Sparks Of Fire

2.3K 426 45
                                    

Sonya

Sebingung-bingungnya gue belakangan ini terkait gimana sebenernya feeling gue ke Reksa—not that kind of feeling, tho, maksudnya tuh apakah gue beneran sebel sama dia atau nggak terkait kasus yang dialami sama Mario—gue tetep merasa harus peduli sama perasaan dia hari ini.

Gimana nggak? Pagi-pagi, ketika gue nyapa dia pas ketemu di depan pintu lift, dia cuma ngasih senyum tipis yang hilang hanya dalam beberapa detik. Habis itu mukanya berubah jadi sangat stern sampai rasanya gue agak takut buat ngasihtau dia kalau hari ini dia ada jadwal meeting sama stockholders bareng sama corporate officers lainnya.

Pas jalan ke ruangannya pun dia nggak nyapa staf kayak biasanya, main masuk aja gitu. Hal ini pun langsung jadi concern setiap anak Sales dan Marketing karena nggak biasanya bos kita kayak gini. Mereka langsung melempari gue dengan pertanyaan tanpa membiarkan gue duduk dulu.

"Eh, kenapa itu pak Reksa, cuy?" Tanya Jansen, anak Marketing yang kalau ngomong bisa kedengeran sampe ruangan anak IT yang sejatinya cukup jauh dari kubikel Marketing; dan sekarang lagi pake bando tanduk setan yang entah apa faedahnya.

"Eh, kenapa itu pak Reksa, cuy?" Tanya Jansen, anak Marketing yang kalau ngomong bisa kedengeran sampe ruangan anak IT yang sejatinya cukup jauh dari kubikel Marketing; dan sekarang lagi pake bando tanduk setan yang entah apa faedahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue otomatis langsung mengisyaratkan ke Jansen untuk nurunin volume suaranya supaya dia sadar kalau Reksa bisa denger suara dia. Jansen pun langsung merapatkan bibirnya sambil tetep ngasih tatapan penuh pertanyaan.

"Gak tau juga gue, dari ketemu di depan lift juga udah kayak gitu mukanya, gue sapa aja cuma senyum tipis doang..."

"It's a rare situation..." Kata Wendy dengan ekspresi wondering sambil sesekali curi pandang ke arah ruangan Reksa. "Kamu beneran gak tau, Nya?"

"Gak tau, Wen... Kalau tau juga pasti aku udah bilang ke kalian."

"Kira-kira hubungannya ke kerjaan atau ke masalah pribadinya ya?" Cetus Jansen sambil nyentuh bando barunya.

"Masalah pribadi apaan?" Tanya gue, Wendy, dan beberapa staf lainnya nyaris bersamaan. Tapi kemudian gue jadi yang pertama sadar sebelum Jansen sempet menjelaskan. "Oh, Amira?"

Jansen cuma mengangguk kecil.

"Bukannya mereka baik-baik aja ya?"

"Menurut gue hubungan diantara mereka nggak sesederhana apa yang kita liat sih." Jansen mulai menganalisis. "Kita liatnya mereka cuma lagi pedekate kan? Tapi setelah kemarin gue liat sesuatu... kayaknya semua gak sesederhana itu."

"Jansen, can you speak elaborately?" Kata Wendy yang sekarang keliatan bingung dan penasaran di saat yang bersamaan, bikin muka cantiknya keliatan agak kusut sekarang.

"Nih deh, gue ceritain..."

Dan dari cerita Jansen tersebut, gue langsung merasa kalau gue mesti mengesampingkan keegoisan gue sebentar dan membantu Reksa bangkit lagi. Gimana pun juga dia temen gue. Iya, temen. He's always been more than just a boss, actually.

InsentientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang