19. Pertikaian

3.3K 169 0
                                    

     Beberapa bulan kemudian tak terasa Kania sudah lulus dari sekolahnya. Ia mendapatkan beasiswa di Universitas yang sama dengan Arsyil. Kini statusnya telah berubah menjadi MABA.

     Masa OSPEK nya pun telah usai. Ia masih mengingat jelas saat Arsyil menolongnya saat ia diperlakukan tidak adil oleh salah satu rekannya.

Flashback on

"Assalamu'alaikum Irfan, ada apa?". Tanya Arsyil.

"Wa'alaikum salam Syil.. ini nih, baru jadi MABA aja udah songong.. mentang-mentang cantik, dikira bebas ngelakuin apa aja kali". Adunya.

"Fan, kalo mgomong yang sopan dong, emangnya dia melanggar kaya gimana sih?". Tanya Arsyil menginterogasi.

"Nggak bawa atribut OSPEK, ya udah.. aku hukum lari keliling lapangan lima kali, itu aja udah hukuman paling ringan, eh tapi dia bilang gak bisa, katanya dia ada penyakit pernafasan". Jelasnya.

"Kamu gila ya, itu emang hukuman paling ringan, tapi itu buat mahasiswa putra, masa iya kamu nyuruh mahasiswa putri lari keliling lapangan yang luasnya 400×200 meter lima kali pas cuaca terik kayak gini?, ditambah dia punya penyakit pernafasan, kamu nggak punya perasaan yah, kalau dia sampe pingsan kamu mau tanggung jawab?". Jelas Arsyil tetap stay cool. Sementara rekannya itu bungkam.

"Ya udah kali ini kesalahan kamu masih bisa saya toleran, kamu cukup buat pernyataan tidak akan mengulangi lagi dalam selembar kertas, tapi kalau kamu ngelanggar lagi saya bakal kasih kamu hukuman yang lebih berat lagi". Jelas Arsyil dengan profesional.

"Baik kak". Jawab Kania tak kalah profesional.

Flashback off

"Kania, kamu ngapain sih nggak ada angin nggak ujan, kamu kok senyum-senyum sendiri". Panggil Ririn, teman se fakultas Kania sambil menyenggol lengan Kania.

"Hah?, senyum-senyum sendiri?, kamu salah liat kali?". Sanggah Kania.

"Iih mata aku masih bener yah, orang jelas-jelas aku liat kamu senyum-senyum sendiri juga".

"Pokoknya harus salah liat". Tolak Kania.

"Terserah kamu lah". Jawab Ririn sambil meneguk es teh manisnya.

Detik selanjutnya hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Hanya suara sendok yang beradu dengan mangkuk berisi bakso milik Kania dan mangkuk berisi mie ayam milik Ririn yang menghiasi.

"Eh Kan, liat deh tu!, cewek yang itu.. ganjen banget yah". Kata Ririn sambil menunjuk ke depan. Sementara Kania hanya membalasnya dengan senyum kilat.

"Tapi yang cowok siapa sih?, kayak pernah liat deh". Tanyanya lagi sambil menunjuk Arsyil.

"Itu kak Arsyil, iya waktu itu kan dia juga ikut jadi pengurus pas kita ospek, mahasiswa jurusan management semester tujuh". Jelas Kania.

"Ooh.. kok kamu tau sih?.. yah baru aja ngelirik, udah semester tujuh aja.. berarti kita cuma punya waktu satu tahun aja dong buat mantengin dia".

"Kebetulan dia temen aku".

"Kamu yang bener.., wah kamu beruntung banget yah Kan?".

"Biasa aja kali.. emang ada pa sama kak Arsyil?". Tanya Kania balik.

"Ihh asal kamu tahu ya, hampir mahasiswi sekampus ini pada suka sama dia tahu, itu aja tuh yang lagi ke-ganjenan sama dia tuh.. dia itu anak mayor tau.. dia itu dulu satu SMA sama aku, dulu itu dia cool nya minta ampun, lha sekarang dia jadi kayak gitu". Jelas Ririn rempong.

"Hush.. astaghfirullah... tuh kan Ririn jadi ghibah".

"Astaghfirullah.. hehe.. sorry Kan.. selow ae". Sahut Ririn sambil tangannya membentuk huruf 'v'.

Kania AlthafunnisaWhere stories live. Discover now