The Worst Point In Life

2.6K 578 71
                                    

Reksa

"Saudara Wiraditya Bahuraksa, anda kami tangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan berkedok kecelakaan lalu lintas terhadap saudara Nagata Angkasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saudara Wiraditya Bahuraksa, anda kami tangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan berkedok kecelakaan lalu lintas terhadap saudara Nagata Angkasa."

Kaget? Pasti. Dunia gue rasanya seperti berhenti untuk beberapa saat, terutama di kalimat 'tuduhan percobaan pembunuhan'. Gue cuma bisa tertegun sampai tiba-tiba Sasha jatuh nggak sadarkan diri, gue otomatis panik tapi pria-pria yang ada di depan gue sekarang nggak membiarkan gue bergerak bahkan satu senti pun.

Untungnya Sasha punya Aska yang sepertinya memang lebih cekatan dari apapun. Aska langsung aja menerobos masuk ruangan gue dan menghampiri Sasha yang masih terkulai lemah.

"Ska, bawa ke klinik aja langsung ya." Ujar gue yang langsung diiyakan oleh Aska. Dengan cepat dia langsung mengangkat tubuh Sasha dan beranjak menerobos kerumunan di depan ruangan gue.

Ah, sial. Hancur udah citra yang gue bangun susah payah gara-gara polisi-polisi gegabah ini. Untuk beberapa saat, sempat gue berpikir untuk mengundurkan diri aja meski gue dinyatakan nggak bersalah, karena gue udah terlanjur merasa bersalah sama semua bawahan dan kolega gue.

"Ikut kami saudara Wiraditya."

Apa katanya? Ikut?

"Pak, buktinya apa? Jangan main menangkap orang begini dong." Ucap gue setenang mungkin. Lagipula gue nggak punya alasan untuk panik karena gue emang gak salah.

"Kita bisa bicarakan itu di kantor polisi."

Salah satu dari mereka kemudian mengeluarkan borgol yang sepertinya mau dipasangkan ke tangan gue. Gue otomatis langsung mengangkat tangan gue buat menghentikannya. "Gak usah diborgol, saya bukan kriminal. Saya gak bakal kabur juga."

Gue langsung aja berjalan di depan mereka, sekaligus mengeluarkan usaha terakhir untuk meyakinkan orang-orang, terutama bawahan gue langsung, that I am confident that I'm not guilty.

Sonya yang masih keliatan syok cuma bisa menatap gue sedih. "Pak Reksa..."

Gue langsung tersenyum tipis sambil menepuk lengannya pelan. "Bukan saya kok, percaya ya?"

Meski masih takut, Sonya tetap mengangguk dan membuat gue semakin percaya diri bahwa masih ada orang yang percaya sama gue.

"Oh ya, jangan kasih tau Mama saya dulu ya, dia lagi bikin kue kering di rumah, nanti kuenya gosong gara-gara kepikiran saya."

Omongan gue akhirnya berhasil sedikit mencairkan suasana, beberapa dari mereka, orang-orang kantor yang berkerumun, tertawa sebelum kemudian bilang, "Semangat, Pak Reksa!"

Makasih, Tuhan. Gue jadi semakin percaya diri sekarang kalau gue mampu membuktikan semuanya.

-

Polres Metro Jakarta Selatan, 11.34

"Wiraditya, anda dituduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap Nagata Angkasa dua hari lalu pukul empat sore." Polisi yang bertugas menginterogasi gue mulai berbicara dengan nada intimidatif yang nggak begitu mempengaruhi gue.

"Oke."

"Anda terima tuduhan tersebut?"

"Ya nggak lah. Buktinya dulu."

Dia pun langsung meletakkan beberapa lembar kertas yang memuat gambar dari CCTV serta data yang belum gue baca sepenuhnya.

"Itu bukti dari CCTV, dan mobil yang digunakan merupakan mobil milik kantor anda."

"Tau darimana itu mobil saya? Mobil kantor kan banyak."

Sepertinya dia mulai jengkel sama cara gue menjawab sampai-sampai dia mesti mengepalkan tangan erat-erat buat menahan emosinya. "Kami sudah selidiki dan mobil tersebut adalah mobil yang selalu anda gunakan untuk keperluan kantor."

Gue cuma bisa tergelak remeh seraya mengambil kertas yang memuat foto-foto dari CCTV, dan itu membuat tawa gue semakin keras.

"Anda mau nahan saya dengan bukti CCTV kayak gini? Mukanya aja nggak keliatan."

Ekspresi polisi tersebut sekarang makin nggak ketebak, antara kesal, marah, dan malu juga mungkin karena udah seenaknya menahan orang tanpa bukti yang jelas.

"Pak polisi yang terhormat," ucap gue lagi. "saya nggak bisa menerima tuduhan ini sampai anda dapat bukti yang jelas. Lagian, hari itu saya seharian nggak keluar kantor karena harus menyelesaikan pekerjaan."

Polisi itu masih diam. Membuat gue semakin curiga kalau ada sesuatu yang lain dibalik semua ini.

"Kalau anda nggak bisa menyelidiki dengan baik. Saya akan selidiki kasus saya sendiri. Saya mau balik ke kantor."

"Tidak bisa, Wiraditya. Anda harus tetap disini sampai ada bukti lain."

Gue hanya bisa mendengus kesal mendengar jawabannya. "Berarti anda mengakui kalau bukti yang anda miliki nggak cukup kan?"

Bukannya menjawab, dia justru memanggil anak buahnya untuk menarik gue keluar dari ruang interogasi begitu aja.

-

Setelah berdiam diri sendirian di pojok ruangan karena nggak tau mau ngapain, gue akhirnya mutusin buat nanyain nomer Aska ke Kresna. Selain karena perlu bicara tentang beberapa hal, gue juga merasa Aska bisa jadi salah satu orang yang bisa bantu gue buktiin kalau gue nggak bersalah. Gue pun langsung nelepon dia begitu Kresna ngirimin nomernya ke gue.

"Halo? Siapa nih?"

"Aska, ini saya."

"Hmm? Pak Reksa?"

"Iya. Sasha... gimana? Gak kenapa-napa kan?"

"Hehehe." Dia langsung terkekeh iseng, kayaknya udah kebiasaannya ketawa begini tiap kali ada interaksi antara gue dan Sasha. "Gakpapa kok. Dia syok parah gitu tadi makanya sampe jatoh, sekarang sih masih di klinik biar bener-bener tenang dulu."

"Syukur deh..." Beban di bahu gue akhirnya terangkat sebagian. Meskipun gak melakukannya, tapi gue tetep merasa bersalah sama Sasha karena Nagata termasuk orang yang paling penting dalam hidupnya.

"Tapi, Pak," lanjut Aska. "bukan bapak kan? Lagian juga Sasha bilang ke saya waktu lagi nunggu taksi, katanya bapak lembur, Sonya juga cerita kalau bapak gak keluar ruangan dari siang."

"Iya. Saya ada di ruangan sampai malam. Cuma katanya ada yang pakai mobil kantor saya buat ngelakuin kejahatan itu."

"Gila... Siapa ya. Bapak punya musuh di kantor?"

Pertanyaan Aska langsung membuat gue berpikir. Selama ini gue kira gue baik-baik aja di kantor, tapi kok tau-tau ada yang menjebak gue kayak gini, berarti kan ada hal yang salah yang udah gue lakukan.

"Pak?" Aska membuyarkan lamunan gue. "Bapak sekarang masih di kantor polisi?"

"Iya. Saya gak boleh keluar sebelum ada bukti baru yang menunjukkan kalau saya gak bersalah."

"Hmm. Saya bantuin deh, coba saya trace reinbursement di tanggal itu. Kali aja kan yang make mobil bapak teledor terus malah ninggalin jejak dengan minta reimbursement bensin sama parkir."

Cara bicara Aska memang santai dan agak meremehkan, cukup bikin gue ketawa, tapi sesungguhnya itu pemikiran yang bagus.

"Semoga aja teledor sih ya, saya nggak suka disini, sumpek banget."

"Tenang aja, Pak. Saya yakin bapak bisa cepet balik ke kantor, sebagian besar orang kantor percaya sama bapak kok. Jadi mereka pasti mau bantuin."

"Termasuk Sasha?"

Seperti yang gue duga, Aska terkekeh lagi. "Iya, termasuk Sasha."

Entah kenapa gue merasa semakin tenang berkat kalimat tersebut.

InsentientTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang