P E R T E M U A N

7 0 0
                                    




Kira-kira bermula dari awal masuk kuliah yang mendapat sebuah penugasan kecil dari senior. Tepat di rumah teman kita semua, penugasan mahasiswa baru (maba) yang menumpuk kita kerjakan disana. Tepat malam itu, lupa tanggal, lupa hari, lupa jam, intinya malam itu adalah awal dari pertemuan selanjutnya. Tidak ada pandangan pertama, hanya sebuah percakapan biasa yang kita lakukan. Canda tawa pastilah menyelimuti di selah perbincangan, bagiku itu hal yang lumrah. Sungguh biasa saja tanpa ada prasangka bagaimana kedepannya. Tapi, tanpa disadari bahwa waktu itulah penyebab dari segala perbincangan selanjutnya.

Hampir setiap hari kita ngomong kesana kemari, ngomong ini itu, tanya ini itu, tapi sekali lagi itu sebuah hal biasa. Entah kenapa pertemuan dan percakapan yang kita lakukan, bagiku membawa angin segar berupa suka. Memang aku belum merasakan adanya rasa suka. Rasa suka yang tumbuh, yang mengakar menjadi tunas baru di hati. Seperti tumbuhan benalu yang tiba-tiba hinggap tanpa disadari. Makin hari, semakin berjalannya waktu, benih itu terpupuk oleh percakapan berhari-hari, tersiram oleh segarnya tawamu dan tawa teman-teman yang lain. Itulah mungkin menjadi alasan mengapa rasa suka itu tumbuh. Hanya karena senyum dan tawamu yang telah mendengarkanku bercerita. Yang menyelimuti hari-hariku. Hingga akhirnya menjadi sebuah percakapan yang lucu dan panjang. Ingatan kecil yang aku ingat memang hanya itu, sebuah pertemuan biasa tanpa ada spesialnya di ingatanku, mungkin juga di ingatanmu. Tapi, jujur saja, ada tanya di hati yang tidak bisa di ucap meski dalam mimpi. Satu pertanyaan konyol tentang kita. Yakni mengapa skenario alam seperti itu. Apa itu sebuah hal yang wajar?. Apa itu sebuah skenario yang diam diam dilakukan oleh tuhan agar kita dapat berdekatan?. Pertanyaan yang timbul dibenak pada waktu itu.

Kompas

Kau seperti utara

Gesturku selalu tertuju padamu

Meski kau coba putar balikkan rasa

Tak membuat aku lupa arah


Dalam mekanisme arah

Pertemuan jarum dengan utara itu biasa

Tak ada yang spesial diantara mereka

Seperti halnya pertemuan kita

Tak lantas pertemuan pertama kita,

Aku sebut pertemuan spesial

Apa lagi pandangan pertama yang dipenuhi rasa

Tidak, tidak demikian

Karena kita berjalan

Kita sudah diperlihatkan

Namun belum dipertemukan

Karena itu kita berjalan

Mencoba memperlihatkan segalanya

Hingga semua menerima

Dengan rasa tidak dengan asa

Karena rasa menerima segalanya

Sedangkan asa bertahan secapeknya

Puisi Bohlam – Arah – Kompas 11:26 AM – 10 juni 2017

Meski demikiam, sampai saat ini aku tidak mau tau. Biarlah semua berjalan dengan semestinya. Tidak berharap semua pertanyaan itu terjawab, agar ada kepastian untuk bisa lebih dekat denganmu dan mencintaimu. Meski pada nyatanya hati tidak bisa dibohongi, tapi tindakan mungkin bisa mempertontonkan perasaan itu. Hingga menutupi semua tanya jawab tentang rasa.

Aku berusaha sepanjang cerita yang aku buatdenganmu kedepan, sengaja aku belum mau mengatakan bahwa aku suka padamu, apalagi mencintaimu dengan setulus hati, meski aku sanggup. Tapi tidak untuk saatitu aku berusaha diam soal perasaan, berusaha menjalani kebersamaan denganmuhanya dengan mengingat
"kamu wanita yang bebas terbang, namun jika sayapmu terluka, aku ingin kaukembali dan aku yang menjadi obat sedihmu." sebuah sajak yang aku buat dengan penuh harapan. Meski demikian tetaplah menjadi dirimu, aku tidak ingin menyakitimu, belum waktunya untuk aku ikut sertakan rasa.

Sampai hari pertama kuliah puisi sudah akurangkai untuk menggambarkan tentangmu, meski aku belum lebih kenal dari seoranglelaki biasa. Puisi itu masih ku simpan dan setidaknya kamu sudah pernahmembacanya.

Spasial

Jika mata tersudut nol derajat
Pertanda tampak bidadari sedang terdiam
Melirik manis
Hela nafas yang tenang
Merasakan ruangan yang tentram
Meski penguasa berorasi
Seakan bela negara hilang
Yang ada hanya rasa cinta
Terhadap cipta tuhan yang esa

Puisi tentang manusia, dan dari bait yang tertulis itu tentangmu. Hanyaberandai andai soal dirimu, pengandaian sesosok bidadari ciptaan allah yangmulai aku puisikan. Puisi ini aku tulis karena jiwa nasionalis ku tiba-tibabertransformasi menjadi renungan suka terhadap wanita di seberang mata, yangpada waktu itu engkau duduk di depan mata. Namun itu hanya puisi, peraliansegala keinginan hasrat yang mungkin tidak baik jikalau diperbuat. Untuk itu,biarlah rasa terbangun dengan sendirinya ditengah kebersamaan perjalanan kitakedepan. Mungkin hanya ini di tengah perkenalan kita, aku mencoba mengingatsegalanya tentang dirimu. Meski musim telah berganti, sejujurnya perasaan masihbersemi di setiap harinya, hingga saat ini. 2017

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MONOKROMISWhere stories live. Discover now