13. Pesona Aceh!

14K 957 53
                                    

Happy Reading

___

Vote duluuu...

Siapa yang menyangka Hanaya akan mengijakkan kaki di Nangroe Aceh Darussalam? Kota yang dijuluki Serambi Mekkah, kota yang tidak diragukan lagi bisa menghasilkan bibit hafiz yang unggul. Kota yang pernah terporak-porandakan, dilanda bencana besar sepanjang sejarah Indonesia: tsunami.

Penerbangan dari Jakarta, transit di Medan, hingga akhirnya rombongan Hanaya tiba di bandara Sultan Iskandar Muda menghabiskan waktu tiga setengah jam. Mereka bersyukur tidak perlu menyewa penginapan karena Agus menawarkan rumahnya jadi basecamp. Ada bagusnya juga punya banyak kenalan di berbagai daerah.

Keluar dari Bandara Sultan Iskandar Muda, Agus mencegat taksi. Taksi di sini bukan seperti di Jakarta yang warnanya blue bird atau express, melainkan kendaraan SUV seperti Avanza, Xenia, APV, dan merk SUV lainnya. Rumah Agus ada di Bireuen. Sama dengan Zayn.

"Pokoknya mumpung kita di Aceh, kita harus kunjungin semua objek wisatanya, ada guide gratis juga!" seru Hanaya bergembira di atas taksi sambil menikmati cityscape Aceh. Ia melirik Agus tepat pada kata "guide gratis" dan disambut acungan jempol.

"Kita di sini cuma tiga hari termasuk perjalanannya. Pikirin prioritas dulu!" Ahzan berceletuk di belakang. Hanaya berusaha tidak menggubrisnya. Apalagi teka-teki yang diberikan Bian semalam langsung nyablak di pikiran Hanaya begitu saja.

Taksi itu terus melaju membawa mereka ke kota Bireuen. Tiba di rumah Agus pukul lima sore. Mereka istirahat melepas penat setelah menempuh perjalanan panjang. Keluarga Agus menyambut dengan ramah. Ibunya Agus, ibu Hasimah masih terlihat awet muda dengan jilbab sederhana yang hampir tak pernah lepas. Ia juga sangat ramah dan bersahaja. Ayah Agus meninggal saat bencana tsunami tiga belas tahun yang lalu. Ibu Hasimah tinggal bersama Sahifa, adik perempuan Agus yang masih sekolah di Madrasah Sanawiah. Dia sangat terlihat cantik alami dan berjilbab. Rata-rata perempuan di Aceh itu memang berjilbab.

***

"Jadi gimana nih perjalanan kita besok? Udah dapat komunitas atau personal yang bisa kita wawancarai?" Kiki bertanya saat mereka duduk-duduk di depan TV sambil ngemil setelah menghabiskan makan malam.

"Gue sudah punya rencana. Pertama, kita datangi Remaja Tahfiz Quran tempatnya Sahifa belajar. Mereka termasuk remaja gaul, tuh. Ifa contohnya. Dia dan teman-temannya suka kreatif bikin video lucu, baper, menginspirasi, sampai murottal-an yang unik." Suara Agus memecah keheningan malam.

"Iya, Kak Hana. Ifa sudah bilang ke teman-teman. Jadi, kami tinggal tunggu kalian di tempat nongkrong," sahut Sahifa. Hanaya semringah.

"Emang tempat nongkrong kamu di mana aja, Fa?"

"Aduh, Kak, kalau tempat nongkrong Ifa mah banyak. Tapi tempat nongkrong yang paling Ifa betahi itu di masjid," jawaban Ifa membuat Hanaya tercekat kagum.

"Subhanallah, Ifa. Cewek yang kayak begini, nih, yang Abang cari. Kamu sudah punya taarufan, belum? Taarufan sama Bang Ahzan mau, nggak?" Ahzan kembali membanyol dan disambut tawa oleh Ifa.

"Boleh, tuh. Bang Ahzan ganteng begitu, Ifa suka style-nya. Kandidat jodoh yang sempurna, lah."

"O, ya. Bang Ahzan mau tanya, apa Ifa juga mau jodohnya nanti harus hafiz segala?" Ahzan angkat suara lagi, dan kali ini matanya melirik Hanaya nakal sambil tersenyum miring.

"Ifa, mah, kalau urusan jodoh nggak banyak milih. Yang penting punya wajah ganteng kayak Bang Ahzan," ujar Sahifa. Ahzan kini bertingkah bangga. Dua orang itu berhasil mengaduk-aduk hati Hanaya.

Mengejar Hafiz Where stories live. Discover now