-sama nihil, Zaid meninggalkan banyak pesan ke ponsel Risa dan semuanya tidak berbalas. 

"Begitu?" tanya Boy dengan nada datar. Dia sedang bersiap-siap di restorannya.

"Iya. Aku kaget. Seharusnya kami masih menikah sampai akhir tahun nanti," Zaid berkata gusar. 

"Kamu gak suka dia menggugat cerai?" Boy mengangkat alisnya.

"Jelas," jawab Zaid cepat. 

"Kenapa?"

"Kenapa? Ya karena kami masih harus berstatus suami istri setidaknya sampai Kiki menikah," kata Zaid dengan sewot. 

"Bapak dan Ibu gak perlu tahu kita bercerai sampai Kiki menikah, Mas," Seseorang menimpali dari belakang.

Zaid menoleh cepat. Mendapati Risa sedang berjalan mendekati dirinya dan Boy. 

"Risa," panggil Zaid dengan nada rindu dan berharap.

"Deal kan?" Risa berusaha tersenyum tapi gagal. Ia terlihat seperti pembunuh bayaran. 

"Kenapa kamu bisa disini?" Adalah pertanyaan Zaid.

"Aku yang memanggilnya kemari," kata Boy dengan santai. 

"Apa?"

"Boy menghubungiku begitu Mas Zaid bilang akan kemari hari ini. Maka dari itu aku kesini. Aku mau memastikan Mas Zaid menerima surat gugatan cerai dari aku dan memang Mas Zaid sudah menerimanya. Undangan sidang akan segera datang. Pengacaraku bilang sidang pertama sekitar hari Rabu atau Kamis. Mas Zaid harus datang. Supaya semua prosesnya selesai dengan cepat," Risa berkata dengan menatap langsung wajah Zaid yang kebingungan. 

"Sebenarnya ini kenapa, Ris? Kita baik-baik saja. Kenapa kamu tiba-tiba minta cerai? Lagipula kita kan seharusnya tetap menikah sampai..."

"Sampai Kiki menikah. Ya aku tahu. Tapi aku gak bisa lanjut, Mas. Maaf kalau aku egois. Aku mau kita bercerai dengan cepat. Seperti aku bilang tadi, Bapak dan Ibu gak perlu tahu kita bercerai. Kalau Bapak dan Ibu tanya aku kemana, Mas bisa mengarang cerita apa saja. Aku percaya Mas jago akting kan," Kali ini raut wajah Risa begitu serius. Membuat Zaid yakin bahwa Risa tidak main-main. 

"Risa!" Zaid berseru. Kaget akan sikap Risa dan tidak terima diperlakukan seperti ini.

"Aku minta maaf gak bisa membantu Mas lebih lama. Maaf," Risa menunduk dan setelah itu dia berlari keluar restoran. 

"Risa!" panggil Zaid lagi.

"Zaid!" giliran Boy yang memanggil. Membuat Zaid berhenti mengejar Risa dan menatap Boy. "She needs time to be alone."

Zaid masih ragu apakah mengejar Risa atau menuruti kata-kata Boy. Akhirnya dia memilih untuk tinggal. "Aku Cuma gak ngerti..." 

"Coba kamu lihat dari sudut pandang Risa," kata Boy dengan bijak.

"Apa?" 

"Siapa yang memaksa dia untuk menikah? Kamu. Siapa yang berkorban? Dia." Boy memulai. Menatap tajam ke mata kekasihnya.

"Siapa yang memaksa dia menikah dengan begitu mendadak? Kamu. Siapa yang berkorban? Dia," Boy melanjutkan. 

"Siapa yang tetap punya pacar setelah menikah? Kamu. Siapa yang harus bersikap sebagai istri yang baik? Risa,"

"Jelas karena kamu memang pacarku dan kita gak akan berpisah meskipun aku menikah kan? Kalau dia mau menjadi istri yang baik itu pilihan dia," Zaid mengelak. 

"Siapa yang memaksa dia untuk bercinta dan pada akhirnya dia menyerahkan keperawanannya kepada suami gay-nya?"

Zaid berjengit mendengar ini. "Gimana kamu tahu?" 

Boy mengangkat bahu. "Risa yang bilang. Dengan penuh rasa bersalah,"

Zaid tidak menanggapi. 

"Selama hubungan kalian, hanya selalu Risa yang berkorban, Id. Hanya kamu yang menuntut banyak dan dia yang memenuhi. Tapi dia manusia yang punya perasaan dan rupanya dia gak bisa menahan perasaannya lebih lama. Semua orang mau bahagia, Id. Apakah kamu berhasil memberikan itu ke dia?"

Zaid masih diam saja. 

"Satu hal yang lebih penting. Dia mencintai kamu. Untuk itu dia memilih menceraikan kamu,"


***


The Liars - Trilogi Zaid Risa 1 - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang