A Rain

118 11 126
                                    


[Midorima Shintarou X Asakura Haruka]

.

Disclaimer: Tadatoshi Fujimaki and Asakura Haruka

Plot is mine.

And happy reading!

.

.

.

Come back, come back, come back to me

Like you would, you would, if this was a movie

Stand in the rain outside 'till I came out

(If This Was A Movie)

.

.

Langit sudah menangis kala jejak gadis itu baru saja menapaki lapangan sekolahnya. Hal itu membuat Asakura kembali menuju teras kelas. Batal pulang tentunya.

Benar saja. Hujan yang semakin menderas membuat gadis dengan rambut sepunggung itu memeluk dirinya erat. Sedikit menyesali dirinya yang tidak membawa jaket atau apapun yang bisa menghangatkan badan.

"Mau pulang bersamaku, nanodayo?"

Asakura menoleh dan mendapati lelaki jangkung tak jauh darinya. Mata emerald lelaki itu terbiaskan oleh uap air yang melapisi setipis kaca bergagang miliknya. Sebuah payung besar pun bertengger manis di tangannya.

"Bukan berarti aku mengkhawatirkanmu. Namun hari sudah semakin sore dan tak baik seorang gadis di luar, nanodayo."

Asakura mendecih pelan melihat ke-tsundere-an kouhai-nya itu. Walau dalam hati sebenarnya ia tersenyum hangat.

"Terima kasih, Midorima. Tapi aku tak butuh," ucap Asakura sengit. Dan ia sama saja. Kekerasan kepalanya mampu menutupi kebutuhannya saat ini.

Kontan saja mata Midorima Shintarou melebar sedikit. Sebelum akhirnya kembali ke bentuk semula dengan uap dingin yang mengiringinya.

"Ya sudah jika kau tidak mau, nanodayo!" ucapnya. Asakura hanya diam mendengar nada Midorima yang sarat akan kekesalan itu.

Eh? Kesal?

Asakura segera menatap punggung Midorima di bawah payung yang membawanya melintasi hujan. Ingin rasanya ia menghentikan langkah si shooter, meminta maaf, lalu mengiyakan tawaran yang mungkin sudah tak berlaku lagi itu.

Namun sayangnya, itu semua hanya akan terjadi di alam mimpi. Karena harga diri Asakura terlalu tinggi untuk melakukan itu. Alhasil, ia terus memandangi belokan di mana sosok Midorima telah lenyap.

Suara hujan belum juga merintik. Padahal, sudah nyaris tiga puluh menit ia berada di sana. Terlebih suasana yang semakin menggelap membuat Asakura merasa khawatir. Khawatir akan dirinya yang kan terkena omelan ibunya jika sampai di rumah nanti.

Bermodal hal itu, akhirnya Asakura mengambil langkah nekat. Ditaruhnya tas yang semula ia sampirkan di bahu, di atas kepalanya. Kemudian segera menerobos anak awan yang masih membuat barikade bernama hujan.

Asakura terus berlari. Melindungi kepalanya agar tak bernasib sama seperti anggota badannya yang mulai terekspos. Sampai akhirnya...

Tuk.

Brugh.

Kaki mungil itu tak sengaja menabrak batu di tengah jalan. Membuat dirinya segera terjerembab ke atas jalanan yang sudah tergenang kubangan itu.

[Hiatus] Random [Author's Book]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz