Our Bond

4.6K 343 42
                                    

Langit yang tadinya cerah tanpa awan menampilkan warna biru muda yang tenang. Sangat tenang hingga menghanyutkan pikiran. Butiran kristal bening turun perlahan. Merubah segalanya menjadi putih. Bahkan langit juga menjadi putih. Tak berwarna. Dingin. Itulah yang dirasakan Naruto sekarang.

Pikirkannya kosong, tidak berwarna. Bagaikan mayat hidup. Hatinya hancur atas kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu. Frustrasi, Naruto mengacak kasar surainya, membuatnya makin berantakan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Naruto baru turun dari kereta. Ia langsung naik bis untuk ke rumah. Tapi tidak langsung sampai di depan rumahnya butuh sepuluh menit berjalan kaki dari halte bis. Sesampainya ia di depan pintu gerbang, Naruto menekan bel.

Beep...

"Takana-san ini aku. tolong bukakan pintu gerbangnya!", Seru Naruto dengan suara lantang. Tak lama pintu itu terbuka dengan sendirinya. Naruto melangkah masuk dan berjalan di halaman yang sangat luas.

"Ara?! Naru-chan!", Ucap seseorang. Merasa dipanggil Naruto menoleh ke arah Sumber suara.

"Kaa-chan...". Naruto tersenyum lembut pada Kushina dan berjalan ke arahnya.
Kushina menyambut anaknya dengan sebuah pelukan hangat, tangannya lembut membelai rambut kuning Naruto.

"Ayo masuk. Tou-san ada di ruang keluarga.", Ajak Kushina lembut. Naruto hanya mengangguk pelan dan mengikuti langkah ibunya masuk ke dalam rumah.

Tak lama mereka sampai di ruangan yang cukup luas beralaskan karpet yang lembut. Di dapatinya Minato fokus membaca artikel  dan duduk di atas sofa. Kacamata bertengger manis di wajahnya.

"Anata.. Naru-chan sudah pulang.", Ucap Kushina pelan sambil duduk di sebelahnya.

"Tadaima Tou-san...". Naruto duduk di depan kedua orangtuanya. Minato segera meletakkan artikel yang tengah dibacanya beserta kacatama yang tengah ia pakai. Lalu menatap Naruto.

"Naru.. Ku harap kali ini tidak ada penolakan.", Kata Minato dengan tenang.

"Tou-san belum mengutarakan apa pun. Bagaimana bisa mengambil kesimpulan seperti itu?", Kicau Naruto dengan mengaitkan kedua alisnya.

"Baiklah. Naru kau tahu kan tahun depan umurmu sudah 20 tahun. Sebelum itu Tou-san akan menjodohkanmu dengan anak dari teman dekat Tou-san.", Jelas Minato.

"Ap—tapi Tou-san... Aku tidak mau.. Menikahi seseorang tanpa tahu aku mencintainya.. Itu sangat kejam.", Tolak Naruto cepat.

"Naru.. Sampai kapan kau terus sendiri tanpa berhubungan dengan seseorang? Kau mau terus seperti ini? Sampai nanti pemerintah sendiri yang menjodohkanmu? Kalau begitu cepat cari pasanganmu!", Ucap Minato dengan serius. Naruto tidak bisa berkutik. Pernyataan Minato memukul telak perasaan Naruto yang selama ini terombang-ambing.

Sendiri. Tanpa seseorang yang berharga. Seseorang yang tulus ia cintai. Selama ini perasaan apa yang menemaninya?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Naru-chan... Kau di dalam kamar?", Kata seseorang dari luar sambil mengetok pintu kayu yang bercat putih itu.

"Hmm.", Jawab Naruto enggan. Tak lama pintu itu terbuka. Kushina masuk ke dalam dan mendekati Naruto yang berada di balkon.

"Naru-chan.. Sebentar lagi waktunya makan malam.", Kata Kushina lembut. Naruto kembali menjawabnya dengan gumaman. "Naru-chan maaf... Tapi Kaa-san rasa Tou-san ada benarnya juga. Setidaknya perjodohan yang dipersiapkan Tou-san lebih baik daripada pemerintah."

Undetected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang