his caring side - sekimura mikado

442 45 59
                                    

ADA pepatah yang berkata bila pertemanan mencapai tujuh tahun bisa dinyatakan abadi.

Selalu ada?

Kekal?

Entahlah, aku dan dia hanyalah teman sejak kecil. Sikap laki-laki itu tidak semanis gula kapas yang dijual tukang gerobak. Namun, tidak juga sepahit sayur pare yang dimasak ibu.

Jadi...

Bagaimana aku mendeskripsikan perasaan ini?

his caring side - sekimura mikado

"Bagi stik matcha-mu satu."

"Nggak mauuu! Ini kesukaanku!"

"Kalau ditukar dengan sepuluh kupon pelukan gratis dariku, bagaimana?"

"... A-HO!"

B-project © MAGES

osananajimi © agashii-san

.

.

.

Teman kecilku--- Sekimura Mikado--- memasang kacamata sepanjang waktu, nyaris seumur hidupnya. Banyak perlakuan stereotip terhadap tampang; pendiam, kaku, pintar, dan susah bersosialisasi. Tapi berbeda untuknya. Dia ribut. Sangat ribut, melebihi ibuku sendiri. Aku bisa menjamin seluruh tabunganku untuk membuktikan hal itu--- meskipun tidak seberapa, tetapi... aku tidak berbohong. Sungguh.

Mikado itu menempati bagian hatiku, hehe.

Ah! Yang tadi itu rahasia alam, rahasia ilahi.

Padahal nyaris seumur hidupku, hanya Tuhan dan aku yang tahu.

×××

Orangtuaku menyuruhku les biola. Di kursus, banyak sekali violinis yang berbakat. Meski baru belajar setengah tahun, tapi tetap saja aku merasa kemampuanku tidak seberapa. Katanya, aku masih kecil jadi tidak masalah. Aku akan berkembang, terus berkembang bila belajar.

Senar yang kugesek mengeluarkan bunyi mengerikan. Apalagi jika kumainkan di atas pukul delapan malam. Adikku akan segera melempar bantal lalu mengomel dengan sumpah serapah. Sudah pasti.

Apa yang salah, ya?

Mungkin aku yang tidak kunjung mahir memainkannya?

Seharusnya sudah sesuai berdasarkan instruksi tutorku. Apa seharusnya kubilang ibu agar aku berhenti les saja? Lagi pula tidak ada kemajuan. Tapi berpisah dengan biola? Tidak.

Beberapa anak laki-laki sekitar komplek senang mengejekku. Mereka bahkan tidak tahu membedakan kunci nada yang bermodalkan empat senar itu. Tapi aku tidak mau bermain biola di rumah. Dengan suasana alam, sepertinya alunan musikku bisa menyatu.

Tutor les biola melarangku mengganti senar. Tapi karena aku nekad maka sudah kubeli diam-diam. Enak saja diremehi begitu. Dia belum tahu seberapa tangguhnya diriku. Pernah aku mendapati senior mengganti senar. Dan hanya dengan melihat, aku sudah hafal caranya.

Aku tersenyum bangga.

Siapa bilang kalau anak berusia belia hanya bisa duduk manis?

Оsаиаиаjімі; b-ргоjест vагіоus х геаdегWhere stories live. Discover now