Untuk Embun yang Bersiap Sejak Malam

113 3 2
                                    

Ada hal yang tak sanggup kubicarakan.....kuutarakan kepadamu malam ini. Bukankah kamu tahu seacuh apa aku dulu membiarkanmu, membaca pesanmu tanpa membalasnya.

Lalu kamu tiba di fragmen selanjutnya dengan episode baru,  beralur mundur dan berlatar di pelabuhan. Aku cukup terkejut  dengan pernyataanmu. Kamu mulai memperkenalkan kesediaanmu sebagai embun pagi yang bersiap diri sejak malam. Berharap menetes di waktu yang tepat.

Selanjutnya kamu sempat berkata:
"Aku memerhatikan perkembangan hatimu! Kamu berselera humor yang tinggi. Apa boleh buat, aku tak apa menjadi bahan leluconmu jika habis akalku untuk melukis tawamu. Tapi aku tidak akan mau ditertawakan jika tidak ada sama sekali dasarmu untuk tertawa.

*Terima kasih.
Kau pandai....
Mulai membuatku tersanjung tanpa sedikit pun bakat yang ingin kau pertontonkan padaku.
Episodemu bertahap mengubah pola pikirku, wahai embun.

***

#2
Boleh jadi aku mungkin salah satu orang aneh yang pernah kau kenali.
Banyak hal yang membuatku suka dan tak kalah skor juga hal yang membuatku luka. Mengenaliku terlalu cepat akan membuatku semakin dekat dengan sebuah keputusan apapun tentangmu.  Darimu, karenamu, dan karena penilaianku. Kau harus yakin alasanku tak pernah lebih dari ketiga hal tadi. Banyak hal dan banyak sebabnya. Entah... sesimple inikah aku goyah? Padahal jenis cara yang kau tunjukan itu bukan cara yang baru kukenal dari orang-orang. 

Orang pertama yang kubisikan tentang keadaan jiwaku,  dia juga yang kelak menanggung beban paling berat jika menjiwaiku. Maaf.
***

#3
Bisakah di perempat cerita, tokoh utama yang sedang diperankan kuganti begitu saja? Bagi pembaca tampak diganti begitu saja, tapi penulis tidak seperti itu. Ya, aku paham itu kesalahan fatal jika dalam sinetron yang banyak difavoritkan penonton. Tapi aku akan tetap menggantinya sebab banyak orang bilang, "dengarkan saja kata hatimu."

Embun jatuh bukan tak ingin lama tiduran di daun. Ia hanya ingin memberi beberapa musim pada daun itu. Harapnya tiba ke tanah, diserap, lalu timbul daun lain dengan batang yang kokoh. Meski embun membawa wujud setetes.

Tulisanku juga sepertinya, masih tertulis tiba-tiba saja~

Aku terus membicarakan embun. Pembaca perlu tahu jika tokoh yang lalu adalah sebab kebutaanku dalam menilai peran. Aku akan membicarakan tokoh baru yang tidak layak disebut pengganti, ialah tokoh utamaku. Embunku.

Embun BersajakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang