Et Uxor Viro

22.8K 2.2K 61
                                    

Husband and wife

"Mbak Risa, ada yang mencari," ujar resepsionis kepada Risa melalui telepon. 

"Halo. Oh ya? Siapa?" Risa menanggapi, tangannya masih bergerak-gerak untuk bekerja.

"Suaminya Mbak Risa katanya," jawab resepsionis. 

Risa langsung membeku. Seharian ini ia tidak menghubungi zaid untuk urusan apapun. Kenapa juga sekarang Zaid tiba-tia mendatangi kantornya? "Sampaikan kepada Zaid bahwa aku akan keluar 10 menit lagi setelah jam kantor benar-benar selesai."

"Baik, Mbak," 

Risa kembali meletakkan gagang telepon ke tempatnya. Ia menggeleng, berpikir positif bahwa mungkin Zaid memiliki sesuatu yang ingin disampaikan sehingga ia terpaksa datang kemari. Risa segera membereskan pekerjaan dan barang-barangnya, memasukkan benda-benda tertentu ke tasnya begitu saja. Ia juga mengecek penampilannya di cermin. Apakah baik-baik saja atau ada yang aneh.

Ketika semua dirasa cukup, Risa keluar dari ruangannya. Berpamitan kepada anggota timnya yang kelihatannya belum akan pulang. "Semuanya, aku pulang duluan ya." 

"Iya mbak. Hati-hati ya," ujar mereka.

Risa mengangguk dan kembali berjalan ke luar. Menghampiri ruang tamu dengan rasa deg-degan yang semakin meningkat. Risa sudah menduga ia akan melihat Zaid yang berdiri menunggunya dengan tatapan mengerikan. Namun yang ia lihat adalah Zaid dikelilingi beberapa wanita dan sedang tersenyum. 

"Ah itu istri saya. Maaf," Zaid mengangkat tangan dan menyeruak diantara wanita tersebut.

"Lho jadi Risa ini sudah menikah? Suaminya penyiar berita Zaid Sudharma ini toh?" ujar salah satu dari mereka yang Risa tidak kenali. 

"Hehehe. Iya, Mbak," Risa mengangguk dan tersenyum.

"Kita pulang?"Zaid berbisik di telinga Risa. 

"Permisi, Mbak-mbak. Saya pulang duluan," Risa berpamitan, tersenyum dan secepat mungkin menyingkir dari keramaian.

"Wanita memang ganas," ujar Zaid saat ia dan Risa hanya berdua menunggu lift. 

"Hmm," Risa menanggapi. Ia masih takut Zaid akan marah padanya karena tadi ia datang ke tempat Boy dan mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ia katakana.

"Kenapa?" 

"Apa?" Risa menoleh.

"Ada kejadian gak enak di kantor? Atau kamu gak suka lihat aku tiba-tiba disini?" Zaid tersenyum. 

"Hah?" Risa malah tidak mengerti. Ia sedang menyiapkan mental untuk menghadapi segala kemarahan yang akan Zaid keluarkan.

"Kamu sakit?" Zaid merangkul pinggang Risa dan menariknya masuk lift. Tangannya yang lain menyentuh kening Risa. 

"Mas Zaid, ini di kantor," Risa mendesis dan melepaskan tangan Zaid dari pinggangnya.

"I know, sorry. Jadi?" 

"Aku gak apa-apa. Aku kaget kamu datang ke kantor tiba-tiba," Risa masih berbisik karena di dalam lift tidak hanya ada mereka berdua.

"Iya karena ada yang ingin aku bicarakan," Zaid melempar senyum kepada orang-orang yang menatapnya. 

Jantung Risa berdetak lebih kencang. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Kemari," Zaid menuntun Risa keluar dari lift dan menuju basement tempat Zaid memarkirkan mobilnya. 

Sempurna, pikir Risa. Di basement tidak akan ada banyak orang. Sehingga Zaid bisa puas memarahinya disitu. Risa mengikuti kemana Zaid memandunya. Seiring dengan pikiran dan perasaan Risa yang makin tak karuan dan penuh ketakutan.

"Nah," Zaid berbalik ketika mereka sudah sampai di samping mobil Yaris Zaid.
Takut-takut, Risa memandang Zaid. 

"Tadi malam, apa kamu sedang masa subur?"

"Apa?" Dari semua pertanyaan yang mungkin ditanyakan, Zaid menanyakan hal itu. 

"Aku ulangi lagi. Apakah tadi malam kamu sedang masa subur? Karena kamu tahu, aku mengeluarkannya di dalam," Zaid terlihat salah tingkah sekaligus malu.

"Oh" sekarang Risa yang tersipu. "Tidak. Tidak." 

Zaid terlihat lega. Padahal Risa berbohong. Dia baru saja selesai datang bulan dua hari lalu.

"Lagipula. Tidak berarti kita sekali melakukannya maka aku akan hamil, Mas Zaid," Risa menambahkan hanya untuk membuat Zaid lebih tenang. 

"Betul. Aku setuju. Untuk lebih meyakinkan, maukah kamu berangkat ke dokter, Risa? Aku ada rekomendasi dokter kandungan dari Nina, stafku di BrandPlus dan dia memberikan nomor dokter kandungannya."

"Untuk mencegah kehamilan. Ya. Boleh. Kirimkan saja nomornya," Risa akhirnya tersenyum setelah beberapa menit terakhir ini wajahnya begitu tegang. 

"Oke. Nanti aku kirimkan melalui WhatsApp. Sekarang, kita pulang?"

Risa mengangguk. Kemana pun Zaid membawanya pergi, Risa akan selalu berkata ya.

***

"Sudah bertemu Dokter Fitri, Ris?" tanya Zaid saat mereka sedang makan malam bersama di apartemen. Setelah kejadian itu dua minggu yang lalu, mereka kembali bersikap seperti sebelum mereka melakukannya. Masih tidur terpisah. Masih tidak ada kemesraan berlebih. 

"Eh apa?"

"Kamu sudah buat janji bertemu dengan Dokter Fitri kan?" Zaid mengulang. 

"Oh iya." Risa memang berkata bahwa dia membuat janji bertemu Dokter Fitri kemarin siang. Jadi seharusnya hari ini ia sudah bertemu dengan Dokter Fitri. "Sudah."

"Apa katanya?" Zaid bertanya lagi. 

Apa kata Dokter Fitri? Risa tidak tahu. Risa membatalkan janji pertemuan itu tanpa siapapun mengetahuinya. Ia tidak mau bertemu Dokter Fitri atau dokter siapapun. Ia tidak mau memasang alat KB ataupun minimum pil pencegah kehamilan. Kalaupun ternyata dirinya hamil, selama dua minggu ini Risa berpikir, ia akan tetap menjaga bayinya dan Zaid tidak perlu tahu.

"Dia bilang gak aneh kalau pengantin baru mau menunda kehamilan," Risa berusaha tersenyum. 

"Ya, aku setuju. Untuk pengantin-pengantin baru yang masih ingin pacaran atau sang istri dilarang punya anak untuk masa tertentu," Zaid mengangguk.

"Aku tidak dilarang punya anak oleh kantorku. Kita juga tidak sedang ingin pacaran kan?" tanya Risa dengan polos. 

Zaid berdeham. "Tapi kita jelas tidak mungkin untuk memiliki anak dan itu jadi alasan kenapa..."

"Iya, Mas Zaid. Aku tahu," Risa tersenyum lagi dan dia langsung membawa piringnya ke wastafel meskipun makanannya belum habis. 

"Ris, jangan marah," kata Zaid.

"Aku gak marah," Risa menimpali sambil memunggungi Zaid. Membuang sisa makanan ke tempat sampah dan mulai mencuci piringnya. Risa mendengar suara kursi berderit dan setelah itu ia merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya dan seseorang mencium belakang kepalanya. 

"Aku Cuma mau waktu yang kita punya benar-benar kita nikmati," ujar Zaid.

Risa tidak menanggapi. Ia mematikan air keran dan menaruh piring di rak lebih keras dari yang ia maksudkan. Tanpa memandang Zaid, Risa melepaskan tangan Zaid dari pinggangnya dan masuk ke kamar. 

"Katanya gak marah?" Zaid bingung.


***


Kasih tau aku dong, apa yang kalian pikirkan tentang:
A. Risa
B. Zaid
C. Cerita ini

😊

The Liars - Trilogi Zaid Risa 1 - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang