"Apa?" Aku terbelalak kesal. Lagi-lagi membahas soal bau. "Oh iya. Kau sempat mengejekku si bau kue jahe. Apa maksudmu?"
Cowok itu hanya terkekeh, lalu melangkah mendahuluiku menuju dua rekannya.
Tedd langsung berekspresi serius ketika Aiden mendekat. Aku tidak mendengar apa yang selanjutnya mereka bahas. Aiden menatapku dengan tatapan yang tak bisa disimpulkan. Kubalas dengan kernyitan bingung.
"AAAARGHH!"
Terkesiap, kami berpaling ke arah Calvin yang menjerit histeris bagai anak kecil. Ia terlompat menjauhi gundukan kecil aneh dan bergerak-gerak.
Setengah berlari aku menghampiri. Gundukan itu ternyata seekor tupai. Betapa konyolnya.
"Pemburu lich takut tupai?" ejek Aiden. "Lihat, kau ngompol di celana!"
"Diam! Aku punya pengalaman buruk dengan makhluk berbulu itu!" Calvin membela diri. "Dan aku tidak ngompol."
Saat mereka tertawa-tawa, aku mendekati hewan itu.
"Hey, sebaiknya jangan sentuh," Tedd memperingatkan saat aku mengangkat badan tupai yang belum lari ke mana-mana itu dari rerumputan.
Aku melempar senyum kecil tanda 'jangan-khawatirkan-aku'. Ayah telah mendidikku menjadi gadis yang tidak takut menyentuh benda kotor atau binatang atau apa pun sejenisnya.
Di rumah, kami tidak memelihara binatang. Padahal aku ingin memiliki anjing atau kucing. Akan tetapi, Lauren alergi bulu. Ayah pernah memelihara empat ekor ikan mas. Beberapa hari kemudian, secara berturut-turut ikannya mati.
Tidak disangka, mamalia pengerat yang lucu itu meloloskan diri dari genggamanku usai menggigit telunjuk kananku. Aku mengaduh lirih, tetapi menarik perhatian Tedd dan dua rekannya. Tupai melompat penuh gaya lalu menghilang di balik semak-semak.
Perih memang. Baru pertama kali digigit seekor tupai. Tedd dan Calvin berderap mendekat. Setelah meremehkan peringatan Tedd, aku jadi segan padanya.
"Uh ... Kau tidak apa-apa?" Calvin panik melihat jariku. Mungkin kejadian semacam itu yang membuatnya trauma.
"Hey, kau berda ...," Tedd langsung menghentikan ucapannya.
Suasana mendadak hening dan tegang.
Tedd cepat-cepat menggunting ujung kain kemeja dalam jaket yang dipakainya. Entah dari mana ia mendapatkan gunting itu. Dengan terburu-buru ia membebatkan potongan kain di jariku.
Aiden mematung di tempat, menatapku dengan tatapan yang sulit kupahami. Hidungnya mengerut.
Kemudian, bunyi kecipak air, disusul lengkingan panjang yang mengerikan sukses mengagetkan kami semua.
Tiba-tiba, muncul sesosok hitam dari dalam air kolam, tepat di belakangku.
*
Ini ketiga kalinya aku menyaksikan makhluk yang disebut lich.
Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, kolam air mancur yang dulu pernah aku melangkah di sekeliling tepiannya, tersembunyi sesosok lich.
Makhluk bermata merah basah kuyup melompat. Pakaiannya compang-camping. Aku tergidik. Rupanya darahku memancingnya keluar dari tempat persembunyian. Kau tahu, itu bukan sesuatu yang bisa disebut bakat.
Tedd maju, menggeserku ke belakang Calvin. Ia mengarahkan pistol dan menembak.
Calvin melakukan hal sama secara membabi buta.
"Arwah yang membacakan dongeng sebelum aku tidur!" umpatnya aneh. "Jadi, sejak kita di sini pengisap darah ini juga ada di sini?!"
Aku tidak ingin memikirkan jawabannya.
Peluru-peluru perak melesat, menembus paha, betis, dan dada lich. Aku tak sempat menutup mata. Lolongan-lolongan panjang menegakkan bulu kuduk memecah udara malam. Hingga pada akhirnya makhluk yang dulunya manusia itu melemah, ambruk, lalu terdiam kaku dalam posisi ganjil.
Calvin menarik kaki makhluk yang tewas, menyeretnya dengan ekspresi jijik menuju sisi lain tepian kolam. Ia lalu berjongkok, membuka tas ransel, mengeluarkan benda-benda seperti pengikir, bor, gunting, setrika portable, korek api, dan alat cukur. Entah untuk apa.
"Aku minta maaf," sesal Tedd. "Kami tidak berhati-hati."
Aku berusaha mengabaikan sekujur tubuh yang masih gemetaran. "Syukurlah tidak ada yang cedera."
Tedd membuka jaket untuk menyimpan pistol tadi. Aku bisa melihat banyak pistol lain di bagian dalam saku jaket besarnya. Ia mendatangi Calvin seusai mengamati sekeliling sekali lagi. Calvin selesai berurusan dengan alat cukur. Ia mengambil korek lalu membakar lich. Tedd menyuruhnya segera memadamkan api agar tidak memancing perhatian polisi.
Nyaris limbung, aku memutuskan duduk di atas rerumputan berembun. Tetesan keringat meluncur di balik kemeja berlapis jaket. Kuhirup perlahan udara malam musim gugur yang lembap terkontaminasi aroma aneh yang disebabkan aktivitas Calvin di belakangku.
Jam berapa sekarang? Apa pesta Lauren sudah bubar? Aku harus segera pulang sebelum Nancy mencari anak tirinya.
Terdengar seseorang melangkah.
"Sudah kubilang, kau jangan terluka," ujarnya. Mengingatkanku sewaktu kami di hutan.
Aku mendongak.
Aiden menunduk mengamati tanganku.
"Hanya luka kecil. Tidak masalah," sahutku.
"Perih, tidak?" Suaranya mendadak sendu
"Aku sudah sering mengalaminya." Aku tersenyum pahit.
Ekspresi Aiden sulit ditebak. Aku tersadar, ia tidak melakukan apa pun setelah insiden gigitan tupai. Seolah pikirannya terfokus pada satu hal rumit.
Tidak kusangka ia setengah berlutut di hadapanku. Tangannya yang dingin melepaskan kain penutup luka di jariku.
Jantungku berdebar saat ia memejamkan mata dan mengisap luka itu.
Terkejut, ngeri, heran, gugup, dan jijik, segera kutarik tanganku dari bibirnya yang dingin.
"Aiden, apa yang kaulakukan?" teriak Tedd, yang sama terkejutnya denganku.
"DOR!"
Aneh, tiba-tiba terdengar suara tembakan.
Ternyata, tembakan itu tertuju padaku. Sebuah jarum tertancap di leherku.
Telingaku berdenging hebat, tapi aku belum merasakan sakit atau apa pun.
Pandangan perlahan mengabur. Sepasang mata merah Aiden yang terakhir kali kulihat sebelum aku terjatuh dalam kegelapan.
[ ].
a/n: File 01 sampai file 03 latar waktunya di malam yang sama.
Silakan tekan bintang kalau suka. Komentar, kritik, spam, maupun sarannya selalu saya tunggu. Thanks.
nihar
VOUS LISEZ
RECURRENCE
FantasyGenre : fantasi - misteri - fiksi remaja Manipulasi kematian tahap awal: hilangkan bukti. Manipulasi kematian tahap akhir: membuat alibi. Sementara korban hanya diberi pilihan terbatas: hapus ingatannya, atau diasingkan. Mackenzie Rosenberg sempat...
FILE 03 | PRIMITIF
Depuis le début
