Aiden semakin memperlambat lari, kupikir ia sudah lelah.
Kami sedang menuju area kolam air mancur. Yang artinya, kami kembali berada di bagian terdepan hutan arboretum. Jadi, sejak tadi Aiden hanya membawaku berkeliling?
Sebuah lampu di atas tiang air mancur menerangi kolam. Tampak dua sosok manusia hadir di sekitar sana.
Tedd dan Calvin. Mereka selamat!
Rupanya mereka bertiga berjanji berkumpul lagi di kolam air mancur. Aku sadar sudah waktunya melepas punggung yang hangat ketika Aiden berhenti dan setengah berjongkok menurunkanku.
Hangat? Oh, tidak, tidak, tidak. Apa yang kupikirkan? Bukankah sejak awal aku yang memaksa minta diturunkan?
Aiden menghirup napas dalam-dalam berulang kali seolah di hutan tadi ia kehabisan napas. Aku mengusap lengan. Bulu kudukku meremang. Ia memasukkan tangan ke saku jaket putih miliknya dan mulai melangkah. Dengan canggung aku mengekornya. Langkah kami menginjak dedaunan yang berserakan. Gemercik air mancur terdengar menenangkan. Kunang-kunang melayang di antara rumput-rumput gelap.
Aiden tidak tampak kelelahan setelah lari. Aku curiga, mungkin ia telah mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Mungkin juga tidak, karena ia tidak seperti berada di bawah pengaruh apa pun. Aku teringat perkataan Judy mengenai tenaga laki-laki. "Stamina yang kuat diperoleh berkat latihan fisik secara rutin," begitu katanya.
Tapi jika melihat kondisi ia sekarang, ia masuk kategori manusia kuat yang langka.
"Kenapa kau memberitahuku rahasia itu?"
Ia menoleh, tersenyum mengejek. "Karena kau korban serangan lich. Kau berhak mengetahui kebenaran, sebelum ...," ia sengaja menggantung kalimatnya. Angin dingin yang menyerang pori-pori kulit tubuhku tidak kupedulikan lagi karena aku kelewat penasaran.
"Sebelum apa?" Oh, ayolah. Sekarang bukan waktunya bermain tebak-tebakan.
Di kejauhan, Tedd tegang mengawasi sekitar. Calvin di sebelahnya sedang mengenakan ransel ke punggung. Cowok imut itu lalu menoleh ke samping seakan ada yang menarik perhatiannya.
"Sebelum kau melupakan kami dan seluruh kejadian malam ini," jawab Aiden setelah jeda beberapa detik.
Melupakan? Aku membelalak bingung.
"Lich pertama yang hampir menyerangku di taman bermain tadi ... menghilang." Suaraku tercekat lagi. "Apakah kalian yang--"
"Tedd telah membasmi lich itu." Aiden memahami pertanyaanku yang belum selesai. "Peluru perak yang ia tembakkan berhasil menembus organ jantung. Pistolnya berperedam suara sehingga kau tidak perlu tahu apa yang terjadi."
Aiden memperhatikan sekeliling, lalu menatapku berlama-lama dengan alis mengernyit. Aku bersirobok lagi dengan mata biru miliknya. Kelihatan dalam dan misterius.
Aku berhasil menguasai diri dan menunduk jengah. "Aku minta maaf, umm ... aku sudah memukulmu. Dan, terima kasih atas bantuannya."
Meski awalnya menyebalkan, ternyata Aiden orang baik.
Kau tidak bisa mengenal sifat seseorang hanya dari kesan pertama.
"Yah ... aku juga ingin bilang ... terima kasih karena tidak terluka, Mackenzie."
Aku tersenyum dan menunduk lagi. Pipiku panas. Secara otomatis menyelipkan rambut ke belakang telinga.
"Kau tahu, kau nyaris membuatku frustrasi. Aku hampir menenggelamkanmu dalam kolam air mancur." Ia menyeringai. "Atau menguburmu di dalam hutan, untuk menghilangkan jejak baumu."
YOU ARE READING
RECURRENCE
FantasyGenre : fantasi - misteri - fiksi remaja Manipulasi kematian tahap awal: hilangkan bukti. Manipulasi kematian tahap akhir: membuat alibi. Sementara korban hanya diberi pilihan terbatas: hapus ingatannya, atau diasingkan. Mackenzie Rosenberg sempat...
FILE 03 | PRIMITIF
Start from the beginning
