Chapter 17

479 39 0
                                    

[A Madness]
==========

'Ketika kalapnya si bos membungkam dua mulut barbie palsu'

***

Author's POV
At GM Marketing's Room

Seorang pria menatap ke arah sebuah laptop yang bertengger tepat di hadapannya sekarang. Sepuluh kali dalam semenit dia harus mengetik simbol refersh, memastikan apakah ada email yang belum terbaca olehnya dalam kurun waktu sejam sejak pukul dua siang hari ini.

Namun, sesering apapun kegiatan itu dilakukan, layar laptopnya tetap setia menampilkan tajuk email yang itu-itu saja.

Karena amarahnya yang sudah memuncak, dia pria yang berstatus GM Marketing tersebut, melemparkan segala benda yang ia bisa capai di hadapannya dengan kesal.

Selang beberapa detik kemudian, seorang gadis masuk terburu buru tanpa mengetuk pintu. Selangkah kakinya menapaki ruang tersebut dan ia pun berdiri mematung. Bukan--- bukan karena takjub melihat ruangan yang ia pikir selalu rapi dan bersih setiap saat itu berubah suasana layaknya kapal pecah. Bukan! Bukan juga karena melihat ekspresi kesal dan dingin di wajah si empunya ruangan.

Come on, dia bahkan sudah terbiasa dengan wajah cooly minim ekspresi milik si pria, atasannya tersebut.

Lebih tepatnya, dia mematung karena terkejut oleh benda yang dinamakan 'vas bunga elit milik raja Mesir abad ke-6' yang melayang tepat di sisi kanan sang gadis dan akhirnya pecah menghantam dinding.

"Maaf! Lain kali saya akan mengetuk pintu terlebih dulu, pak", gadis itu---Hani menatap ngeri ke arah si pelaku.

"Duduk!", peritah pria itu sambil berkacak pinggang.

Saat ini, ia tengah mengacak rambutnya frustasi sambil terus mondar-mandir satu dua langkah. Chanyeol, general manager marketing itu memutuskan duduk setelah sekian menit membiarkan Hani memandinganya dengan rasa takut dan keheranan.

"Kamu tahukan, Jaya Group akan mengirim proposal mereka tepat jam dua hari ini? Tapi bahkan emailnya belum ada masuk hingga sekarang. Shit! Saya mengenal mereka yang ngak pernah main-main soal urusan seperti ini. Lalu mengapa emailnya belum saya terima juga?", lanjut Chanyeol dengan nada tinggi.

"Bapak sudah tanya mereka, kenapa emailnya belum masuk?", dengan polos Hani menyuarakan pendapatnya.

Namun Chanyeol berpikir, pertanyaan itu justru kelewat bodoh, "Sudah! Saya tidak akan bertanya untuk yang ketiga kalinya. Atau jika kamu mau mereka menganggap kita tidak bisa bekerja hanya karena masalah email yang enggak bisa diatasi."

"Mungkin pak, mereka salah memasukan nama email kali?"

"Salah? Setelah sekian kali mengirimnya ke saya? Benar-benar ngak profesional!"

"Atau, jaringan kali ya, pak?"

Chanyeol memutar bola matanya. Jengah mendengar rangkaian pertanyaan konyol Hani. Dia memandang kesal wajah itu. Berpikir betapa polos atau bodohnya sekertaris baru yang dia rekrut sendiri.

"KELUAR!"

Satu kata itu menggelegar di seluruh ruangan. Tanpa pikir panjang, Hani melongos keluar dari tempatnya berada saat ini. Meninggalkan bos yang kalap dan terkesan ektrim sekarang.

Hani kini duduk di kursinya yang berada di antara kubikel berwarna putih dan abu abu gelap. Ia memandang kosong ke arah kaca di hadapannya.

Terdengar beberapa suara orang orang yang tengah menggosipinya terang terangan. Suara itu semakin jelas, ketika sapaan genit seorang wanita menghampiri Hani.

Goodbye OppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang