d u a

287 16 3
                                    

Mika duduk di bangku pinggir lapangan sambil menggoyang-goyangkan kakinya ke kanan dan ke kiri. Tangannya diatas pahanya sambil memegang air mineral dingin. Matanya menatap kearah Razka yang bergerak lincah mendribble bola. Keringat yang mengucur di dahi Razka membuat Mika uuhhh.. gemes pengin ngelapin. Tanpa sadar Mika tertawa kecil mengingat pemikiran anehnya.

Lima menit kemudian, Razka dan teman-temannya selesai latihan basket. Mika buru-buru berdiri dan menghampiri Razka.

"Nih.." Mika menyodorkan air mineralnya kepada Razka. Cowok itu hanya meliriknya namun karena haus, diambilnya air mineral itu sambil memalingkan muka.

Mika terkekeh. "Sini aku elapin," tangannya sudah terjulur mengambil handuk yang dipegang Razka namun dengan cepat Razka menjauhkannya.

"Huuuuu! Mika modus!" Rafa menyoraki Mika dari pinggir lapangan. Semuanya tertawa mendengar sorakan Rafa.

Astaga ternyata mereka sudah menjadi pusat perhatian sedari tadi. Tiba-tiba muka Mika merona.

"Gas terus, Mik!" Mika makin menundukan kepalanya ketika Pak Tri malah berteriak seperti itu. Semuanya tertawa lagi kecuali Mika dan Razka.

"Sial. Gue malu jadinya," Mika bergumam membuat Razka disampingnya menoleh.

"Sana gih balik. Lagian lo ngapain disini?" Razka berujar ketus membuat Mika langsung cemberut.

"Emang aku salah?"

"Salah lah. Emangnya lo siapa gue, pacar? Bukan kan?"

"Aku emang bukan pacar kamu. Aku kan calon istri kamu," bisik Mika sambil tersenyum.

"Najis."

Mika seharusnya mungkin marah atau kesal. Tapi Mika sekarang sudah biasa saja mendengar ucapan Razka yang selalu ketus kepadanya. Satu tahun berhadapan dengan Razka membuat Mika bisa mengkontrol hatinya untuk tidak sakit hati.

Awal Mika mengenal Razka bukan karena dia ditolong Razka saat Masa Orientasi Siswa atau sebagainya. Dia menyukai Razka karena senang melihat wajah Razka saja. Namun seiring berjalannya waktu, rasa suka yang 'biasa' malah menjadi rasa sayang mungkin?

Karena sudah satu tahun memperhatikan Razka, Mika jadi mengerti kebiasaan cowok itu. Mulai dari setiap pagi yang tidak pernah sarapan, kebiasaan menggantung jaketnya di kursi daripada dilipat dan dimasukkan ke tas, minum air mineral lebih dari dua botol di sekolah saat pagi, dan juga mengecek ponselnya ketika baru sampai di kelas.

Mika ingat dulu dia pernah iseng bertanya kenapa Razka minumnya banyak sekali saat pagi, dan dia menjawab, "Gue kalo di rumah nggak pernah sarapan, jadi untuk ngurangin rasa laper. Gue minum yang banyak."

"Kenapa nggak makan roti atau sarapan di kantin aja?"

"Gue males berangkat pagi buat makan di kantin. Dan gue nggak terlalu suka roti cuma kalo ada gue makan."

"Kenapa nggak sarapan di rumah?"

"Bawel banget sih lo!"

Mika tersenyum mengingat percakapannya dengan cowok tampan. Razka sebenarnya bukan satu-satunya cowok tampan di sekolah yang menjadikannya Most Wanted, ada banyak cowok-cowok tampan yang lebih ramah dan pintar selain Razka. Hal itulah mengapa Razka juga tidak terlalu dikejar-kejar gadis di sekolahannya, mereka menyukai Razka dan mereka hanya mengagumi dari jauh, itupun cukup bagi mereka. Tapi mana cukup buat Mika. Mika harus dapetin Razka bagaimanapun caranya asal nggak pakai pelet. Emangnya Razka ikan dikasih pelet.

"Woi!" Mika terlonjak lalu kepalanya menoleh melihat Rafa disebelahnya. "Balik nggak? Bengong aja!"

"Eh Razka mana?" Tanya Mika saat menyadari hanya ada Mika dan Rafa disana.

"Udah balik."

"Yaaahhh.. kok ditinggalin sih?"

"Gue anterin deh, yuk!"

+++

Mika sedang tiduran di kamarnya sambil memandang langit-langit saat tiba-tiba pintunya terbuka lebar. Mika mengernyit kenapa pintunya terbuka sendiri?

"Woaaa! Anjir kampret sialan!" Berryl tiba-tiba datang dan langsung meloncat ke ranjang Mika.

Mika menggeram kesal. "Abang! Ngapain sih? Iihh!"

"Hiii hii.. hiii.." Mika melonjak kaget, bulu kuduknya tiba-tiba berdiri. Mana Mama sama Papa belum pulang dari kondangan.

Sesosok perempuan dengan muka penuh bedak bayi dan juga wajah yang disinari senter dibawah dagu dan memakai mukena masuk. Mika hampir menjerit jika tidak sadar itu Vio.

Vio masih mengeluarkan suara-suara sok seram dan Berryl makin menjerit-jerit. Mika kesal melihat tingkah abang dan adiknya yang sama-sama nggak waras ini.

"Abang!" Mika memanggil Berryl sambil memukulkan guling ke kepala abangnya. "Itu si Vio."

"Iya abang tau!" Berryl malah nungging sambil menutup kepalanya.

Mika mengernyit. "Terus kenapa takut?"

"Karena itu Vio makanya abang takut."

Terus kenapa?

Vio makin mengeluarkan suara mirip kuntilanak cekikikan yang malah terdengar seperti orang kesurupan menurut Mika. "Vio udah. Tuh liat, si banci takut." Mika mulai meledek Berryl sambil terkekeh.

Vio berhenti lalu tertawa dan mematikan senternya. "Bang Berryl cemen!"

Berryl langsung terduduk sambil mengatur napasnya. "Gue bukan takut atau cemen. Gue kaget. Coba Mik, lo bayangin. Gue baru keluar kamar mandi dan tiba-tiba si Vio udah begitu. Serem gila!"

"Serem mananya? Mukanya aja nggak ada seremnya, malah kayak orang bego gitu," Mika terkikik saat Vio cemberut.

"Nah itu dia! Kalo Vio nakut-nakutin gue pakai muka bego, nanti setan dirumah ini marah. Kalau kita digangguin gimana?"

"Tinggal gangguin balik. Hiii..hii.." Vio cekikikan lagi seperti kuntilanak membuat Berryl berjengit.

"Dasar setan!" Berryl berujar kesal sambil melempar bantal.

"Sana gih balik. Ngerusuh aja disini ah, nyebelin!" Mika bergerak untuk mengusir abang dan adiknya namun tiba-tiba pintu kamar Mika tertutup sendiri.

Brukk!!

"Woaaaa!!" Vio meloncat. Mika dan Berryl juga langsung berpelukkan. Takut.

"Tuhkan penunggu rumah ini marah." Berryl misuh-misuh.

Mika hanya menutup telinganya karena takut jika ada suara yang aneh-aneh terdengar.

"Baca ta'awudz!" Ujar Vio. "A'udzubillah himinassyaiton nirrojiim.." sambung Vio kemudian.

"Ish! Lo tuh ya, jangan bercanda!" Ucap Mika kesal setengah mati. Disaat seperti ini Vio masih saja bercanda.

"Artinya apa coba? Aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk!"

"Ohh.. iya iya." Mika dan Berryl bergumam sendiri lalu mulai komat-kamit baca ta'awudz banyak-banyak.

Tok..tok..tok

"Huaaa! A'UDZUBILLAH HIMINASSYAITON NIRROJIIMMM.." Mereka semakin menjerit-jerit saat ketukan dipintu malah berubah menjadi gedoran. Saat gedoran itu berhenti mereka terdiam namun Vio masih saja komat-kamit sambil memejamkan mata.

"Ssshht!" Mika menutup mulut Vio menyuruhnya diam.

Vio diam namun karena tangan Mika masih menutup mulutnya, Vio membuka mulutnya lalu menjulurkan lidah. "Anjir! Jangan dijilat, begs!" Mika langsung mengelap tangannya di mukena Vio. Vio terkekeh.

"Siapa itu?" Tanya Mika mulai memberanikan diri. Memang hanya Mika yang berani. Berryl sebagai abang saja malah seperti anak perempuan berumur lima tahun yang melihat monster.

"Pizza!" Suaranya memang pelan dan seperti lirih tapi mereka tau itu suara siapa.

"MAMA!"

Dan saat itu pintu terbuka, Mama dan Papa muncul sambil terbahak. Belum lagi Papa yang malah asyik merekam kejadian barusan dengan ponsel ditangannya.

Tbc.

C u later ❤

13.06.2017

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mr. Ice Cream Where stories live. Discover now