4. Pembelajaran hidup

20.1K 1.3K 34
                                    

"Manusia itu merangkak dulu baru berjalan. Pun sama, manusia salah dulu baru benar."

.

.

.

Enjoy reading

_____

Hanaya berkutat dengan ponselnya sambil guling-guling di kasur. Azan Isya berkumandang. Hanaya menimbang-nimbang untuk salat di masjid atau tidak. Batinnya berdebat. Satu sisinya merongrongnya agar tak pergi, dan sisinya yang lain mengingatkan bahwa jodohnya nanti pasti juga pemalas. Tapi tubuhnya sedang benar-benar malas akibat linimasa instagram yang tidak ingin ia tinggalkan dulu. Hanaya pusing.

Akhirnya ia bangkit, tapi hanya untuk mengambil power bank dan kembali guling-guling di atas kasur bermain ponsel. Ia kalah lagi dengan egonya sendiri. Hijrah adalah hal mulia, pantas saja tidak semudah yang dibayangkannya. Ada banyak rintangan sampai pada puncak istikamah. Dan Hanaya merasa benar-benar masih jauh.

Begitulah cara setan menggoda iman dan menyesatkan manusia yang imannya lemah. Dari hal-hal kecil yang terkadang tidak disadari. Berhijrah menjadi lebih baik sungguh tidak semudah bayangan. Bahkan ketika kemauan sangat menggebu-gebu, akan ada titik dimana kita mengabaikan hal-hal kecil yang ternyata sangat penting untuk hijrah itu sendiri.

Tiba-tiba Hanaya teringat mp3 player itu. Ia penasaran, lagu apa yang ingin laki-laki bertopi itu tunjukkan pada Hanaya. Mengapa juga dia melarang Hanaya mendengarkan lagu Bruno Mars?

Hanaya memasang headset dan menyalakan mp3 player-nya. Hanya ada satu daftar dalam playlist, yaitu surah An-Nisa. Ia mendengarkan suara murottal laki-laki. Sangat indah dan fasih. Hanaya mengambil Alquran terjemahnya. Hanaya berusaha membaca artinya, namun tidak mengerti. Bahasanya terlalu tinggi dengan banyak perumpamaan. Kemudian ia mengambil ponsel, membaca lagi lirik "That's What I Like".

"Astagfirullah!" pekik Hanaya. Pantas saja laki-laki itu menatap demikian. Lirik "That's What I Like" tidak jauh berbicara tentang merendahkan wanita, menjadikan wanita bak boneka. Dan Hanaya baru sadar bahwa yang dimaksud dalam lagu itu adalah perkara seks. Gila!

Selama ini Hanaya cuek. Toh, dia cuma menyanyikan dan tidak ada maksud apa-apa. Tapi malam ini ia jadi berpikir keras. Alquran yang sudah jelas memuliakan kaum perempuan, ia abaikan begitu saja. Ia malah lebih memilih lagu yang merendahkan perempuan, lagu yang sama sekali tidak pantas didendangkan seorang perempuan. Hanaya menangis. Rasanya ada yang mencambuk dadanya dari dalam, membuatnya sesak dan sakit. Ada yang bergejolak hebat dari dalam hatinya.

Betapa ia banyak menutup mata hati dari kebenaran. Betapa dunia ini berhasil mempermainkannya hingga terlena mengejar dunia yang hits. Tak ayal lagi ia banyak membenarkan yang salah dan tidak peduli pada kebenaran hakiki yang datang langsung dari Allah. Betapa ia lalai melihat semua itu. Betapa ia menutup mata, telinga dan bahkan hati dari kebenaran yang sesungguhnya.

Suara murottal itu masih mengalun indah di telinga Hanaya. Saat tiba pada nada yang tinggi dan meliuk-liuk, tangis Hanaya bertambah kencang.

***

"Apa-apaan ini?" gumam Hanaya. Instagramnya dibanjiri komentar atas post foto dirinya dengan jeans itu. Tania pasti meng-upload-nya semalam. Followers Hanaya makin berkurang dan hujatan demi hujatan berdatangan.

"Nggak usah berjilbab kalau setengah-setengah!"

"Nggak enak sekali lihatnya. Padahal kepalanya udah ditutup, tapi kok bagian bawahnya cuma dibungkus...."

"Buka jilbab sana! Itu baru cocok."

Hanaya menggigit kukunya. Ia belum pernah mendapat komentar-komentar seperti itu. Apalagi jumlahnya sangat banyak. Ia merasa terpuruk, meski ada juga beberapa komentar yang membelanya. Hanaya mengambil kesimpulan bahwa sikapnya kemarin adalah kesalahan. Seharusnya ia bisa mempertahankan argumen. Harusnya ia tidak berfoto dengan jeans itu. Ia geram dengan dirinya sendiri. Penyesalan memang selalu terlambat.

Mengejar Hafiz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang